NovelToon NovelToon
My Bad Boy My Boss

My Bad Boy My Boss

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Cinta Seiring Waktu / Bad Boy / Office Romance
Popularitas:24.7k
Nilai: 5
Nama Author: Puput

"Buang obat penenang itu! Mulai sekarang, aku yang akan menenangkan hatimu."
.
Semua tuntutan kedua orang tua Aira membuatnya hampir depresi. Bahkan Aira sampai kabur dari perjodohan yang diatur orang tuanya dengan seorang pria beristri. Dia justru bertemu anak motor dan menjadikannya pacar pura-pura.
Tak disangka pria yang dia kira bad boy itu adalah CEO di perusahaan yang baru saja menerimanya sebagai sekretaris.
Namun, Aira tetap menyembunyikan status Antares yang seorang CEO pada kedua orang tuanya agar orang tuanya tidak memanfaatkan kekayaan Antares.
Apakah akhirnya mereka saling mencintai dan Antares bisa melepas Aira dari ketergantungan obat penenang itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 24

Aira duduk di salah satu meja restoran, matanya terus mengarah pada pintu masuk. Sudah hampir setengah jam berlalu, tapi Antares belum juga muncul. Sesekali dia memandangi ponselnya, berharap ada kabar dari Antares.

"Pak Ares kenapa tidak datang-datang?" gumamnya, sembari mengaduk minuman di depannya.

Hening itu akhirnya terpecah ketika sebuah pesan masuk. Aira segera membukanya.

Aira, aku sedikit terlambat. Jalanan sangat macet. Kamu tunggu di private room yang sudah aku pesan.

Membaca pesan itu, Aira tersenyum kecil. "Tadi saja maksa ketemu, sekarang malah terlambat," ucapnya pelan sambil menggeleng. Pandangannya beralih ke sekeliling restoran. "Tapi private room restoran ini di mana ya?" tanyanya pada dirinya sendiri.

Saat dia berdiri hendak bertanya pada pelayan, sebuah suara familiar memanggil namanya.

"Aira!"

Aira menoleh dan mendapati Rizal berdiri tidak jauh darinya.

"Kamu sama siapa?" tanya Rizal, sambil mendekat. "Pak Ares?"

"Iya, tapi Pak Ares bilang terjebak macet," jawab Aira singkat, berharap pembicaraan tidak berlangsung lama.

Rizal duduk di kursi yang berada di dekat Aira. "Kebetulan sekali. Aku juga baru saja bertemu Pak Rion di private room. Aku tidak menyangka Pak Rion ternyata keluarga Pak Ares juga. Mungkin Pak Ares sengaja mengajak kamu ke sini untuk membahas produk baru mereka," katanya santai.

Aira hanya tersenyum kecil sambil mengambil minumannya. Dia meneguknya perlahan, mencoba meredakan perasaan aneh yang mulai menghinggapinya. Apa dia yang sudah terlalu berharap pada Antares? Nyatanya, Antares mungkin hanya ingin membahas pekerjaan bukan perasaan.

"Kamu cantik sekali hari ini," kata Aira.

Aira tersenyum kecil. "Terima kasih," jawabnya singkat. Tangannya refleks meraih ponsel, berharap ada pesan baru dari Antares. Namun, layarnya tetap sepi, tanpa notifikasi.

"Kamu apa kabar sekarang?" tanya Rizal tiba-tiba. "Bagaimana kesehatan kamu?"

Aira mengangkat pandangannya. Dia tahu apa yang Rizal maksud. Pria itu adalah salah satu orang yang tahu tentang kondisi mentalnya di masa lalu. Bahkan, alasan utama dia memutuskan hubungan mereka karena dia tak ingin menjadi beban bagi Rizal.

"Sudah membaik," jawabnya pelan. "Aku sudah tidak tinggal dengan keluargaku lagi."

Rizal mengangguk, tapi matanya menunjukkan sesuatu yang lebih dalam. "Aira, kenapa waktu itu kamu buru-buru memutuskanku? Aku bisa menerima kamu apa adanya. Jujur saja, sampai sekarang aku masih mencintai kamu."

Aira terdiam, tak tahu harus merespons apa. Luka lama yang sudah lama dia pendam kembali terasa. Dia menghela napas pelan sebelum berkata. "Aku tidak mau keluargaku memanfaatkanmu. Kamu terus saja memberi mereka uang. Aku tidak bisa membiarkan itu."

"Aira," Rizal menatapnya dengan penuh penyesalan. "Aku sama sekali tidak keberatan. Aku akan selalu bantu kamu, sebisaku. Setelah kamu memutuskanku, aku seperti kehilangan arah. Aku benar-benar tidak punya tujuan lagi."

Aira tersenyum kecil, meski hatinya terasa berat. "Sudah satu tahun berlalu. Kamu harus move on."

"Aku tahu," Rizal mengangguk pelan, "tapi aku yakin kamu memutuskanku bukan karena kamu tidak mencintaiku lagi. Kamu terlalu mencintaiku, sampai kamu tidak ingin menyusahkanku."

Aira tertawa kecil mendengar hal itu. "Kamu terlalu percaya diri."

"Tapi itu benar, kan? Aku selalu bisa membaca pikiran kamu."

Aira menatapnya beberapa detik sebelum berkata pelan, "Iya, aku dulu memang terlalu mencintai kamu. Kalau kamu bisa membaca pikiranku, kamu pasti tahu bagaimana perasaanku sekarang."

Rizal tersenyum kecil. "Tentu saja. Aku tahu. Kamu sudah move on dariku. Pasti Pak Ares yang sekarang berhasil mengambil hati kamu. Aku melihat tatapan matanya tidak bisa lepas menatapmu."

Aira hanya tersenyum kecil, enggan menanggapi lebih jauh. "Aku tidak mau berharap lebih pada Pak Ares."

Percakapan mereka terhenti ketika ponsel Aira bergetar. Sebuah pesan masuk dari Antares. Dengan cepat, dia membukanya.

Aku tidak jadi datang. Kamu tidak perlu menungguku.

Aira mengernyitkan dahi. Dia terkejut sekaligus kecewa membaca pesan itu. "Pak Ares tidak jadi ke sini," katanya pelan.

Rizal tersenyum tipis. "Kalau begitu, bagaimana kalau kita pesan makanan saja?"

Aira terdiam sejenak, memandangi layar ponselnya sebelum akhirnya mengangguk. "Baiklah."

...***...

Antares turun dari mobilnya sambil menggenggam erat sebuket bunga mawar merah yang sudah dipilihnya. Dia masuk ke dalam restoran itu. Namun, langkahnya berhenti saat matanya menangkap pemandangan di dalam.

Di salah satu meja dekat jendela, Aira duduk bersama Rizal. Mereka terlihat begitu akrab, tertawa kecil sambil berbicara dengan intens. Antares menggigit bibirnya, mencoba menahan emosi yang perlahan menguasai dirinya.

Alih-alih mendekati mereka, dia memilih duduk di salah satu meja di belakang keduanya agar bisa mendengar apa yang mereka bicarakan.

"Iya, aku dulu memang terlalu mencintai kamu. Kalau kamu bisa membaca pikiranku, kamu pasti tahu bagaimana perasaanku sekarang."

Antares tidak ingin mendengar perkataan mereka berdua. Dia meletakkan bunga itu di atas meja kosong di dekatnya, lalu berdiri dan berjalan keluar restoran tanpa menoleh lagi.

Antares masuk ke mobilnya dengan langkah tergesa. Setelah pintu tertutup rapat, dia mengirim pesan pada Aira bahwa dia tidak bisa datang. Baru saja dia merasakan manisnya jatuh cinta, tapi sekarang dia sudah merasakan patah hati lagi.

Kemudian dia menyalakan mesin mobil dan melajukannya dengan kecepatan tinggi. Suara mesin meraung di jalanan, seakan menjadi pelampiasan dari emosi yang tak mampu dia ungkapkan.

Mobilnya berhenti di depan sebuah basecamp yang menjadi tempat berkumpul gengnya. Antares turun, melepas jasnya, dan melemparkannya ke kursi mobil sebelum menutup pintu dengan keras. Beberapa anggota geng yang sedang berkumpul di halaman terkejut.

"Gawat! Ada bos! Cepat sembunyikan minumannya!" seru salah satu dari mereka.

Namun, Antares sudah lebih dulu meraih botol minuman beralkohol yang ada di meja. Dia menatap mereka dengan tajam. "Berapa kali aku bilang, berhenti minum!"

"I-iya, bos. Maaf," salah satu dari mereka menjawab tergagap.

Tanpa berkata apa-apa lagi, Antares membuka tutup botol dan menuang isinya ke gelas.

"Bos ... mau apa?" tanya Miko.

Antares tidak menjawab. Dia langsung meneguk isi gelas itu dalam satu kali minum. Rasa panas mengalir di tenggorokannya, tapi itu tidak seberapa dibandingkan rasa sakit di hatinya. Dia mengambil rokok dari saku Miko, menyulutnya dengan gerakan kasar, lalu menghembuskan asap ke udara.

"Aku patah hati lagi," gumamnya pelan, tapi cukup jelas untuk didengar semua orang.

"Patah hati? Memang bos ditolak sama Aira?"

Antares menggeleng, senyum getir muncul di wajahnya. "Aku bahkan belum sempat bilang perasaanku. Tapi dia belum selesai dengan masa lalunya."

"Kenapa tidak coba bilang? Siapa tahu Aira—"

"Tidak!" potong Antares tajam. "Aku tidak mau semakin sakit hati. Sebelum aku jatuh cinta lebih dalam, lebih baik aku mengakhirinya sekarang."

Dia kembali meneguk minuman itu hingga botolnya hampir kosong. Kepalanya mulai terasa ringan, dunia di sekitarnya sedikit berputar.

"Miko," katanya sambil meletakkan gelas di meja. "Malam ini biarkan aku di sini. Jangan bawa aku pulang."

Antares merebahkan tubuhnya di sofa usang di sudut ruangan. Asap rokok perlahan memudar, tapi rasa sakit di hatinya masih mengendap.

1
kaylla salsabella
kan bener ...sikap Ares berubah
sunshine wings
Yaaa.. Cinta itu buta makanya ndaa mengenal siapa.. 🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️♥️♥️♥️♥️♥️
sunshine wings
Ares bucin 🤣🤣🤣🤣🤣
Jossy Jeanette
aress...jangan sampai menyesal hanya mendengar saja tdk klarifikasi
sunshine wings
Perjuangan dalam melawan mental diri.. Cinta dan kekuasaan diri.. Membuat kita membaca ikutan tangguh dalam apa jua keadaan..💪💪💪💪💪
Mantap sekali.. 👏👏👏👏👏
👍👍👍👍👍
♥️♥️♥️♥️♥️
⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️
Mrs.Riozelino Fernandez
lah....malah saling marah jadinya 😆😆😆
Uba Muhammad Al-varo
ayo Ares jangan lah ego yang kamu gedein, berpikirlah dengan jernih, tanyakan kepada Aira, apa yang sebenarnya terjadi antara Rizal dan Aira.
yellya
cian ares ,patah hati maning🤭
Uba Muhammad Al-varo
umur Ares udah matang tapi kenapa pikiran nya kaya anak kecil, sungguh mebagongkan.
kaylla salsabella
wah habis ini sikap Ares akan berubah
mbok Darmi
apa yg kamu lihat ngga sesuai dgn jalan pikiran mu knp ngga samperin dan ngomong terus terang malah salah paham
Siti Zaid
Thor ..kakak berharap sangat Aira bisa bersama Ares...bantu mereka supaya bisa bersama...please😔
Salim S
gara2 sebotol minuman dia jalan sempoyongan...yuk sambil nyanyi bacanya...kenapa lainnya ke minuman bisa kan ke hal2 yg positif...hadeeeeh...
ast
Layu sebelum berkembang /Sweat/
Nandi Ni
ternyata cinta dan keyakinanmu setipis tissu dibagi 10,makanya dengerin sampai tuntas biar ga salah paham
Jossy Jeanette
ayo pak ares gercep seblm aira di ambil pak tizal kembali
Uba Muhammad Al-varo
persaingan dimulai antara Rizal dan Ares tuk mendapatkan cintanya Aira
kaylla salsabella
wah bisa tambah klepek klepek pak Ares
kaylla salsabella
wah ternyata si mantan
M Nurhalimah
Antares cumburu
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!