Rubia adalah putri seorang baron. Karena wajahnya yang cantik dia dipersunting oleh seorang Count. Ia pikir kehidupan pernikahannya akan indah layaknya novel rofan yang ia sering baca. Namun cerita hanyalah fiksi belaka yang tidak akan pernah terjadi dalam hidupnya.
Rubia yang menjalani pernikahan yang indah hanya diawal. Menginjak dua tahun pernikahannya suaminya kerap membawa wanita lain ke rumah yang ternyata adalah sahabatnya sendiri.
Pada puncaknya yakni ketika 3 tahun pernikahan, secara mengejutkan suami dan selingkuhannya membunuhnya.
" Matilah, itu memang tugasmu untuk mati. Bukankah kau mencintaiku?" Perion
" Fufufufu, akhirnya aku bisa menjadi countess. Dadah Rubi, sahabatku yang baik." Daphne
Sraaak
Hosh hosh hosh
" A-aku, aku masih hidup?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reyarui, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pembalasan 10
" Nyo-nya."
" Kenapa, kok wajah kalian pucat begitu? Tuan Count ada di dalam kan?"
Rubia baru saja kembali dari acara berbelanjanya dan langsung menuju ke ruang kerja milik Perion.
Kedua wajah kesatria yang ada di depan ruangan Perion berutu terkejut melihat Rubia. Hal tersebut membuat Sir Rudin merasa aneh, tapi tidak dnegan Rubia karena dia sudah tahu mengapa wajah mereka berdua seperti itu. Rubia melihat pelayan Daphne tadi berkeliaran di taman saat dia masuk ke mansion, itu berarti Daphne ada di rumah ini dan kemungkinan besar Daphne sekarang ada di dalam ruang kerja Perion. Tapi Rubia berlagak seolah tidak tahu di depan semua orang.
" Aku mau masuk."
" Tapi Nyonya, di dalam."
" Alu sudah tahu."
Gluph!
Semua yang ada di sana kesulitan menelan ludah mereka sendiri. Biasanya jika penjaga pintu ruangan Perion berkata sibuk, maka Rubia akan pergi begitu saja. Tapi sekarang tidak demikian. Bahkan dengan tegas Rubia mengatakan bawa dia sudah tahu.
Makna dari kalimat 'aku sudah tahu' jelas sekali tentang apa yang tengah dilakukan dua orang itu di dalam sana.
Braaak!
" Brengsek, siapa yang berani me~"
" Aku, mau apa memangnya!"
Rubia sudah tidak menggunakan bahasa formal lagi kepada Perion. Dia enggan karena pasangan menjijikkan itu tengah bercumbu rayu di sofa. Mata Rubia seolah ternodai dengan pemandangan tersebut.
" Rubi, ini tidak seperti yang kamu pikirkan," ucap Daphne sambil membenarkan gaunnya yang berantakan. Sedangkan Perion dia berjalan mendekati Rubia dan hendak memegang tangan Rubia. Namun oleh Rubia langsung di tepis, dia tidak sudi disentuh oleh tangan kotor milik Perion yang baru saja menyentuh-nyentuh tubuh Daphne.
" Ini tidik sipirti ying kiu pikirkin, memangnya mataku buta. Terus aku harus menganggap apa, kalian sedang main dokter-dokteran begitu. Haah Daphne, sahabatku yang paling cantik dan baik. Aku muak dengan mu tahu. Kau ini benar-benar wanita ular yang bermuka dua. Kalau kau menginginkan posisi Countess, akan aku berikan tenang saja. Bukan begitu suamiku. Aku juga sudah malah menduduki posisi ini. Aku lelah."
" Tidak istriku, jangan begitu. Aku tidak ingin kita berpisah. I-itu hanya sebuah kesalahan. Ya, aku tadi hanya khilaf jadi ku mohon jangan diambil hati ya. Tidak ada yang lebih pantas dari pada mu untuk menduduki posisi Nyonya rumah ini."
Degh!
Jantung Daphne berdegup kencang ketika mendengar ucapan yang keluar dari bibir Perion baru saja. Bagaimana tidak, Perion sudah berjanji padanya untuk menikah, tapi ucapan Perion yang baru saja malah bertolak belakang.
Daphne yang sangat merasa terluka langsung berlari keluar dari ruangan. Rubia yang melihat hanya menyunggingkan senyum. Ia puas melihat ekspresi wajah Daphne yang terluka itu. Meksipun ia tahu tujuan Perion berkata demikian, namun Rubia cukup merasa senang.
Perion tentu tidak sungguh-sungguh mengatakannya. Ia berucap seperti itu bukan karena pria itu mencintai Rubia. Perion berkata demikian karena dia tidak ingin kehilangan pekerja yang mengelola wilayahnya dan Rubia sangat tahu akan hal itu.
Jika sebelum mati pasti Rubia akan tersentuh dengan kata-kata lelaki itu, namun sekarang tentu tidak lagi. Dia sudah tahu kebusukan Perion.
" Haaah, terserahlah. Tapi yang jelas mulai sekarang aku tidak mau bekerja. Kalau kamu tidak sanggup, cari saja ketua pelaksana untuk melakukan pekerjaan wilayah. Permisi, aku mau tidur. Tubuhku sangat lelah."
" Tidak! Rubia istriku, jangan begitu. Nanti wilayah kita ini bisa bermatakan kalau kamu tidak lagi mengurusnya. Aku mohon sayang."
" Cih!"
Rubia melenggang pergi, mengabaikan ucapan permohonan dari Perion. Mau pria itu mengatakan cinta dan memanggilnya sayang yang selama ini tidak pernah sekalipun keluar dari mulutnya, Rubia tidak peduli. Hatinya terlanjur beku untuk mendengarkan semua itu.
Ia melangkahkan kaki dengan pasti dan tidak sekalipun menoleh ke belakangan meskipun Perion berkali-kali memanggilnya. Bagi Rubia itu hanya lah dengungan lalat yang membuatnya kesal.
" Dasar wanita jalangg kurang ajar, bisa-bisanya hanya seorang putri dari Baron memperlakukanku seperti ini. Lihat saja, kau akan ku buat mati lebih cepat. Cih, lagian siapa juga yang membutuhkan mu. Haah sialan, tapi siapa yang harus mengerjakan ini semua jika Rubia tidak ingin bekerja. Tunggu, aku harus mencari cara untuk membuatnya kembali bekerja lagi. Kalau tidak aku harus memintanya untuk mencari pekerja yang kompeten agar wilayah ini bisa terus maju seperti ini. Bahkan harus semakin maju. Oh Daphne, aku lupa dia. Kata-kataku tadi pasti menyakiti hatinya. Tck, aku juga harus menenangkan wanita itu."
Perion membalikkan tubuhnya, bukannya mengejar Rubia untuk memohon tapi malah dia kepikiran dengan Daphne, sungguh pria yang luar biasa bukan. Tapi bagi Rubia itu tidak jadi soal. Ia tidak peduli dengan apa yang dilakukan Perion saat ini.
Dan benar saja, pria itu buru-buru pergi dengan kereta kudanya. Rubia yang melihat kepergian Perion dari jendela hanya tersenyum sinis.
" Tuan Count sungguh keterlaluan. Bukannya menenangkan Anda malah dia pergi. Saya yakin dia pergi ke rumah wanita itu."
" Biarkan saja Mery, lagi pula aku tidak butuh ditenangkan oleh orang seperti itu. Tidak ada gunanya buat ku juga."
Tok tok tok
Pintu kamar Rubia diketuk. Terdengar suara Sylvester meminta izin untuk bertemu. Rubia sudah tahu apa yang akan disampaikan oleh Sylvester, pasti tidak jauh-jauh dari pekerjaan.
" Maaf Nyonya mengganggu waktu istirahat Nyonya. Saya tahu Nyonya pasti sangat terkejut dengan situasi tadi. Maafkan saya yang tidak bisa mencegah wanita itu untuk datang."
" Tidak masalah Syl, aku sudah tidak peduli mereka mau melakukan apapun. Jadi, ada apa?"
" Ini soal pekerjaan Nyonya. Tuan Count sama sekali tidak mengerti soal pekerjaan wilayah, jika seperti ini terus saya khawatir kita akan banyak mendapatkan kerugian."
Rubia menyunggingkan senyum, membuat Sylvester merasa terkejut. Namun setelah itu Sylvester paham dan dia menyadari bahwa Rubia sudah tidak lagi peduli dengan namanya pekerjaan.
" Syl, maaf tapi mulai sekarang aku sudah tidak peduli lagi. Mungkin kamu akan kesulitan tapi aku sungguh tidak ingin melakukan hal yang tidak ingin aku lakukan. Dan sebaiknya minta Perion untuk bekerja keras karena mungkin saja aku tidak akan menjadi Nyonya Countess Perion lagi."
" Ya? Maksud Nyonya,"
Rubia tidak menjawab apapun, dia hanya diam sambil tersenyum simpul. Bukan hanya Sylvester yang terkejut dengan perkataan Rubia yang baru saja ini, Mery dan dan juga Sir Rudin pun yang berjaga di depan pintu terkejut.
Mereka hanya saling pandang. Belum pernah Rubia bicara demikian, tapi melihat sorot mata nyonyanya itu, mereka beranggapan bahwa perkataan itu sungguh sangat sungguh-sungguh.
TBC