Genap 31 tahun usianya, Rafardhan Faaz Imtiyaz belum kembali memiliki keinginan untuk menikah. Kegagalan beberapa tahun lalu membuat Faaz trauma untuk menjalin kedekatan apalagi sampai mengkhitbah seorang wanita.
Hingga, di suatu malam semesta mempertemukannya dengan Ganeeta, gadis pembuat onar yang membuat Faaz terperangkap dalam masalah besar.
Niat hati hanya sekadar mengantar gadis itu kepada orang tuanya dalam keadaan mabuk berat dan pengaruh obat-obatan terlarang, Faaz justru diminta untuk menikahi Ganeeta dengan harapan bisa mendidiknya.
Faaz yang tahu seberapa nakal dan brutal gadis itu sontak menolak lantaran tidak ingin sakit kepala. Namun, penolakan Faaz dibalas ancaman dari Cakra hingga mau tidak mau pria itu patuh demi menyelamatkan pondok pesantren yang didirikan abinya.
.
.
"Astaghfirullah, apa tidak ada cara lain untuk mendidik gadis itu selain menikahinya?" Rafardhan Faaz Imtiyaz
Follow Ig : desh_puspita
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 18 - Kita Impas!! - Ganeeta
Sudah begitu lama Ganeeta menunggu momen ini, jelas tidak akan dia sia-siakan sama sekali. Hanya demi bisa menemui Zion yang dia sebut-sebut sebagai pacar semata wayangnya itu, Ganeeta rela menghalalkan segala cara bahkan sampai membohongi Faaz sekalipun.
Padahal, di tempat yang berbeda Zion tengah mencari kesenangan bersama pacar lainnya. Ya, sebagaimana yang Faaz katakan, Ganeeta menempatkan Zion sebagai satu-satunya, sementara Ganeeta hanya salah-satunya.
Temaram lampu kamar di markas yang terletak di ujung gang kecil di pusat kota itu menjadi saksi bagaimana bobroknya pergaulan remaja zaman sekarang.
Masih begitu muda, usia mereka bahkan belum masuk kategori dewasa menurut hukum perdata. Namun, pergaulan mereka sudah begitu dewasa dan tidak sesuai dengan usia.
Mabuk-mabukan, penggunaan obat terlarang bahkan tidak sedikit yang sudah melakukan hubungan ba-dan. Ya, semiris itu memang dan celakanya Ganeeta jatuh cinta pada pria nakal yang dia anggap sebagai rumah.
"Ssssh Zion sebentar ...."
"Apa lagi? Kamu masih ragu, Lea?"
"Bukan begitu, aku cuma ...."
"Cuma apa? Takut?" tanya pemuda bertubuh jangkung itu yang kemudian diangguki gadis cantik di bawah kungkungannya
Senyum hangat terbit di wajah tampannya, wajah yang menjadi modal utama untuk menjerat para mangsa dan salah-satunya adalah Ganeeta.
"Tenang, Sayang, aku akan melakukannya pelan-pelan."
"Tapi kalau sampai ha-mil gimana?" tanya gadis itu seraya menahan dada Zion demi menahan perbuatannnya.
"Gampang, urusan nanti kalau itu ... kita bisa menikah dan_"
"Zion ...."
Ucapan Zion terhenti sesaat setelah mendengar suara lembut yang begitu familiar di telinganya. Perlahan Zion menoleh dan matanya dibuat membola tatkala menyaksikan Ganeeta tengah berdiri di ambang pintu.
"Ganeeta?" Seketika Zion berdiri dan mengabaikan Lea, gadis yang baru dia kenal tiga hari lalu via aplikasi kencan.
Kedatangan Ganeeta yang cukup mengejutkan membuat pemuda itu gelagapan, bergegas Zion mengenakan celana dan menghampiri pemilik wajah cantik itu.
Tanpa memberikan reaksi apa-apa, Ganeeta hanya menatap datar Zion kemudian beralih pada gadis yang kini berusaha menutupi tubuh polosnya dengan selimut.
"Sayang aku bisa jelas_"
"Tidak apa, aku kemari cuma untuk mengembalikan kalung ini ... lupa, ternyata masih di aku," ucapnya kemudian melepas hadiah valentine yang Zion berikan beberapa bulan lalu.
"Net, apa maksudmu? Aku beli buat kamu."
"Mas Faaz bilang, kalau sudah menikah tidak boleh menyimpan barang pemberian mantan," ucapnya seraya menahan sesak yang sama sekali tidak bisa dia utarakan.
Rasanya lebih sakit dibanding Pras tinggalkan, kepercayaan yang dia berikan ternoda begitu saja dan jelas Ganeeta sakit.
Akan tetapi, dia hendak murka dan menganggap Zion selingkuh juga tidak bisa. Mengingat, dia yang menikah dan beberapa waktu sebelumnya Faaz sudah mengambil tindakan sebagai suami.
Karena itulah, Ganeeta memutuskan untuk tidak merasa terdzalimi dan menerima sekalipun Zion benar-benar berpaling pada perempuan lain.
"Suami kamu yang bilang?"
Ganeeta mengangguk, tangannya sampai bergetar dan terasa dingin. Jujur saja, sejak awal menginjakkan kaki di tempat ini dia ingin segera keluar.
Akan tetapi, sesuatu seolah menahan diri Ganeeta dan memutuskan benar-benar untuk mengakhiri hubungannya.
"Jadi kamu benar-benar mengakhiri hubungan kita, Ganeeta?"
"Iya, kamu juga sudah punya pacar, 'kan? Jadi kita impas ... terima kasih delapan bulan terindahnya, Zion Wiratama," pungkas Ganeeta sebelum kemudian berlalu dengan dada yang terasa sesak bak dihimpit bongkahan batu besar.
Langkahnya terasa amat berat, pandangan Ganeeta seketika rabun dan tidak memedulikan teman-teman Zion yang tadi sempat menghalanginya untuk masuk.
Tak hanya itu, Ganeeta juga berlagak tuli bahkan tidak peduli dengan teriakan Zion yang masih berusaha mengejarnya.
Kembali mengendarai motornya, Ganeeta melaju dengan kecepatan tinggi dan tak peduli sekalipun nyawanya terancam malam ini.
Rintik hujan yang mulai turun tak menghentikan aksinya, lagi dan lagi Ganeeta seperti kehilangan arah. Dia tidak pulang ke rumah, melainkan menuju Bandara.
Tanpa tujuan, Ganeeta hanya mengikuti kata hatinya. Setelah menyaksikan pengkhianatan Zion, satu-satunya yang terbayang di benak Ganeeta hanya Faaz seorang.
Ucapan Faaz yang meragukan kesetiaan Zion terngiang tiada henti. Saat itulah Ganeeta sadar sekaligus malu sendiri.
Namun, begitu tiba di Bandara hatinya mendadak ragu lagi. Bukan karena khawatir Faaz sudah benar-benar pergi, tapi dia juga tidak yakin Faaz akan menerimanya dengan senang hati setelah tahu apa yang telah terjadi.
Setelah mempertimbangkan banyak hal, Ganeeta memutuskan untuk kembali ke rumah dan kali ini sengaja mengurangi kecepatan dengan harapan bisa berpikir jernih.
"Sudahlah, apa yang aku harapkan? Toh sudah menikah, terima nasib saja lah."
"Lagian Zion juga tidak seganteng itu ... banding sama Mas Faaz tidak ada apa-apa, iya 'kan, Bun?"
"Iya, Anet!!"
Tanya sendiri, jawab sendiri saking dia butuh validasi bahwa yang dia lakukan kini sudah benar. Sampai-sampai, dia memperlakukan motor kesayangannya seperti teman curhat dalam kesendirian.
.
.
Kurang lebih tiga puluh menit berlalu sejak Ganeeta meninggalkan markas Zion, kini dia sudah tiba di kediaman utama.
Begitu tiba, suasana rumah masih sepi dan Ganeeta juga tidak memerhatikan sekitar. Tenaganya juga tidak lagi cukup untuk memasukkan motor ke dalam garasi hingga dia meminta security yang tadi sempat dia bohongi.
Ganeeta memasuki rumah dengan langkah gontai. Sebelum naik ke kamar, dia menyempatkan diri untuk minum segelas air putih dan mengambil satu buah apel sebagai amunisi pasca diselingkuhi.
Meski memang sakit di awal, tapi setelah pulang ternyata Ganeeta tidak sehancur itu. Dia masih bisa menikmati manisnya apel yang kemarin dia beli bersama Faaz sepulang kuliah.
Tiba di kamar, Ganeeta terkejut bukan main tatkala melihat Faaz tengah duduk manis di tepian tempat tidur seraya bersedekap dada.
Pemandangan itu membuat Ganeeta merasa ragu sampai mengucek mata demi meyakinkan bahwa yang di hadapannya memang benar-benar manusia.
"Dari mana?"
"Eh?"
Mata Ganeeta lagi dan lagi mengerjap pelan, sungguh pertanyaan Faaz terdengar mengejutkan.
Perlahan, dia mendekat dengan sisa buah apel yang masih dia genggam.
"Mas kok di sini? Bukannya sudah pergi?"
"Rencananya begitu, tapi karena Mas punya istri bandel setengah mati tidak jadi."
Gleg
Ganeeta gelagapan, wajahnya sampai pucat dan perlahan mundur tatkala Faaz beranjak berdiri.
Sadar bahwa sang suami kemungkinan sudah mengetahui apa yang terjadi, Ganeeta was-was dan khawatir sampai dihukum malam ini.
Karena itu, sebelum Faaz bertindak, Ganeeta sudah bertindak lebih dulu dengan berjongkok seraya mengatupkan kedua tangannya.
"Maaf, janji tidak akan aku ulangi ... yang tadi terakhir, besok-besok tidak lagi sumpah!!!"
Sumpah Ganeeta tak berhasil membuat Faaz luluh, dia meminta Ganeeta untuk kembali berdiri dan mendorong tubuh mungil itu hingga terbaring di atas tempat tidur.
Tak selesai di sana, tanpa aba-aba Faaz seketika mengungkung tubuhnya persis seperti yang tadi adegan dewasa Ganeeta lihat.
"Ma-mau apa?"
Ganeeta sampai bergetar, tak ayal pria itu tersenyum tipis sebelum kemudian melontarkan pertanyaan yang membuat Ganeeta makin merinding. "Kita suami istri, kalau posisinya sudah begini kira-kira apa yang akan Mas lakukan?"
.
.
- To Be Continued -