Rull adalah seorang pemuda yang kehidupannya diwarnai oleh tragedi, kehilangan, dan pencarian jati diri. Ditinggal mati oleh ibunya yang merupakan satu-satunya keluarga yang ia miliki, Rull tumbuh dengan hati yang penuh luka. Kehilangan itu membuatnya jatuh dalam keputusasaan, meragukan tujuan hidupnya dan merasa terasing dari dunia di sekitarnya.
Namun, segalanya berubah ketika ia menemukan dirinya di dunia asing setelah sebuah peristiwa aneh. Dunia baru ini, penuh dengan keajaiban dan bahaya, memaksa Rull untuk menghadapi ketakutan terbesarnya dan menggali kekuatan yang tersembunyi dalam dirinya. Rull mulai memahami bahwa dirinya memiliki peran besar dalam menentukan takdir dunia ini, dan mencari kebenaran diambang kebohongan.
Note :
Cerita ini merupakan revisi novel "Reincarnation In A Fantasy World" Aku tidak bisa melanjutkan novel itu Dikarenakan akun tersebut (The rull) hilang karena hilangnya hp aku beserta akun-akun nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon The rull 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7 : Tekad Di Hutan Semeru
Konfrontasi di Gerbang Hutan Semeru
Rull berdiri di depan pintu masuk hutan Semeru, matanya menatap lurus ke dalam lebatnya pepohonan. Saat ia hendak melangkah, seorang pria paruh baya dengan wajah tegas menghentikannya.
"Hei, bocah! Kau pakai jaket merah, kau mau ngapain di sini? Apa kau tidak tahu tempat ini sudah ditutup? Kau tidak lihat berita?" ucap pria itu
"Apakah kuil Sumeru itu nyata?" Ucap Rull
"Kau ini bicara apa? Cepat pulang! Tempat ini berbahaya."
"Paman, menurutmu apa alasan orang-orang yang hilang di sini? Apakah mereka mencoba memperbaiki takdir mereka yang rusak? Apa mereka mencari kuil yang dipercaya dapat mengubah takdir seseorang menjadi lebih baik?" Ucap Rull merenung
"Hei, bocah! Kau ini terlalu banyak menonton film. Semua itu hanya mitos, omong kosong belaka!"
"Bagaimana paman bisa yakin itu mitos tanpa mencari tahu langsung?"
Mendengar itu, pria itu mulai kehilangan kesabaran.
"Banyak bicara kau! Cepat pulang sana sebelum malapetaka terjadi padamu."
Tanpa menghiraukan peringatan pria tersebut, Rull berlari masuk ke dalam hutan.
"Hei, bocah sialan... Jangan pergi ke sana..." teriak pria itu panik, tetapi langkah Rull terlalu cepat untuk dihentikan.
"Sialan, apa dia bosan hidup? Kalau aku kejar, aku malah ikut sengsara."
Di kejauhan, Elsa yang mengintai situasi itu terkejut melihat Rull menerobos masuk ke dalam hutan. Dengan tergesa-gesa, ia keluar dari tempat persembunyiannya dan berteriak.
"Tidak, Rull! Tunggu!"
Elsa berlari mengejar Rull, tetapi pria paruh baya itu menghentikannya.
"Hei, kau juga jangan masuk... Apa kau ingin celaka?" ucap pria itu sambil menahan Elsa
"Tolong biarkan aku masuk... Dia di dalam bahaya. Dia butuh pertolongan!"
"Tidak ada yang boleh masuk. Tempat ini terlalu berbahaya. Kalau sesuatu terjadi, siapa yang akan bertanggung jawab?"
...****************...
Rull terus melangkah dengan napas tersengal, tubuhnya terasa semakin berat. Kakinya menyeret di antara akar-akar pohon yang menjalar di tanah.
"Aku harus menemukan kuil itu... Aku harus kuat," ucapnya dengan suara yang mulai melemah
Matanya kunang-kunang, penglihatannya buram. Rasa lapar yang mendera selama empat hari membuat tubuhnya kehilangan tenaga. Tapi pikirannya terus dipenuhi oleh bayangan senyum ibunya.
"Aku ingin ibu kembali... Aku ingin takdirku berubah... Aku ingin melihat ibu bahagia lagi..."
Ia menggenggam jaketnya erat, mencoba memotivasi dirinya.
"Aku harus kuat... Aku harus kuat..."
Namun, dalam langkahnya yang gontai, ia tak menyadari tanah di depannya licin akibat lumut basah. Kakinya terpeleset, dan tubuhnya meluncur tajam ke bawah lereng yang curam.
Tubuhnya berguling-guling di antara bebatuan dan dahan pohon.
Dengan keras, kepala Rull terbentur sebuah batu besar di dasar lereng. Tubuhnya terhenti, tergeletak tak bergerak.
Hening di Hutan
Suara alam mengisi keheningan. Burung-burung berkicau pelan, seolah mengamati tubuh tak berdaya Rull. Darah perlahan mengalir dari pelipisnya, bercampur dengan tanah lembab.
Namun, dalam kegelapan kesadarannya, suara ibunya seolah terdengar samar.
"Rull... Jangan menyerah... Ibu percaya padamu..."
Rull terbaring lemah di tengah derasnya hujan yang mulai mengguyur hutan Semeru. Tubuhnya gemetar, entah karena dingin atau karena rasa sakit yang menguasai hati dan tubuhnya. Air hujan bercampur dengan air matanya, jatuh ke tanah seperti melukiskan kepedihan yang ia rasakan.
"Mengapa semua ini terjadi...?"
"Mengapa harus ibu yang pergi duluan...?"
"Mengapa...?"
Hujan yang deras mengingatkan Rull pada sebuah kenangan lama bersama ibunya.
...****************...
Kenangan Masa Kecil
"Ibu, bolehkah aku mandi hujan?" tanya Rull kecil
"Jangan, Rull. Nanti kamu sakit," jawab ibunya
"Tapi ibu, aku ingin bermain sebentar saja."
Ibunya memandangnya dengan senyum lembut, menyerah pada keinginan anaknya.
"Baiklah, tapi hanya sebentar, ya."
Rull berlari keluar rumah, membiarkan hujan membasahi tubuh kecilnya. Dengan penuh semangat, ia membuat parit-parit kecil dari tanah, membiarkan air mengalir seperti sungai-sungai mini.
Tiba-tiba, seorang anak perempuan muncul di depannya, rambutnya basah dan wajahnya ceria.
"Halo... Aku Elsa. Mau buat parit bersama?" katanya dengan senyum lebar
"Halo... Aku Rull."
Mereka berdua bermain bersama, tertawa sambil membuat parit yang lebih besar.
"Asyik sekali! Besok kita bermain lagi, ya," kata Elsa dengan semangat, sambil mengulurkan kelingkingnya ke arah Rull.
"Bermain lagi?"
"Iya! Karena sekarang kita adalah teman!" jawab Elsa ceria.
Rull perlahan tersenyum dan menyambut uluran kelingking itu.
"Baiklah, teman!"
...****************...
Kenangan Bersama Sang Ibu
Rull kecil bersin keras, tubuhnya lemah karena demam.
"Achoo! Ibu, maaf aku tidak mendengar perkataan ibu," katanya dengan suara serak.
"Sudah minum obatnya, sayang? Sini, ibu suapi kamu."
Ia menyuapi Rull dengan penuh kasih sayang.
"Rull, kalau besar nanti, apa cita-citamu?" tanya ibunya
"Aku ingin menjadi orang kuat, hebat, dan terkenal. Kalau sudah besar nanti, aku ingin mengajak ibu keliling dunia dan memberikan ibu banyak hadiah!"
"Hihi, kalau begitu, belajar yang pintar, ya. Ibu percaya, suatu saat nanti kamu akan jadi orang sukses."
"Aku berjanji akan terus belajar hingga aku pintar. Tapi ibu, janji ya, ibu tidak akan meninggalkan aku, sama seperti ayah yang meninggalkan kita..."
Wajah ibunya berubah lembut, tapi sedikit sedih. Ia memeluk Rull dengan erat.
"Tidak akan, sayang. Ibu akan selalu berada di sampingmu, hingga takdir memisahkan kita."
...****************...
Kembali ke Hutan
Kenangan itu membuat hati Rull teriris, tapi juga memberinya kekuatan. Ia bangkit perlahan dengan tubuh yang lemah, menggigil karena basah kuyup.
"Ibu... Aku tidak akan menyerah. Aku akan memperbaiki semuanya. Aku harus..."
Langkah demi langkah, ia berjalan melewati hutan yang berkabut. Pandangannya kabur, tapi jauh di kejauhan ia melihat sebuah bangunan tua yang samar-samar terlihat di balik kabut.
"Itu... Itu pasti kuilnya!"
Dengan nafas terengah-engah, Rull mempercepat langkahnya, meskipun tubuhnya hampir tak sanggup berdiri.
Ia akhirnya sampai di depan pintu kuil tua yang megah namun menyeramkan, dihiasi ukiran-ukiran misterius yang terlihat kuno.
"Aku harus kuat... Ini untuk ibu,"
Rull mendorong pintu kayu berat dan melangkah masuk ke dalam kuil dengan hati penuh harap dan kecemasan.
......................
Jika ada kesalahan typo atau sulit dimengerti silahkan komentar saja.
Terimakasih sudah membaca 🙏