Genap 31 tahun usianya, Rafardhan Faaz Imtiyaz belum kembali memiliki keinginan untuk menikah. Kegagalan beberapa tahun lalu membuat Faaz trauma untuk menjalin kedekatan apalagi sampai mengkhitbah seorang wanita.
Hingga, di suatu malam semesta mempertemukannya dengan Ganeeta, gadis pembuat onar yang membuat Faaz terperangkap dalam masalah besar.
Niat hati hanya sekadar mengantar gadis itu kepada orang tuanya dalam keadaan mabuk berat dan pengaruh obat-obatan terlarang, Faaz justru diminta untuk menikahi Ganeeta dengan harapan bisa mendidiknya.
Faaz yang tahu seberapa nakal dan brutal gadis itu sontak menolak lantaran tidak ingin sakit kepala. Namun, penolakan Faaz dibalas ancaman dari Cakra hingga mau tidak mau pria itu patuh demi menyelamatkan pondok pesantren yang didirikan abinya.
.
.
"Astaghfirullah, apa tidak ada cara lain untuk mendidik gadis itu selain menikahinya?" Rafardhan Faaz Imtiyaz
Follow Ig : desh_puspita
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 28 - Sambutan Adik Ipar
Sesuai perintah, Ganeeta benar-benar mengunci pintu kamar setelah Faaz pergi. Sesekali dia mencoba memejamkan mata, tapi ternyata tidak bisa.
Pun meski sudah dipaksa, hasilnya tetap sama. Kenyamanan dan ketenangan yang biasa dia rasakan seolah musnah, padahal di kamar ini dia aman sebenarnya.
Semua jendela juga tertutup rapat, tidak ada tirai yang terbuka dan tubuh Ganeeta juga sudah menyesuaikan diri dengan suhu di kamar Faaz.
Mungkin benar bahwa yang membuat nyaman adalah orangnya, bukan tempatnya. Hal itu perlahan Ganeeta sadari, dirinya mulai tersugesti hanya merasa tenang jika dalam pengawasan Faaz.
Selang beberapa lama pasca Faaz berlalu, ketukan pintu seketika terdengar dan membuyarkan lamunan Ganeeta.
Sontak dia beranjak berdiri dan mendekati pintu kamar dengan harapan bahwa Faaz lah yang berada di balik pintu tersebut.
Namun, sewaktu hendak meraih handle pintunya, mendadak Ganeeta ragu karena selama mengetuk pintu tidak terdengar suara Faaz memanggilnya.
Hal ini sedikit berbeda dari kebiasaan Faaz hingga Ganeeta berubah pikiran detik itu juga. Bergegas dia mengenakan pakaiannya lebih dulu, tak lupa dengan kerudung andalan itu.
Benar saja, sewaktu Ganeeta membuka pintu yang berdiri di hadapannya bukan sang suami, melainkan Alifah, adik iparnya.
Adik ipar namanya, tapi usia lebih tua Alifah, tujuh tahun jaraknya.
"Eh, Alifah?" Suara Ganeeta sampai terdengar gugup dengan tangan yang agak terasa dingin.
"Mas Faaz mana?"
"Keluar sebentar katanya, mungkin tidak lama lagi pulang."
Tak menjawab, wanita cantik bermata tajam itu memandangi Ganeeta dari atas sampai bawah.
Sedikit berbeda dengan sikapnya sewaktu akad nikah, wanita yang akrab disapa Ifa itu justru terkesan dingin hingga membuat Ganeeta menundukkan pandangan seketika.
"Kapan sampainya?"
"Barusan, paling setengah jam lalu," jawab Ganeeta sudah dia usahakan sesopan-sopannya.
Tak ada tanggapan, adik iparnya masih terus melayangkan tatapan tak terbaca yang membuat Ganeeta benar-benar bingung sebenarnya.
"Huft, kasihan sekali Mas Faaz," gumamnya kemudian di sela keheningan.
Tentu saja Ganeeta bisa mendengar meski sebenarnya sudah amat pelan. Tak ayal, Ganeeta seketika mengerutkan dahi dan memberanikan diri untuk bertanya lebih jelas lagi.
"Kasihan? Maksudnya apa?"
"Ehm gimana ya, sebenarnya kamu tahu tidak sih Mas Faaz itu siapa?" tanya Alifah seraya bersedekap dada dan menatap sekelilingnya.
"Tentu, kakakmu, 'kan?" tanya Ganeeta menanggapi sesuai dengan porsinya.
Sedikit banyak dia mulai bisa menerka bahwa adik iparnya ini tidak begitu bahagia akan kehadirannya.
Ganeeta yang memang sangat sadar diri tentu saja mengerti tanpa perlu dijelaskan lagi.
"Iya memang, maksudku siapa itu begini, kamu mengenal Mas Faaz itu sebagai siapa ... ustadz kah atau siapa gitu?"
"Ah, menurut pengakuannya sih ustadz ya," jawab Ganeeta berusaha mengimbangi sikap Alifah yang terang-terangan tidak menyukainya.
"Sesekali coba cari tahu lengkapnya, minimal baca profil Mas Faaz secara singkat saja."
Jauh sebelum ini Ganeeta sudah melakukannya, bahkan sebelum mereka menikah. Akan tetapi, Ganeeta tidak akan mengakuinya, gengsi.
"Untuk?" tanyanya kemudian.
"Masih nanya untuk apa, jelas saja sadar diri!!" ucap Alifah tiba-tiba meninggi lantaran mulai tersulut emosi.
Tak mau kalah, Ganeeta yang memang pantang ditindas seketika bersedekap dada demi menunjukkan taringnya. "Sadar diri?"
"Iya, aku tidak mengerti kenapa Mas Faaz tiba-tiba melamar gadis na-kal sepertimu."
"Sama, aku juga tidak mengerti kenapa begitu," sahut Ganeeta tampak begitu santai dan tidak ada aura-aura takutnya.
Sudah tentu sikap arogannya itu kian membuat Alifah yang begitu menyayangi Faaz kian murka. "Gini ya, kalau kamu sendiri tidak mengerti kenapa tidak menolak saja?"
"Ha-ha-ha, kamu ketinggalan berita atau gimana? Aku bahkan kabur di hari pernikahan ... tapi Kakakmu yang mengejarku, salah siapa coba? Aku sudah menghindar di awal," papar Ganeeta membela diri.
Tak peduli sekalipun yang di hadapannya ini adalah adik kandung Faaz, Ganeeta enggan untuk pasrah saja sewaktu seseorang hendak berusaha menindasnya.
"Sombongnya, berasa berlian ya? Andai saja Mas Faaz tahu siapa kamu sebenarnya, paling juga langsung dicerai."
"Aduh, masa sih? Kalau kenyataannya berbeda gimana?"
"Lihat saja nanti," ucap wanita itu penuh penekanan dan berlalu setelahnya.
Berharap dengan cara itu Ganeeta akan ketakutan, tapi nyatanya tidak sama sekali. Toh di malam dia mabuk berat dan dicekoki ekstasi oleh teman-temannya Faaz lah yang mengantar ke rumah, jadi rasanya Ganeeta tidak perlu takut.
Sedikit pun Ganeeta tidak sedang berusaha menutupi kedoknya, jelas dia santai saja tatkala mendapat ancaman dari Alifah.
Sembari menatap datar punggung Alifah yang berlalu meninggalkannya, Ganeeta menghela napas kasar. Sambutan selamat datang yang dia dapati dari adik ipar agaknya kurang mengenakan, tapi justru menyebalkan.
"It's fine, Ganeeta ... dulu bahkan lebih dari ini."
.
.
Begitu cara Ganeeta menguatkan diri. Sebagaimana yang dia duga sejak awal, salah-satu risiko menjadi istri seorang Gus Faaz adalah ini.
Mungkin sewaktu akad nikah belum terlalu terlihat, karena memang tidak lama dan belum sempat bicara secara personal.
Karena memang anggota keluarga Faaz banyak, sebelum ini juga tidak saling mengenal dekat. Ditambah lagi, latar belakang Ganeeta memang tidak bisa dibilang anak baik-baik.
Tidak sedikit yang menjulukinya rusak sejak menjalin kedekatan bersama Zion, anak broken home yang hancurnya melebihi Ganeeta.
Kendati begitu, Ganeeta tidak mau ambil pusing. Sejak awal sudah dia katakan tidak mau menikah dengan Faaz, tapi kedua orang tuanya memaksa dengan segala cara bahkan di hari pernikahan juga sampai dikejar-kejar segala.
Ganeeta kembali ke kamar dan mencoba menghilangkan rasa jengah dengan memainkan ponselnya.
Namun, niatnya mendadak kacau tatkala menyaksikan notifikasi pesan singkat dari sahabatnya.
"Nte ... kalau sampai kabarin."
"Live streaming kalau perlu, tujuan kamu bulan madu, 'kan?"
Ganeeta yang sebelumnya sudah telanjur pamer tentu saja makin malu hingga memutuskan untuk keluar dari group chat tersebut.
"Kepo banget, urus saja urusan kalian sendiri!! Ngapain urusin rumah tanggaku?" gerutunya seakan menolak sadar bahwa dia sendiri yang memulai.
Baru tuntas perihal group chat, Ganeeta kembali mendapat pesan dari Haura sebagai sponsor tempat tinggal dalam agenda bulan madunya itu.
"Net, kabarin kalau sampai ... Mas Ervano sudah minta staff di sana buat jemput ke Bandara."
"Aduh, Kak Haura ngapain sih ...." Ganeeta mengusap kasar dan wajahnya.
Kekesalan lantaran tak jadi ke Bali kembali meluap-luap dalam dadanya. Sungguh, kepalanya seperti akan meledak dan bertepatan dengan dering ponsel yang kedua, ketukan pintu kembali terdengar hingga Ganeeta bergegas untuk membukanya.
Untuk yang kali ini, bisa dipastikan benar-benar Faaz karena memang terdengar suaranya.
"Mas kemana saja sih? Kok baru ... woah, Mas belanja? Kenapa tidak ngajak sekalian?" Hanya dalam hitungan detik, bahkan nyaris tanpa jeda pertanyaan dan suasana hatinya langsung berubah.
Faaz lagi dan lagi hanya bisa menggeleng pelan, entah kenapa sang istri bisa selucu ini.
Sementara itu, Ganeeta sudah fokus memeriksa paper bag dari brand ternama yang bisa dia tebak isinya pasti pakaian muslimah.
Ganeeta juga tidak berharap ada pakaian lucu dan menggemaskan, terpenting sekarang dia aman dulu di hadapan keluarga suaminya.
"Suka?" tanya Faaz yang kemudian segera Ganeeta angguki.
Mau tidak mau dia harus suka, hendak bilang tidak suka juga percuma.
Wajahnya terlihat senang, tapi sayang hanya sesaat karena setelah memastikan isinya Ganeeta kembali murung.
"Kenapa? Apa ada yang kamu pikirkan?"
.
.
- To Be Continued -
Gimana Net? mau tetwp peluk Om Pras?siap unbixing?
tak sobek² kamu pras
cuss
bener" minta tampol ni NT/Drowsy/