Hamdan seorang siswa SMA kelas dua. Sedari kecil sudah tinggal di Panti sehingga dia tidak pernah tahu akan keberadaan orang tuanya.
Hamdan sangat suka silat tapi dia tidak punya bakat.
Setiap kali latihan, dia hanya jadi bahan ledekan teman-temannya serta omelin Kakak pelatihnya.
Suatu hari Hamdan dijebak oleh Dewi, gadis pujaan hatinya sehingga nyawanya hampir melayang.
Tak disangka ternyata hal itu menjadi asbab berubahnya takdir Hamdan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muhammad Ali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak Berbakat
"Hamdan!!!"
"Kan sudah aku cakap berkali-kali. Tendangan Ikan Terbang Menjulang Angkasa itu menggunakan ujung telapak kaki bukan punggung kaki!"
Wajah Kak Seto merah padam karena marah.
Setiap kali melatih silat di SMA Selat Panjang ini membuat darahnya bergerak cepat mencapai kepala.
Para anggota silat yang lain hanya melirik diam-diam ke arah Hamdan. Mereka ingin tertawa tapi takut Kak Seto tambah marah.
Hamdan adalah salah seorang siswa SMA Selat Panjang Kabupaten Kepulauan Meranti.
Dia duduk kelas dua.
Walau pun bukan termasuk siswa yang berprestasi di sekolahnya, paling tidak Hamdan masuk ke dalam sepuluh besar.
Semester kemaren dia rangking ke-10. Lumayan!
Hamdan sangat suka silat. Saat mengetahui bahwa ada kegiatan ekstrakurikuler berupa silat, Hamdan langsung mendaftar.
Ini adalah tahun kedua dia di sini tapi materi dasar belum juga dia kuasai.
Sedangkan kawan-kawan seangkatannya sudah mempelajari materi yang lebih tinggi.
Mereka sudah mempelajari jurus!
Hamdan bukan lah orang yang bebal, tapi jika berkaitan dengan silat, entah mengapa ot*knya seperti tidak mau bereaksi.
"Hamdan, kamu tak cocok latihan silat. Di sekolah kita kan ada kegiatan ekstra menari. Mengapa kamu tidak mencobanya. Aku rasa, hal itu lebih cocok untuk mu."
Tanto langsung melontarkan kata-kata tajam saat Kak Seto sedang ke WC.
Ucapan Tanto sontak disambut dengan gelak tawa anggota silat yang lain.
Hamdan mengelap keringat di dahi. Dia melirik Tanto tapi tidak berkomentar apa-apa.
"Mengapa? Tak senang? Berani tarung dengan aku? Ayo! Nanti pas sesi tarung, aku akan memilih kamu, Hamdan."
Tarung adalah istilah yang digunakan untuk latihan berlaga satu lawan satu atau satu lawan dua. Fighter.
"Ada apa ribut-ribut ini? Kembali ke barisan!"
Ternyata Kak Seto sudah kembali dari kamar kecil.
"Eh, anu, Kak. Si Hamdan nantang Tanto dalam sesi tarung nanti."
Tri lah yang bicara.
Dia adalah sahabat kental Tanto. Dia adalah tipe anak muda yang licik sedari awalnya.
"Benar begitu, Hamdan?"
Walau pun sering marah-marah, Kak Seto bukan lah orang yang picik.
"Tidak, Kak." Hamdan cepat-cepat menggeleng.
"Kalau takut bilang saja dari tadi, Hamdan. Tak perlu menggertak menantang Tanto untung bertarung."
"Pengecut!!" Tanto tersenyum sinis.
Telinga Hamdan berdenging!
Dia memang tidak berbakat dalam pencak silat tapi dia jelas bukan seorang pengecut.
Matanya berkilat menatap Tanto dan Triatmoko berganti-ganti.
"Kenapa? Kamu marah dibilang pengecut? Kalau memang dasarnya pengecut tetap pengecut.
Hamdan menenangkan dirinya. Dia mengalihkan pandanganya ke arah Kak Seto.
"Aku ingin bertarung dengan dia, Kak."
"Apa kamu yakin?"
Kak Seto memuji mental Hamdan yang tak kenal takut.
Tapi perbedaan dia dan Tanto sangat jauh. Tanto merupakan atlet laga pencak silat. Dia sudah pernah mewakili sekolah dalam O2SN.
"Iya, Kak." Hamdan mengangguk mantap.
"Oke. Semuanya, bentuk lingkaran!"
Tak lama kemudian seluruh anggota silat itu membentuk lingkaran besar dengan Hamdan dan Tanto di tengahnya.
"Pasang body protector!"
Dua orang maju membantu Hamdan dan Tanto untuk mengikat tali body protector di bagian punggung.
Kak Seto masuk ke dalam lingkaran.
Dia bertindak sebagai wasit dalam tarung ini.
"Bersedia!"
Hamdan dan Tanto bersiap-siap.
"Pasang!"
Keduanya mengambil sikap kuda-kuda sedangkan kedua tangan membentuk bunga silat.
"Mulai...!!!"
Saat Kak Seto berteriak mulai, baik Tanto mau pun Hamdan langsung bergerak mendekat dengan tetap membentuk pola langkah silat.
Gerakan Tanto sangat luwes karena dia sudah sangat terbiasa sedangan Hamdan masih kaku.
Tanto tersenyum meremehkan.
Baginya melawan Hamdan ibarat membuang sampah tak berguna di tepi jalan. Tak layak disebutkan.
Saat jarak keduanya sudah dekat.
Tanto melayangkan tendangan yang bernama Ikan Terbang Menjulang Angkasa.
"Buk!!" Tendangan masuk ke dada Hamdan.
Hamdan terjajar tiga langkah ke belakang. Jelas pandangan matanya tidak sanggup mengikuti kecepatan tendangan Tanto.
Hamdan kembali membentuk pola langkah. Dia harus membalas!
Hamdan mencoba menendang punggung Tanto.
Seharusnya dia menggunakan tendangan yang bernama Gurami Menerkam Mangsa menggunakan punggung kaki.
Tapi Hamdan malah menggunakan telapak kaki membentuk gerakan menampar.
Tanto tersenyum licik.
Kaki kirinya maju membentuk kuda-kuda rendah.
Tubuhnya jatuh dengan kedua tangan menumpu di tanah.
Sedangkan kaki kanannya berputar seperti ekor buaya, langsung menyapu satu-satunya kaki Hamdan yang masih bertumpu di tanah.
Tak ayal lagi tubuh Hamdan pun langsung jatuh ke tanah.
"Henti!"
"Jatuhan sah untuk sudut merah."
Kak Seto membentangkan kedua tanganya.
Tangan kiri mengarah ke arah Hamdan dengan posisi rendah sedangkan tangan kanan mengarah Tanto.
"Bersedia!"
"Pasang!"
"Mulai!"
"Henti...!!"
"Jatuhan sah untuk sudut merah."
"Bersedia..."
Siklus itu terus terjadi dalam waktu tiga menit terakhir.
Hamdan tak mampu melawan apa-apa.
Tulang lengannya terasa sakit dan memar saat mencoba menangkis tendangan Tanto.
Bahkan kedua jarinya juga terkilir.
"Cukup!"
"Latihan kita hari ini cukup sampai di sini. Kita akan lanjutkan lagi minggu depan."
"Tanto, skill dan teknik-teknik kamu sudah bagus. Pertahankan itu. Jangan sampai mengendur."
"Hamdan, kamu harus sering-sering latihan. Gerakan kamu masih sangat kaku."
"Tendangan dan pukulan kamu tidak maksimal karena kamu masih banyak berpikir sehingga gerakan kamu belum menjadi reflek."
"Jika terus seperti ini, hingga kapan pun kamu tak pernah bisa menjadi atlit bela diri."
Hamdan hanya mengangguk. Sedangkan para anggota yang lain juga tersenyum merendahkan terhadap sosok samp*h tak berguna itu.
"Sebelum kita tutup latihan ini, apakah ada pertanyaan?"
"Tidak, Kak." Jawab mereka serempak.
"Oke. Kalau begitu dalam hitungan delapan, bentuk barisan seperti semula. Kita akan berdoa dan menutup latihan hari ini."
"Satu...dua...tiga...!"
Hanya sampai hitungan kelima, mereka semua telah membentuk barisan yang sempurna.
Kak Seto berdiri di depan.
"Duduk!"
"Sebelum kita tutup latihan hari ini, mari lah sama-sama kita berdoa menurut keyakinan dan agama masing-masing.
"Berdoa, mulai!!"
Semuanya menundukkan kepala dan berdoa.
"Doa selesai."
...****************...
Hamdan mengolesi luka memar dengan balsem.
Dia tak tahu balsem itu manjur atau tidak.
Yang jelas rasa panas itu bisa mengurangi sedikit rasa nyeri di tubuhnya.
"Kamu kenapa, Hamdan?" Kak Yati, orang yang bertugas mengasuh anak-anak panti tiba-tiba memergoki Hamdan.
Yati adalah orang paling senior di panti ini.
Mereka semuanya ada 11 orang. Ini bukan lah panti asuhan yang resmi.
Panti ini dibuat atas inisiatif Haji Umar yang kasihan melihat anak-anak terlantar.
Semua biaya ini ditanggung oleh Haji Umar semuanya.
Dia tidak ada meminta bantuan dari Pemerintah.
Kecuali beberapa orang dari teman-temannya yang sesekali ingin ikut berbagi.
"Hanya memar sedikit akibat latihan, Kak."
"Ini apa?"
Kak Yati mengambil balsem dari tangan Hamdan.
"Mana bisa balsem digunakan untuk mengobati memar." Ujarnya.