"Sepuluh juta untuk satu bulan," Seorang wanita cantik menyodorkan uang dua gepok didepan seorang wanita lain.
Wanita yang diberi menelan ludah dengan susah payah, melihat dua tumpuk uang yang ada didepan mata.
"Jika kamu bekerja dengan baik, saya akan tambahkan bonus," Kata wanita kaya itu lagi.
"B-bonus," Sasmita sudah membayangkan berapa banyak uang yang akan dia terima, dengan begitu Sasmita bisa memperbaiki ekonomi hidupnya
"Baik, saya bersedia menjadi pelayan suami anda,"
Yang dipikir pekerjaan pelayan sangatlah mudah dengan gaji yang besar, Sasmita yang memang pekerja rumah tangga bisa membayangkan apa saja yang akan dia kerjakan.
Namun siapa sangka pekerjaan yang dia pikir mudah justru membuatnya seperti di ambang kematian, Sasmita harus menghadapi pria yang temperamental dan tidak punya hati atau belas kasihan.
Bagaimana Sasmita akan bertahan setelah menandatangani perjanjian, jika tidak sanggup maka dirinya harus mengembalikan dua kali lipat uang yang sudah dia terima
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lautan Biru, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Apa kamu menyukai putra saya
Pagi-pagi sekali Sasmita sudah bangun dan sedang berada di dapur, sempat tadi keluar rumah setelah subuh untuk membeli bahan makanan, kini wanita itu sedang berkutat di dapur untuk membuat sarapan.
"Kenapa bangunnya pagi sekali, hm.."
Sasmita sempat tersentak saat Hardi memeluknya dari belakang.
"Kamu bikin aku kaget Mas."
Hardi memeluk Sasmita dan menyandarkan dagunya di bahu Sasmita. Keadaanya memang sudah membaik, hanya saja jalannya masih sedikit pincang karena masih butuh penyesuaian.
"Padahal aku masih kangen, dan pengen peluk kamu," Ucap Hardi sambil mengecup pipi Sasmita. "Emangnya gak bisa tinggal satu malam lagi?" Katanya dengan nada penuh harap.
Sasmita menggeleng pelan, tubuhnya bergeser dan kini keduanya bisa saling menatap.
"Maaf Mas, aku hanya diberi waktu sampai pagi. Aku gak enak Mas, kalau melanggar."
Hardi menghembuskan napas panjang, dipeluknya kembali tubuh sang istri.
"Yaudah deh, nanti kamu pulang lagi..aku mau menebus malam pertama kita yang hilang."
Bluss
Wajah Sasmita mendadak hangat, semburat merah muncul di wajahnya.
"I-iya Mas." Ucapnya dengan lirih.
*
*
Saat Rita keluar dari kamar matanya memicing melihat makanan diatas meja, bukan hanya itu tapi dua orang yang sedang duduk sambil bercanda.
"Bu," Sapa Sasmita yang menyadari kehadiran ibu mertuanya.
Sasmita bangun dan memberi salam meskipun Rita tampak dingin.
"Mita sudah masak banyak Bu, jadi ibu tak perlu repot membuat Lilis datang untuk memasak."
Ucapan Hardi membuat senyum Rita kecut, wanita itu melirik Sasmita sinis.
"Tetap saja, dia tidak akan setiap hari memasak." Ucapnya dengan ketus.
Sasmita hanya diam dengan tatapan menunduk.
"Hardi sudah sembuh Bu, Hardi yang akan memasak untuk ibu.." Timpal Hardi yang jelas membela istrinya.
Sasmita tersenyum, ia tahu suaminya tak setega itu jika ingin berselingkuh.
"Alah.. kamu pasti di rayu sama dia kan.. agar kamu jangan dekat-dekat dengan Lilis!" Hardik Bu Rita dengan tatapan tajam.
Sasmita mendongak menatap wajah ibu mertuanya tak percaya.
"Bu, biarpun saya tidak merayu tapi Mas Hardi sadar dengan posisinya yang sudah punah istri."
Rita semakin menajamkan matanya, "Jadi kamu menuduhku!"
"Bu, sudah.." Hardi menatap ibunya dengan wajah memelas.
"Sasmita benar, seharunya ibu tak perlu membawa Lilis dalam rumah tangga Hardi,"
Bu Rita semakin meradang, wajahnya berubah muram.
"Kamu sama saja, sekarang kamu berani melawan setelah apa yang ibu lakukan untuk mendapatkan biaya operasi mu!" Bu Rita menatap Hardi dengan tatapan tajam dan marah.
"Bukan begitu Bu, tapi-"
"Ibu menyesal sudah membantumu Hardi, ibu tak menyangka jika kamu akan membela perempuan itu dari pada ibu yang melahirkan mu."
Brak
Bu Rita pergi dengan kemarahan yang dimiliki, sedangkan Hardi hanya bisa mengusap wajahnya dengan kasar.
"Sabar Mas, nanti kamu minta maaf ke ibu. Biar bagaimanapun ibu sudah berusaha membantu kita." Sasmita menyentuh tangan Hardi, dengan senyumnya.
Senyum yang siapa saja melihatnya akan merasa damai.
"Maafkan ibu Sayang, ibu belum bisa menerima kamu." Ucap Hardi dengan tatapan sendu.
Sasmita mengangguk, ia mengerti akan hal itu.
"Nanti aku akan cari kerja, kalau keadaan kakiku sudah normal,"
"Iya, Mas.. apapun yang kamu lakukan aku mendukungnya."
Keduanya memilih untuk sarapan bersama setelah terjadinya perdebatan tadi. Hingga saat Sasmita pamit kembali bekerja ibu mertuanya juga tak menunjukan batang hidungnya.
"Hati-hati di jalan, kabari aku kalau sudah sampai," Hardi mencium kening Sasmita.
"Hm..aku pergi dulu." Sasmita mencium punggung tangan suaminya dan berlalu pergi.
Hingga Hardi kembali masuk dan berpapasan dengan ibunya.
"Ibu mau kemana?" Tanya Hardi yang melihat penampilan ibunya sangat rapi, di tangannya ada tas seperti ingin berpergian.
"Mau shoping, ibu pusing karena ulah istrimu!" Ucapnya dengan nada yang masih kesal.
"Shoping? Memangnya ibu punya uang?"
Bu Rita mendelikkan matanya, "Kamu pikir ibu tidak punya uang, hah! Sudahlah ibu mau pergi dengan Lilis."
Bu Rita keluar rumah dengan tergesa, sedangkan Hardi hanya bisa melihat punggung ibunya dengan perasaan nanar.
"Kapan ibu akan menerima Sasmita Bu." Katanya lirih.
*
*
Sasmita sampai dikediaman Fernandez saat suasana rumah sudah sepi. Briana yang setiap pagi pergi bekerja, begitu juga dengan Tuan Rio, mereka akan berangkat bersama dengan satu mobil. Begitulah yang dilihat Sasmita.
Saat melewati pintu samping, Sasmita melihat nyonya Mayang yang duduk di taman. Sasmita seperti melihat punggung kesepian itu.
"Mbak Mita," Ucap Cika yang baru saja keluar sambil membawa teh untuk nyonya Mayang.
"Pagi Cika," Sapa Sasmita.
Interaksi keduanya di dengar oleh nyonya Mayang.
"Sasmita aku ingin bicara denganmu!"
Sasmita dan Cika saling tatap, sebelum akhirnya Sasmita meminta nampan yang Cika bawa dan menghampiri nyonya Mayang.
"Ini tehnya nyonya, dan maaf saya datang terlambat." Ucap Sasmita dengan wajah tertunduk.
Itulah yang dipikirkan Sasmita saat nyonya Mayang ingin bicara, karena dirinya terlambat datang.
"Apa kamu menyukai putra saya."
Deg
...****...
Lah..si nyonya ngadi-ngadi...