"Cuma karna I-Phone, kamu sampai rela jual diri.?" Kalimat julid itu keluar dari mulut Xander dengan tatapan mengejek.
Serra memutar malas bola matanya. "Dengar ya Dok, teman Serra banyak yang menyerahkan keperawanannya secara cuma-cuma ke pacar mereka, tanpa imbalan. Masih mending Serra, di tukar sampa I-Phone mahal.!" Serunya membela diri.
Tawa Xander tidak bisa di tahan. Dia benar-benar di buat tertawa oleh remaja berusia 17 tahun setelah bertahun-tahun mengubur tawanya untuk orang lain, kecuali orang terdekatnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
Serra duduk di ujung lorong, berjarak 10 meter dari depan ruang UGD. Di dalam sana ada Zayn yang sedang di tangani oleh beberapa Dokter dan suster. Tadi saat Zayn pingsan, Serra meminta bantuan tetangganya untuk membawa Zayn ke rumah sakit. Tantenya juga ikut mengantar karna mendengar suara teriakan Serra di depan rumah. Kini mereka berdua hanya duduk terdiam, menunggu kabar selanjutnya dari Dokter tentang kondisi Zayn.
Serra dan Sila memutuskan menunggu, meski keduanya kecewa pada keluarga Darwin, namun hati nuraninya tetap ingin peduli pada keadaan Zayn. Walau bagaimana pun, Zayn memiliki ikatan darah dengan Serra dan Sila. Mereka tidak bisa pura-pura tak peduli, sedangkan Zayn pingsan didepan matanya.
"Pah,, putra kita Pah.!! Mama nggak mau kehilangan Zayn.!" Teriakan Martha terdengar disertai isak tangis yang memilukan. Wanita paruh baya itu menangis di pelukan Darwin.
Serra tidak tahan untuk tidak menatap ke arah dia orang itu. Dia melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Darwin dan Martha sangat mencemaskan Zayn hingga menangis seperti itu. Mereka berdua jelas-jelas sangat menyayangi Zayn dan terluka melihat Zayn sakit.
Senyum getir di bibir Serra begitu menyayat hati. Dia tidak pernah merasakan kasih sayang seorang Ayah dan Ibu sejak kecil. Meski kasih sayang dari Nenek, Om dan Tantenya tidak pernah kurang, namun Serra hanya manusia biasa yang ingin merasakan kasih sayang kedua orang tuanya. Serra merasa kehidupan dia dan Zayn bagaikan bumi dan langit.
"Zayn nggak akan pergi kemana-mana, kamu sendiri yang selalu bilang kalau Zayn anak kuat. Dia pasti baik-baik saja." Ucap Darwin menenangkan.
Perlahan tangis Martha mereda, dia melepaskan diri dari pelukan Darwin. Martha menatap Serra yang masih duduk di ujung lorong. Tatapan keduanya sempat beradu, namun Serra segera membuang muka. Dari ujung matanya, Serra bisa melihat seseorang berjalan ke arahnya. Suara derap langkahnya berhenti beberapa senti dari tempatnya duduk.
"Kamu lihat sendiri kan keadaan Zayn. Sakit yang diderita Zayn selama beberapa tahun ini bukan sakit biasa, Zayn sakit keras dan membutuhkan donor sumsum tulang belakang untuk membuatnya bertahan hidup." Seloroh Martha dengan nada putus asa.
Serra mendongak, dia menatap datar wanita paruh baya didepannya.
"Tapi bukan berarti Anda bisa memaksa Serra untuk menjadi pendonor.!" Sahut Sila. "Saat hidup kalian baik-baik saja, aku yakin sedikit pun kalian nggak pernah mengingat Serra.! Kenapa setelah Zayn kritis, kalian mendesak Serra.!" Nada bicara Sila meninggi, namun dia masih mengontrol suaranya agar tidak mengganggu pasien lain dan orang-orang disekitarnya.
Darwin tiba-tiba menyusul dan berdiri di sebelah Martha. Pria itu menunjukkan ekspresi menyesal dan merasa bersalah.
"Sila, kejadian itu sudah lama berlalu. Aku yakin Sena juga akan melakukan hal yang sama jika tau putranya sakit keras. Dia pasti akan mengupayakan kesembuhan Zayn, seperti yang sedang kami upayakan." Tuturnya lirih.
"Sudah lama ataupun baru, sakit hati dan dendam bukan sesuatu yang mudah dihilangkan.! Ingat dosa-dosa kalian pada Kakak ku.!! Jangankan mendapatkan bantuan dari Serra, mendapatkan maafnya saja kalian nggak pantas.!" Tegas Sila penuh amarah.
Serra melirik Tantenya yang sedang menahan tangis. Dia bisa merasakan sakit hati yang selama ini di pendam Tantenya pada Darwin dan Martha sangat besar. Sampai sekarang Serra tidak tau apa yang menyebabkan Sila semarah itu pada mereka. Mungkin ada hal yang lebih menyakitkan dari sekedar memisah Zayn hingga membuat Sena meninggal.
"Kami memang bersalah, tapi kamu nggak bisa menyeret Zayn dalam daftar kebencian dan dendam mu. Zayn nggak tau apapun, dia nggak bersalah." Jelas Darwin.
"Kalau begitu, anggap saja sakit yang di derita Zayn adalah hukuman atas dosa-dosa kalian di masa lalu.! Tuhan ingin kalian merasakan bagaimana kehilangan orang yang sangat berarti dan kalian cintai di dunia ini.!" Seru Sila dengan senyum kepuasan karna melihat kekesalan dan amarah di wajah Darwin.
"Jaga bicara mu.?!" Sentak Martha. "Kamu Tante kandungnya, bisa-bisanya mengharapkan kematian Zayn. Dasar nggak punya hati.!" Martha sudah mengangkat tangannya untuk menampar Sila, Namun Sila berhasil menepisnya.
"Saat kalian mengambil paksa Zayn dari gendongan Kak Sena, dan membuatnya meninggal, apa kalian punya hati.?! Kenapa juga aku harus punya hati untuk orang-orang seperti kalian.!" Sini Sila kemudian menggandeng Serra untuk di bawa pergi. Keduanya bergegas beranjak.
"Serra, kamu nggak kasihan sama Zayn.? Dia saudara kembar kamu." Ucap Darwin. Serra menghentikan langkah, namun tetap membelakangi Martha dan Darwin.
"Aku lebih kasihan dengan diriku sendiri.! Jadi jangan minta aku mengasihani orang yang selama hidupnya bergelimang harta dan kasih sayang.!" Tegas Serra penuh penekan.
Dia kemudian berlalu dari sana. Sila menyusulnya dengan senyum lega. Dia tau Serra gadis yang kuat, tapi Sila tidak tau kalau Serra lebih kuat dari yang dia bayangkan.
"Pah, lakukan sesuatu untuk Zayn.! Kalau perlu culik Serra dan kita bawa mereka ke luar negeri. Zayn harus segera di selamatkan." Pinta Martha memohon.
Darwin menghela nafas berat. Dia sebenarnya tidak pernah berfikir untuk melakukan pemaksaan pada Serra. Darwin kira, dengan dia menemui Serra dan bicara baik-baik, Serra bisa luluh dan bersedia menjadi pendonor untuk Zayn. Namun tidak semudah itu meluluhkan Serra.
...*****...
Beny hari ini sudah pindah ke luar kota. Sedangkan istri dsn kedua anaknya masih di Jakarta karna urusan di sekolah mereka belum selesai. Serra juga baru akan melangsungkan wisuda 3 minggu lagi, jadi mereka akan menyusul ke Surabaya 3 minggu kemudian.
Sementara itu, sejak kejadian 2 bulan lalu, Darwin dan keluarganya tidak pernah datang lagi mengusik Serra. Mereka seperti ditelan bumi. Serra merasa bersyukur karna dia bisa menjalani hari-harinya dengan tenang tanpa gangguan. Dalam hati, Serra berharap Zayn sudah mendapatkan donor sumsum tulang belakang, jadi mereka tidak perlu lagi mengusiknya.
"Tante, Serra berangkat dulu ya. Kemungkinan menginap dan pulang siang." Pamitnya pada Sila.
"Kamu hati-hati ya. Tante sebenarnya khawatir kalau kamu sampai menginap di rumah majikan kamu." Tutur Sila resah.
"Di sana banyak pekerja seperti Serra, Tante nggak usah khawatir. Sudah ya, Serra berangkat Tan." Serra berlalu keluar setelah mencium punggung tangan Tantenya.
Pukul 5 sore, Serra sampai di apartemen Xander. Dia langsung pergi mencari keberadaan Xander di kamarnya. Katanya Xander juga baru sampai. Beberapa menit lalu baru saja mengirim pesan pada Serra.
Senyum di bibir Serra merekah ketika masuk ke kamar dan mendapati kamar mandi yang tidak di tutup sempurna itu terdengar suara gemercik air dari dalam. Serra meletakkan tas dan ponselnya di atas ranjang sebelum menyelonong masuk ke kamar mandi.
"Serra.!! Tunggu di luar.!" Pekik Xander terkejut. Posisinya sudah hampir telanjang, hanya celana da lam yang melekat. Sementara itu, bunyi gemericik air yang di dengar Serra berasal dari bathtub. Xander sedang mengisinya bathtubnya.
Serra menggeleng. "Dokter kenapa sih nggak pernah mau dekat-dekat sama Serra lagi setelah sembuh. Pokoknya Serra mau mandi bareng sama Dokter.!" Serunya kemudian melucuti pakaiannya sendiri di depan Xander. Jakun pria dewasa itu tampak naik turun melihat Serra sudah telan jang bulat dalam hitungan detik.
"Serra, jangan macem-macem." Tegur Xander mengingatkan.
"Justru Serra ingin macem-macem sama Dokter." Rengeknya kemudian merengkuh leher Xander dengan kedua tangannya sampai tubuh tinggi Xander membungkuk.
Xander tidak bisa mencegah Serra lagi ketika merasakan bibir kenyal dan manis milik Serra mempermainkan bibirnya.
"Kamu yang minta, jangan harap bisa lepas walaupun kami sudah bilang ampun.!" Seru Xander begitu pagutan panas mereka terlepas. Xander menggendong Serra dan keduanya masuk ke dalam bathtub.
Air yang baru setengah mengisi bathtub, seketika menjadi penuh dan tumpah-tumpah saat keduanya benar-benar duduk di dasar bathtub.
Xander mengeksplor setiap inci tubuh Serra tanpa member Serra kesempatan untuk melakukan hal yang sama padanya. De sah an dan erangan Serra sudah memenuhi kamar mandi berukuran 4 x 4 meter itu.
apa gara² kelamaan cuti karena Serra lagi masa nifas? ya ampuuun.
ayo Serra, semangat membangunkan kembali ular piton karena cuma kamu pawangnya. Serra pasti bisa 🤣
pukul aja lagi🤣 tapi kalo mati selamanya ya, kamu yang rugi🤣🤣🤣
Xander emang dokter tapi kalau berhubungan dengan anak sendiri mendadak hilang akal dan ga tau apa² wkwk, ya wajar sih.. panik mungkin.
menghadpi anak sendiri dengan orang lain itu emang beda.
ᥲkᥙ ksіһᥲᥒ smᥲ ᥊ᥲᥒძᥱr..mᥙძᥲһᥲᥒ ᑲs sᥱmᑲᥙһ ᥣgі ᥡᥲ, ძіᥲ sm⍴ᥱ ᥴᥲrі ᥲᥣᥲsᥲᥒ gk 𝗍ᥱgᥲ ᥣіᥲ𝗍 ᑲᥱkᥲs ᥆⍴rᥲsі
⍴ძᥲһᥲᥣ ⍴ᥒgᥱᥒ kᥱ𝗍ᥙrᥙᥒᥲᥒ mᥱrᥱkᥲ і𝗍ᥙ ᑲᥡk... sᥱm᥆gᥲ kᥲmᥙ ᥣᥱkᥲs ძі sᥱmᑲᥙһkᥒ ᥆𝗍һ᥆r ᥡᥲ ᥊ᥲᥒ..krᥒ ᥴᥙmᥲ ძіᥲ ᥡg ᑲіsᥲ 😊
mungkin karena banyak dpt perhatian setelah melahirkan dpt banyak perhatian dari orang sekeliling nya terutama pak dokter Xander 🤭