Blokeng adalah seorang pemuda berusia 23 tahun dengan penampilan yang garang dan sikap keras. Dikenal sebagai preman di lingkungannya, ia sering terlibat dalam berbagai masalah dan konflik. Meskipun hidup dalam kondisi miskin, Blokeng berusaha keras untuk menunjukkan citra sebagai sosok kaya dengan berpakaian mahal dan bersikap percaya diri. Namun, di balik topengnya yang sombong, terdapat hati yang lembut, terutama saat berhadapan dengan perempuan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Esa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18: Nyaris Mati Terlindas Truk Kontainer
Hari itu terasa begitu panas, dan Blokeng sudah kehilangan semangatnya setelah petualangan konyol dengan elang. Dalam perjalanan pulang, ia merasakan keletihan yang luar biasa, namun rasa ingin tahunya terus mendorongnya untuk menjelajahi lingkungan sekitar. Dengan langkah longlai, ia melanjutkan perjalanan sambil sesekali melirik ke arah jalan raya.
Di tengah perjalanan, sebuah truk kontainer besar melaju kencang di depannya. Blokeng yang tidak memperhatikan arah jalan, tersengat rasa lapar dan berusaha mencari warung makan terdekat. Namun, tanpa disadari, ia melangkah terlalu dekat ke pinggir jalan. Dalam kebingungannya, ia mendengar suara mesin truk yang menggelegar mendekat.
“Eh, sialan!” serunya sambil melangkah maju, mencoba menghindari pemandangan kendaraan yang lewat. Tetapi, langkahnya sudah terlanjur membuatnya berada di jalur truk yang sedang melaju. Ketika ia menyadari bahaya yang mengancam, truk kontainer itu sudah berada di hadapannya dengan kecepatan tinggi.
“Hah?! Kapan datangnya?” teriak Blokeng, matanya membelalak. Dalam sekejap, instingnya bekerja, dan ia melompat ke samping dengan cepat, hampir saja terlambat. Suara bising dari truk itu begitu menggelegar, dan getaran dari jalur aspal terasa sangat mendalam.
Truk kontainer itu melaju melewatinya, dan seakan mengabaikan keberadaan Blokeng yang hampir saja menjadi korban kecelakaan. Rasa jantungnya berdegup kencang, dan tubuhnya bergetar ketakutan. “Akhirnya aku benar-benar nyaris mati!” ucapnya, berusaha menenangkan diri sambil mengambil napas panjang.
Blokeng duduk di pinggir jalan, memegang dadanya yang berdegup kencang. “Sungguh sial, hari ini,” gumamnya. Ia merasa bodoh karena tidak memperhatikan lingkungan sekitar. Namun, dalam situasi tersebut, ia masih tidak bisa menahan rasa humornya.
“Truk itu hampir saja jadi kendaraan terakhirku,” canda Blokeng pada dirinya sendiri. Namun, ketika pandangannya terfokus kembali pada jalanan, ia melihat truk tersebut berhenti beberapa puluh meter di depannya.
“Eh, ada apa?” pikirnya. Ia berdiri dan melangkah mendekat, penasaran dengan apa yang terjadi. Dalam perjalanan ke arah truk, Blokeng melihat seorang pria berjaket hitam keluar dari kabin truk, dengan wajah cemas.
Pria itu langsung berlari ke arahnya. “Kau baik-baik saja?” tanyanya, matanya melirik penuh khawatir. “Aku tidak melihatmu!”
“Ya, aku baik-baik saja, hanya saja nyaris jadi pancake!” jawab Blokeng dengan nada sarkastis. “Tapi terima kasih sudah bertanya.”
Pria itu tampak lega mendengarnya, namun wajahnya masih terlihat tegang. “Kau harus lebih berhati-hati di jalan. Banyak yang bisa terjadi jika kau tidak memperhatikan,” ucapnya serius.
“Bisa jadi, dan mungkin lain kali aku akan ingat untuk tidak melawan elang juga!” canda Blokeng, berusaha mencairkan suasana. Namun, pria itu tampaknya tidak merespon candanya dan lebih memilih untuk memeriksa truknya.
Setelah beberapa saat, pria itu kembali mendekat. “Kau mau ikut aku ke tempat makan? Aku bisa traktir. Sebagai permintaan maaf karena hampir melindasmu,” tawarnya.
Blokeng berpikir sejenak, perutnya sudah mulai keroncongan. “Makanan? Kenapa tidak! Lagipula, aku juga ingin menceritakan petualanganku melawan elang!” jawabnya dengan semangat.
Setelah memastikan truk dalam keadaan aman, pria itu mengajak Blokeng naik ke dalam kabin. Selama perjalanan, mereka bercakap-cakap. Blokeng menceritakan berbagai kejadian konyol yang pernah dialaminya, termasuk elang yang hampir menghancurkannya dan semua masalah yang pernah ia hadapi.
Pria itu tertawa mendengar cerita-cerita konyol Blokeng. “Kau punya kehidupan yang menarik! Pasti banyak yang ingin mendengar ceritamu,” ujarnya, mencoba memahami karakter Blokeng yang humoris meskipun sering terjebak dalam situasi aneh.
Setelah beberapa menit berkendara, mereka tiba di warung makan sederhana yang menyajikan berbagai makanan lokal. Blokeng turun dengan penuh semangat, matanya berbinar melihat menu yang terpampang.
“Makanan di sini terlihat enak!” serunya. Mereka duduk di meja dekat jendela, dan Blokeng mulai memesan berbagai hidangan. Sambil menunggu makanan datang, mereka melanjutkan obrolan, Blokeng yang lebih banyak bicara, sementara pria itu mendengarkan dengan baik.
Ketika makanan akhirnya datang, Blokeng tidak sabar untuk mencicipi semuanya. “Hampir mati, lalu dapat makan gratis! Ini hari yang luar biasa,” ucapnya sambil tersenyum lebar.
Pria itu tertawa, “Ya, kau harus lebih sering nyaris mati supaya bisa dapat makan gratis!”
Mereka berdua melanjutkan perbincangan dengan penuh tawa, mengubah momen yang hampir berujung tragedi menjadi kenangan menyenangkan. Blokeng menyadari bahwa meskipun hidupnya dipenuhi dengan keanehan dan bahaya, selalu ada kesempatan untuk menikmati momen dan menemukan teman baru dalam situasi yang tidak terduga.
Akhirnya, setelah puas makan dan berbagi cerita, Blokeng berpamitan dengan pria itu. “Terima kasih atas makanannya! Dan ingat, lain kali hati-hati di jalan!”
“Dan kamu juga, ingat jangan melawan elang!” pria itu membalas dengan senyum.
Dengan langkah ringan, Blokeng kembali melanjutkan petualangan hidupnya, kali ini dengan lebih berhati-hati dan penuh semangat baru. Hari itu mengajarinya bahwa meskipun kehidupan penuh dengan risiko, terkadang hal-hal tak terduga dapat memberikan pelajaran dan pengalaman yang berharga.
Setelah petualangan yang mendebarkan dengan elang, Blokeng melanjutkan perjalanannya dengan perasaan campur aduk. Meski masih terengah-engah, semangatnya mulai bangkit kembali. Namun, pikiran tentang kelakuan konyolnya terus menghantuinya. "Sungguh bodoh aku, hampir saja jadi sarapan elang," gumamnya sambil melangkah menelusuri trotoar yang berdebu.
Tak jauh dari situ, suara bising dari jalan raya menarik perhatiannya. Sebuah truk kontainer besar melaju kencang, dan tanpa sadar, Blokeng melangkah lebih dekat ke pinggir jalan, terpesona oleh lalu lintas yang ramai. “Eh, sialan!” teriaknya, menyadari bahwa dia sudah terlalu dekat dengan jalan raya. Seketika, suara mesin truk yang menggelegar membuatnya panik.
Kepanikan membuatnya berlari ke arah trotoar, tetapi dia tidak cukup cepat. Truk kontainer itu melaju mendekat dengan kecepatan tinggi, dan semua terasa lambat. “Ayo, cepat!” teriaknya dalam hati, berusaha menyelamatkan diri. Dalam sekejap, truk itu melintas di sampingnya, membuat debu dan angin kencang menerpa wajahnya.
Blokeng terjatuh ke tanah, menggelinding beberapa kali sebelum akhirnya berhenti. Dia merasakan jantungnya berdegup kencang, nyaris tak percaya dia masih hidup. “Hampir mati, hampir jadi pancake!” ia terbahak, berusaha menenangkan diri meskipun adrenaline masih mengalir deras.
Setelah memastikan truk itu sudah jauh pergi, Blokeng berdiri dan mengusap debu dari pakaiannya. Dia menghela napas panjang, mencoba mengatur pikirannya. “Sepertinya aku perlu belajar untuk tidak melawan kendaraan berat,” ujarnya sambil tersenyum konyol pada dirinya sendiri.
Di tengah perenungannya, sebuah suara memanggilnya dari belakang. “Eh, kamu baik-baik saja?” Seorang pria bertubuh kekar dengan wajah khawatir mendekatinya. “Aku lihat kamu hampir saja ditabrak truk.”
“Ya, aku baik-baik saja. Cuma hampir terjebak di bawah ban truk,” jawab Blokeng, berusaha bercanda meskipun keringat dingin mulai mengalir di pelipisnya.
Pria itu menatapnya dengan tidak percaya. “Kau harus lebih berhati-hati di jalan. Banyak yang bisa terjadi kalau kamu tidak memperhatikan.”
“Tentu saja! Hari ini sudah cukup dramatis untuk satu hari,” Blokeng mengakui sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Setelah mereka berbincang-bincang sebentar, pria itu mengajak Blokeng untuk pergi ke warung terdekat. “Ayo, aku traktir kamu makan. Sebagai ucapan terima kasih karena kamu masih hidup!” tawarnya.
“Kenapa tidak? Makan gratis selalu terdengar menarik!” Blokeng menjawab antusias.
Mereka menuju warung makan sederhana yang tidak jauh dari situ. Blokeng merasa bersyukur atas kesempatan ini, sambil memikirkan bahwa dia baru saja menghindari maut. Selama di warung, mereka tertawa dan berbagi cerita konyol. Blokeng menceritakan tentang pengalamannya melawan elang, dan pria itu juga mengisahkan tentang kebodohan yang pernah dia alami saat remaja.
Setelah puas makan, Blokeng kembali ke jalan sambil merenung. “Sepertinya aku butuh lebih banyak pengalaman seperti ini,” katanya kepada dirinya sendiri, memutuskan bahwa hidupnya harus lebih berwarna.
Ketika melanjutkan perjalanan, Blokeng merasakan semangatnya pulih. “Hari ini bukan hanya sekadar nyaris mati, tetapi juga mendapat teman baru dan makanan enak!” ucapnya sambil berjalan, merasa bersyukur atas semua yang telah terjadi.
Namun, saat melangkah, ia tidak menyadari bahwa di depannya, ada jalan berlubang yang bisa saja menjebaknya dalam masalah baru. “Ah, apalagi yang bisa terjadi?” pikirnya sambil tersenyum lebar, yakin bahwa dia bisa menghadapi apa pun yang datang.
Dengan semangat yang baru, Blokeng melanjutkan petualangannya, siap menghadapi tantangan-tantangan berikutnya, walaupun di dalam hati, ia berjanji untuk lebih berhati-hati.