Firman selama ini berhasil membuat Kalila, istrinya seperti orang bodoh yang mau saja dijadikan babu dan tunduk akan apapun yang diperintahkan olehnya.
Hingga suatu hari, pengkhianatan Firman terungkap dan membuat Kalila menjadi sosok yang benar-benar tak bisa Firman kenali.
Perempuan itu tak hanya mengejutkan Firman. Kalila juga membuat Firman beserta selingkuhan dan keluarganya benar-benar hancur tak bersisa.
Saat istri tak lagi menjadi bodoh, akankah Firman akhirnya sadar akan kesalahannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itha Sulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menantang cerai
"Man, dimana istri-istri kamu? Kenapa nggak ada satu pun yang datang buat jemput Ibu?"
Bu Midah akhirnya keluar dari rumah sakit setelah hampir sepuluh hari dirawat. Wanita paruh baya tersebut tampak tersenyum masam saat menyadari bahwa tak ada satu pun menantunya yang datang untuk menjemput dirinya.
"Kalila kerja, Bu. Kalau Lia...," Firman menghela napas panjang. "Lia nginep di rumah Bapaknya."
"Huh!! Punya dua mantu perempuan kok nggak ada yang berguna satu pun? Masa' mertua baru keluar dari rumah sakit begini malah nggak ada yang inisiatif buat jemput dan kasih kejutan?" sungut Bu Midah kesal. "Terutama, si Kalila miskin itu. Selama ini, dia mana pernah jengukin Ibu. Dan sekarang, saat Ibu sudah mau pulang, boro-boro dikasih hadiah. Dijemput dan dibeliin makanan aja, enggak."
"Udahlah, Bu! Yang penting kan, Firman udah jemput."
"Huh! Kamu selalu aja belain si Kalila itu, Man! Padahal, apa gunanya sih, memelihara perempuan miskin seperti dia? Yang ada cuma ngabisin beras aja. Rugi, Man! Rugiii!!!"
Bibir Bu Midah tampak manyun lima senti. Dia benar-benar kecewa karena tak ada menantu yang memanjakan dirinya saat keluar dari rumah sakit.
Padahal, dalam khayalannya, baik Kalila maupun Lia pasti sudah siap sedia menyambutnya serta membelikan hadiah-hadiah yang bagus.
Bukankah, kedua perempuan itu sangat bucin kepada putranya?
"Kita berangkat sekarang ya, Bu!" Firman segera tancap gas. Hari ini, dia sengaja menjemput sang Ibu terlebih dulu di rumah sakit sebelum berangkat untuk bertemu dengan calon pembeli tokonya.
Sesampainya di rumah, darah tinggi Bu Midah sepertinya akan kambuh lagi. Mata perempuan paruh baya itu melotot tajam saat mendapati Kalila ternyata ada di rumah dan sedang asyik bermain game online di ruang tamu.
"Man, kata kamu, Kalila kerja. Tapi, ini apa? Kenapa dia malah santai-santai di rumah seperti ini?"
Firman menggeleng pelan. Dia pun bingung kenapa Kalila bisa berada di rumah. Padahal, tadi jelas-jelas Firman melihat Kalila keluar rumah dengan penampilan rapi seperti biasanya.
"Kalila! Sayang... Kamu nggak kerja?" tegur Firman.
"Nggak. Hari ini aku libur," jawab Kalila tanpa menoleh. Tatapannya tetap terpaku pada layar datar ponselnya.
"Kenapa nggak bilang, Sayang? Kalau Mas tahu kamu nggak kerja, pasti Mas udah ajakin kamu untuk jemput Ibu di rumah sakit."
Kalila menoleh sesaat. Tatapannya bersirobok dengan tatapan sang Ibu mertua sebelum memutuskan untuk kembali fokus pada ponselnya.
"Ibu sudah pulang?" tanyanya basa-basi.
"Heh, Kalila! Yang sopan kalau ngomong sama orang tua!" hardik Bu Midah marah. "Kamu itu ya! Jadi mantu kok nggak ada tata kramanya! Mertua baru pulang dari rumah sakit, bukannya dimasakin yang enak-enak, malah main HP nggak jelas!"
"Aku bukan babu, Bu," timpal Kalila dengan santainya.
"Kamu berani ngelawan Ibu?"
"Kenapa aku harus takut, Bu?"
Perkataan Kalila semakin memancing emosi Bu Midah. Perempuan tua itu lekas menghampiri Kalila lalu merebut ponsel menantunya itu kemudian melemparkannya dengan keras hingga menghantam dinding.
"IBU!!!" teriak Kalila marah. Teriakan itu bahkan membuat Bu Midah jadi tersentak kaget.
Kalila gegas menghampiri ponselnya. Benda pipih tersebut kini retak dibagian layar.
"Itu akibatnya kalau berani melawan Ibu!" kata Bu Midah yang berusaha terlihat tak gentar dihadapan Kalila.
Napas Kalila mulai memburu. Andai Bu Midah bukan orang tua dan tidak sedang sakit, mungkin tamparan keras sudah Kalila layangkan ke pipinya.
"Tolong jangan pancing kesabaranku, Bu! Aku mohon!" pinta Kalila dengan suara lirih.
"Kalila! Ibu! Sudah!" ujar Firman menengahi.
"HPku rusak, Mas! Siapa yang akan ganti rugi?" Kalila memperlihatkan ponselnya kepada Firman.
"Kamu bisa beli pakai uang kamu sendiri, Kalila! Nggak usah pake ribetlah! Toh, semuanya juga salah kamu, kan? Siapa suruh kamu nantangin Ibu?"
Mendapatkan pembelaan dari putranya, Bu Midah pun tersenyum jumawa.
"Jadi, kamu nggak mau ganti?" tanya Kalila sekali lagi.
"Ya, enggaklah! Itu kan HP kamu. Jadi, ganti sendiri dong, Sayang! Uang tabungan kamu kan masih ada," jawab Firman dengan nada tenang cenderung menggampangkan masalah.
"Oke. Kalau kamu nggak mau ganti, nggak masalah. Itu artinya, kalian berdua siap kalau masalah ini aku bawa ke ranah hukum."
"Kalila, Sayang! Masa' cuma masalah HP kamu dirusak Ibu, malah merembet kemana-mana, sih? Lapor polisi buat apa? Mereka juga nggak mungkin punya waktu untuk mengurus masalah sepele seperti ini."
Kalila menyeringai. "Kalau aku laporin soal penculikan aku tempo hari, gimana menurut kamu, Mas?"
Tentu saja Firman menjadi panik. "Kenapa harus bawa-bawa masalah itu, sih? Kan, Mas sudah bilang kalau Mas benar-benar tidak terlibat."
"Kalau memang nggak terlibat, mukanya biasa aja dong, Mas! Nggak usah pucat kayak gitu."
Pria itu terlihat kesusahan menelan salivanya. Nyatanya, ancaman Kalila sungguh membuat dirinya ketakutan.
"Oke. Mas akan ganti HP kamu."
"Transfer uangnya ke rekening aku, sekarang!"
"Mas aja yang beliin, Sayang. Mas bisa langsung ke..."
"Dua puluh lima juta," potong Kalila cepat. "Aku mau beli iPhone."
"Banyak sekali, Sayang! Beli HP yang murah aja, ya!" bujuk Firman.
"Tiga puluh juta!"
"Sayang..."
"Tiga puluh lima juta."
Tenggorokan Firman serasa tercekat. Ia menahan geram didalam dadanya. Perempuan yang dulunya tak pernah menuntut apa-apa kepada Firman, kini mulai pandai bermain hitung-hitungan yang menguntungkan.
"Kenapa diam? Nggak sanggup kasih uang segitu? Berarti... Mas setuju kalau aku beneran laporin kasus penculikan tempo hari?" pancing Kalila.
"Oke. Deal! Tiga puluh lima juta."
" Apa-apaan kamu, Man? Kenapa kamu malah menuruti permintaan perempuan matre ini?" protes Bu Midah keberatan. "Kamu itu laki-laki, Man. Kamu nggak boleh lemah dihadapan perempuan matre seperti dia."
"Sudahlah, Bu! Ini urusanku dengan Kalila. Lagipula, Kalila kan memang istriku. Wajar , kalau dia meminta uang sama aku."
"Nggak! Pokoknya, Ibu nggak ikhlas kalau kamu kasih uang ke perempuan matre ini!" kata Bu Midah. "Heh, kamu!" Dia menunjuk Kalila dengan telunjuk kirinya. "Dasar perempuan matre! Kalau mau uang, jual diri, sana! Jangan malah mengemis sama putraku!"
"Hei, Bu Midah yang terhormat! Anakmu ini juga suamiku! Sudah menjadi kewajibannya untuk memberi nafkah untukku. Tapi, selama ini dia tidak pernah melakukan itu, kan? Jadi, apa salah jika sekarang aku meminta uang padanya? Toh, yang aku minta adalah biaya ganti rugi atas perbuatan kampungan Ibu yang sudah merusak ponselku."
"Jaga bicaramu, Kalila! Dasar s3tan, kamu!" geram Bu Midah semakin emosi. "Man, talak dia! Talak sekarang juga! Ibu sudah tidak tahan dengan kelakuannya!"
Bukannya takut, Kalila malah melipat kedua tangannya didepan dada sambil tersenyum sinis.
"Kamu dengar permintaan Ibumu kan, Mas?" tanya Kalila pada lelaki yang sedari tadi hanya mematung tersebut.
"Kalila! Cepat minta maaf sama Ibu! Kalau perlu, bersujudlah supaya Ibu mau memaafkan kamu. Kamu pasti nggak mau cerai kan, dari Mas?"
"Kalau dia mau Ibu maafkan, dia harus menj!lat kaki Ibu dulu, Firman," timpal Bu Midah.
Dia yakin, Kalila pasti akan bersujud dan mencium kakinya. Perempuan itu pasti tidak mau dicerai oleh Firman.
"Cuih!" Kalila meludah dengan kasar. "Tidak sudi!" ucapnya dengan tegas dan keras. "Sekarang juga, aku menantang kamu, Mas! Ceraikan aku!"
bhkn sbntr lgi km jdi gembel ples kena pnyakit kelamin.... krna istrimu lia & vivi itu smuanya jalang... /Facepalm//Facepalm/
trus apa fungsinya ada si lia & vivi/CoolGuy//CoolGuy/