"Aku hamil lagi," ucap Gladys gemetar, ia menunduk tak berani menatap mata sang pria yang menghunus tajam padanya.
"Gugurkan," perintah Gustav dingin tanpa bantahan.
Gladys menggadaikan harga diri dan tubuhnya demi mimpinya menempuh pendidikan tinggi.
Bertahun-tahun menjadi penghangat ranjang Gustav hingga hamil dua kali dan keduanya terpaksa dia gugurkan atas perintah pria itu, Gladys mulai lelah menjalani hubungan toxic mereka.
Suatu ketika, ia bertemu dengan George, pelukis asal Inggris yang ramah dan lembut, untuk pertama kalinya Gladys merasa diperlakukan dengan baik dan dihormati.
George meyakinkan Gladys untuk meninggalkan Gustav tapi apakah meninggalkan pria itu adalah keputusan terbaik?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nara Diani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 23
Gustav kembali ke kamar untuk memejamkan matanya kembali, masih terlalu dini untuk bangun, ia manfaatkan waktu sebentar lagi untuk beristirahat.
Kalau diingat-ingat, sejak bersama Gladys lah waktu tidur dan makan nya menjadi teratur dan baik. Saat muda tepatnya ketika ibu dan kakeknya masih ada Gustav terus-terusan dituntut bekerja tanpa kenal waktu hingga jam makan dan tidurnya berantakan.
Hubungan Gustav dan keluarganya kurang baik, ayah kandungnya yaitu Antonio Moretti pria berkebangsaan Italia berselingkuh dengan mantan nya dan meninggalkan ibunya Gustav dan dia yang masih bayi saat itu.
Ibunya, Nayla Permana mengalami depresi berat dan terkena baby blues parah hingga berkali-kali ingin membunuh anaknya sendiri.
Nayla menyalahkan Gustav atas kepergian suaminya, ia menganggap karena melahirkan anak dia berubah jadi jelek dan diceraikan.
Gustav membenci ibunya sebanyak wanita itu memberikan luka dan beban padanya, dari situ pandangannya terhadap perempuan juga menjadi negatif.
Semua wanita itu gila harta dan ketenaran dan Gladys juga tidak jauh berbeda dari ibunya sebab itu Gustav sama sekali tidak sudi memberikan benihnya dan menikahi wanita manapun.
***
"Kau yakin mau ikut denganku? Memangnya kau tidak bekerja?" tanya Fellycia menatap Brica di jok penumpang.
Pagi-pagi sekali Brica sudah datang ke rumahnya dan meminta ikut ke kantor bersama dia.
"Yakin, aku mau melihat secantik apa anak magang itu," jawab Brica santai melipat tangan di dada.
Fellycia terkekeh samar, ia nyalakan mesin mobil baru hadiah ulang tahunya bulan kemarin itu. Gadis cantik berwajah jutek itu mengingat-ingat kembali masa SMA di mana ia dan Gladys sering sekali dibanding-bandingkan oleh murid SMA mereka.
Meski lahir dari keluarga sederhana, Gladys itu berprestasi, dia juga memiliki fisik yang cantik tapi Fellycia tidak sudi sekali dirinya yang terlahir kaya, pintar dan jauh lebih cantik ini disandingkan dengan anak orang miskin seperti Gladys.
"Dia sebenarnya tidak terlalu cantik, hanya fans nya saja yang berlebihan memujanya," cibir Fellycia.
Menoleh pada Brica di sampingnya. "Kita berdua jauh lebih cantik," ucapnya tertawa.
Brica ikut tertawa. "Jika dia tidak secantik aku lalu mengapa Gustav lebih suka padanya? Aku yakin sekali mereka ada hubungan Gustav itu berhati dingin, dia tidak sebaik itu membiarkan sembarang orang naik ke mobilnya aku saja tidak pernah dia antar pulang walau sudah berkali-kali meminta tolong, paling-paling dia memesankan taxi."
"Menjadi penggoda tidak perlu cantik kamu lupa?" tanya Fellycia sarkas.
Mereka berpandangan lalu sama-sama menampilkan smirk.
"Hanya perlu gatal," ucap keduanya bersaman.
***
Fellycia dan Brica sampai di kantor pada awal jam masuk kantor, meski masih sangat pagi tapi sudah banyak orang datang.
Para karyawan Serenova memang terkenal rajin, mereka adalah kelompok orang disiplin dan terlatih, tidak heran jika tes masuk ke perusahaan ini sangat sulit dan ketat semua itu karena Gustav tidak mau ada orang-orang tidak berguna dan kompeten di kantornya.
"Dia satu ruangan denganmu kan?" tanya Brica begitu mereka turun dari mobil.
"Iya tapi kudengar pagi ini dia datang terlambat karena harus ke kampus dulu."
"Apa? Kenapa kamu tidak bilang dari tadi!" sungut Brica kesal.
Fellycia menaikkan bahu acuh. "Aku lupa," ucapnya santai berjalan masuk ke kantor.
"Kamu membuatku membuang waktu sia-sia Felly!"
"Sudah kubilang kan aku lupa tadi. Kamu mau masuk tidak?" tanya Fellycia berbalik.
Brica menggeleng. "Tidak, aku akan menunggu di cafe seberang, setelah gadis itu datang segera hubungi aku," pintanya.
"Oke."
Brica menyebrang menuju cafe besar yang tepat berdiri di depan gedung kantor Serenova. Tidak seperti cafe lainnya cafe ini buka lebih cepat karena banyak karyawan kantor yang mencari sarapan di sana.
Lonceng di atas pintu berdenting begitu Brica memasuki tempat itu matanya tertuju pada meja-meja di sana.
Wanita itu mengernyit menatap seorang pria berambut kuning di dekat jendela, wajahnya seperti familiar tapi Brica lupa.
Ia perlahan mendekat pada pria itu karena dituntun rasa penasaran, saat jarak mereka kurang dari dua meter berulah Brica mengingat jelas namanya.
"George? Kamu George sepupu Gustav kan?" seru Brica memanggil nama pria itu.
George mendongak, senyumnya terbit sedikit. Ia mengangguk mempersilahkan Brica untuk duduk.
"Kebetulan saya memang ingin menemui kamu," ucap George menyingkirkan macbook-nya ke tepi.
"Kamu masih menyukai Gustav kan?" tanya pria itu to the point.
Brica agak tersentak, ia berdeham malu mengingat George tahu betul bagaimana tergila-gilanya ia pada Gustav sejak remaja.
"Iya. Mengapa memangnya?"
George menerbitkan senyum licik. Ia membawa kursi ke depan mendekat pada Brica.
"Kalau begitu bekerja samalah dengan saya."
Brica menaikkan alis bingung. "Untuk?"
"Saya menyukai Gladys, kamu menyukai Gustav, kita susun rencana untuk memisahkan mereka. Saya akan membawa Gladys pergi dan kamu bisa menikah dengan Gustav."