Di tolak tunangan, dengan alasan tidak layak. Amelia kembali untuk balas dendam setelah delapan tahun menghilang. Kali ini, dia akan buat si tunangan yang sudah menolaknya sengsara. Mungkin juga akan mempermainkan hatinya karena sudah menyakiti hati dia dulu. Karena Amelia pernah berharap, tapi malah dikecewakan. Kali ini, gantian.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
*15
Tentu saja Citra semakin dibuat kesal akan kata-kata Resta. Bagaimana tidak? Dia adalah calon nyonya muda keluarga Amerta. Masa ada orang yang dengan beraninya bicara begitu pada dirinya. Mana orang itu adalah pelayan dan dokter yang bekerja untuk keluarga Amerta lagi.
"Lancang! Siapa kamu berani bicara seperti itu padaku. Aku ini calon nyonya muda keluarga Amerta. Jaga sopan santun mu padaku." Nada tinggi Citra keluarkan.
Ingin sekali sebenarnya tangan Citra melayang. Tapi, tidak bisa dia lakukan. Dia tahu kalau Resta adalah dokter keluarga Amerta yang baru. Sejak pertama bertemu, dia sudah tidak suka Resta. Dari tatapan mata wanita itu, Citra bisa merasakan kalau Resta punya ambisi yang besar untuk mengejar sesuatu.
Saat itu, Citra langsung meminta Ricky mengganti dokter pribadi agar Resta tidak lagi bisa berlagak di depannya. Sayang, Ricky tidak pernah mau mengikuti apa yang dia katakan. Terutama dalam urusan keluarga Amerta.
Ricky bilang, Resta pantas untuk menjadi dokter keluarga Amerta karena jasa papanya yang luar biasa. Meskipun usia gadis itu masih sangat muda, tapi kinerjanya tidak perlu diragukan lagi. Dia lulusan dokter terbaik di dalam negeri. Jadinya, tidak ada yang perlu diragukan tentang Resta menurut Ricky.
Tapi, Citra tidak mau menyerah. Dia tetap meminta Ricky untuk mempertimbangkan dokter pribadi yang lain. Tapi sayang, penolakan keras tetap Ricky lakukan. Hal tersebut membuat Resta besar kepala seperti saat ini. Dia merasa dipertahankan, lalu begitu berani melawan Citra yang jelas-jelas adalah calon majikan masa depan.
Tawa kecil Resta lontarkan ketika melihat wajah kesal Citra. Ucapan Citra yang menegaskan bahwa dirinya adalah nyonya masa depan itu membuat Resta ingin sekali memberikan kesadaran pada Citra. Bahwa Citra, hanya punya status sebagai tunangan, tidak lebih.
"Apa yang kamu tertawakan, ha? Dasar kurang ajar!"
Citra berucap sambil ingin melayangkan tamparan karena terlalu kesal. Tapi, tentu saja usahanya langsung gagal akibat gerakan sigap Resta yang langsung menahan tangannya dengan cepat.
"Nona Citra. Jangan main tangan. Jangan terlalu kasar jadi perempuan. Karena, kalau tuan muda tahu, anda akan dalam masalah besar nantinya."
Mata Citra semakin membulat.
"Kamu!"
"Lepaskan!"
"Aku ingatkan padamu, Nona Citra. Kami di sini hanya menjalankan perintah tuan muda Ricky. Karena dia butuh istirahat yang tenang, jadi tidak mengizinkan anda masuk ke dalam."
Setelahnya, Resta beranjak kesamping untuk lebih dekat dengan Citra. Lalu, dia berbicara di kuping Citra dengan suara pelan.
"Tunangan yang hanya sebatas nama. Pikirkanlah dengan baik apa posisi anda di dekat tuan muda, nona Citra."
Setelah berucap, Resta kembali menarik diri untuk menjauh. Senyum mengejek dia perlihatkan.
"Silahkan kembali, nona. Temui tuan muda setelah anda mendapatkan izin darinya," ucap Resta sambil melangkah masuk ke dalam rumah meninggalkan Citra yang sedang terpaku gara-gara syok dengan ucapan Resta sebelumnya.
Sementara itu, di kamarnya, Ricky sedang bicara dengan si asisten pribadi.
"Maafkan saya, tuan muda. Jika bukan karena saya, tuan muda pasti tidak akan terluka seperti ini," ucap Fendi dengan wajah yang terlihat sangat menyesal untuk yang ke sekian kalinya.
"Sudah aku katakan, Fendi. Ini bukan salah kamu. Tapi, berkat kamu aku jadi tahu satu hal. Ternyata, dia masih hidup, Fen. Kecurigaan aku selama ini ternyata benar. Dia tidak mati. Dia masih hidup," ucap Ricky dengan mata yang terlihat agak berbinar karena bahagia.
Wajah bersalah yang sebelumnya Fendi perlihatkan lenyap seketika. Mendadak, wajah bingung langsung terlihat.
"Maksud, tuan muda? Siapa yang tidak mati? Siapa yang masih hidup? Saya ... tidak mengerti sedikitpun."
Senyum manis langsung terlihat dari wajah kaku nan dingin yang sebelumnya tidak pernah memperlihatkan wajah manis sama sekali. Hampir delapan tahun Fendi bekerja menjadi tangan kanan kepercayaan seorang tuan muda Amerta, tidak sekalipun melihat tuan muda itu menarik bibir untuk mengukir senyum manis selebar senyum yang terlihat barusan. Ini adalah kali pertama Fendi melihat senyum manis tersebut.
Tentu saja, Fendi langsung takjub akan senyum tersebut. Mungkin, masa lalu Ricky terlalu suram. Dan, masa lalu itulah yang mengubah pria tampan itu menjadi dingin. Sekarang, ketika masa lalu itu muncul lagi, gunung es kutub utara langsung mencair gara-gara matahari datang dari masa lalu itu.
"Tu-- tuan muda. Anda ... ternyata bisa senyum lebar juga," ucap Fendi tanpa sadar.
Sontak. Mata tajam langsung menatap ke arah Fendi. Yang seketika langsung mengubah suasana hangat menjadi mencekam.
"Anu, tuan muda. Maafkan saya. Itu ... siapa yang sebenarnya anda katakan masih hidup tadi?"
"Kamu juga akan tahu nantinya."
"Untuk ucapan mu sebelumnya, kamu pikir aku tidak punya emosi, Fendi? Aku juga manusia. Tentu saja aku bisa tersenyum, bahkan tertawa. Hanya saja, pada sesuatu yang tepat untuk membuat aku bahagia."
Fendi langsung berpikir. Selama ini, ternyata tuan mudanya masih tidak menemukan kebahagiaan. Tender besar yang mereka menangkan masih belum mampu menarik rasa bahagia untuk tuan mudanya. Beberapa hal lucu yang bagi Fendi sungguh mampu mengocok perut, masih tidak lucu bagi Ricky. Dan, banyak hal lain yang begitu membahagiakan bagi Fendi, tapi ternyata, tidak cukup membahagiakan bagi Ricky.
Lalu sekarang, hanya karena seorang yang sudah memukul Ricky, yang menyebabkan pria itu masuk rumah sakit gara-gara luka dalam akibat pukulan yang kuat. Seseorang yang datang dengan semua kekacauan, ternyata mampu membuat Ricky bahagia. Masa lalu Ricky terlalu penuh misteri bagi Fendi.
Tapi, karena orang itu mampu menarik senyum Ricky keluar, Fendi semakin merasa penasaran dengan orang tersebut. Karena, selama ini, tidak ada hal yang membahagiakan untuk tuan mudanya. Walau sebesar apapun kebahagiaan yang sudah Fendi saksikan selama menjabat sebagai asisten pribadi dari tuan muda tersebut.
"Fendi."
"Ya, tuan muda."
"Kerahkan lebih banyak mata-mata. Gali informasi sebanyak mungkin tentang ketua dari kelompok kupu-kupu hitam. Aku ingin tahu sekecil apapun berita terbaru tentang kelompok itu."
"Baik, tuan muda. Akan saya laksanakan secepatnya."
"Jangan kecewakan aku, Fendi. Jika kamu berhasil, bonus tahunan akan aku gandakan tiga kali lipat."
"Wah. Serius, tuan muda?" Fendi tanpa sengaja bertanya dengan mata yang berbinar karena bahagia.
Eh ... yang ia dapatkan malah tatapan tajam yang menusuk. Rasa bahagia yang sebelumnya dia rasakan langsung sirna seketika. Langsung berganti dengan perasaan ngeri secara mendadak.
"Anu, maaf, tuan muda. Tidak sengaja. Terlalu bahagia."
"Hm. Aku tidak pernah berbohong. Lakukan pekerjaan mu sekarang juga. Jika kamu berhasil, bonus akan menyusul. Tapi, jika gagal, lihat saja apa akibatnya."
"Ba-- baik tuan muda. Akan saya laksanakan."
"Permisi."
Hanya Fendi yang imannya cukup kuat untuk tetap berada di samping Ricky. Karena sekali tatapan tajam itu terlihat, biasanya, karyawan kantor akan bungkam seketika. Bahkan, ada yang langsung menghindar untuk bertemu Ricky.
🌹 dulu... nanti lanjut lagi