Marriage Is Scary...
Bayangkan menikah dengan pria yang sempurna di mata orang lain, terlihat begitu penyayang dan peduli. Tapi di balik senyum hangat dan kata-kata manisnya, tersimpan rahasia kelam yang perlahan-lahan mengikis kebahagiaan pernikahan. Manipulasi, pengkhianatan, kebohongan dan masa lalu yang gelap menghancurkan pernikahan dalam sekejap mata.
____
"Oh, jadi ini camilan suami orang!" ujar Lily dengan tatapan merendahkan. Kesuksesan adalah balas dendam yang Lily janjikan untuk dirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma Syndrome, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Secangkir Kehangatan
Pagi hari, Lily mulai rutinitasnya sebagai seorang news anchor. Hari itu dia sudah tiba di studio sebelum waktu tayang, bersiap dengan deretan makeup dan alat kecantikan yang sudah tertata rapi di meja rias.
Di depan cermin, tangan-tangan lincah dari makeup artist menata wajahnya dengan presisi. Foundation, concealer, lalu sentuhan bedak yang membuat kulitnya tampak sempurna di kamera. Dengan lipstik warna merah muda yang hangat, Lily siap menjalani siaran pagi ini.
Setelah makeup selesai, Lily memeriksa naskah di meja persiapan. Dia mencoba membaca beberapa kalimat dengan lantang untuk membiasakan diri, memastikan nada dan artikulasinya terdengar natural dan mengalir.
Namun, ada satu kata dalam naskah yang membuatnya gemas, bahkan setelah beberapa kali mencoba, tetap terasa sulit diucapkan.
“Aduh, kok susah banget sih?” Lily bergumam sambil tersenyum, merasa geli sendiri.
Tepat pada waktunya, Lily dipanggil ke meja siaran, menempatkan dirinya di depan kamera. Lampu sorot menyala, dan sang sutradara memberikan tanda bahwa acara akan segera dimulai.
Dengan percaya diri, Lily menyambut pemirsa di awal segmen, suaranya terdengar jernih dan penuh semangat.
Namun, di tengah siaran, ada momen tak terduga. Saat membacakan berita penting, Lily tanpa sengaja salah mengucapkan kata kunci dari berita tersebut.
Wajahnya langsung memerah, dan di belakang kamera tim produksi memberikan tanda untuk mengambil ulang. Lily tersenyum canggung, meminta maaf dengan isyarat tangan, dan mencoba mengumpulkan konsentrasinya lagi.
“Untung nggak live,” batin Lily seraya mengelus dada dengan lega.
"Maaf ya, tadi sedikit keliru," kata Lily seraya merapikan rambutnya yang sebenarnya tidak perlu.
Setelah beberapa kali mencoba, akhirnya siaran berjalan lancar hingga selesai. Lily menarik napas lega dan melepaskan headsetnya. Meski ada kesalahan kecil tadi, dia bersyukur sudah menyelesaikan tugasnya dengan baik.
Sambil menunggu jam makan siang, Lily menyempatkan diri untuk membaca novel. Dia suka sekali membaca novel-novel romantis. Terkadang, dia membayangkan jika dirinya menjadi tokoh utama.
Tak lupa, secangkir matcha hangat menamani aktivitas membaca novelnya.
Ketika jam sudah memasuki istirahat siang, satpam kantor menghampiri ruangannya.
“Ibu Lily, suami Bu Lily sudah menunggu di parkiran,” katanya.
Lily tersenyum lebar, rasa lelahnya langsung hilang mendengar kabar itu. Ternyata, Isaac datang untuk makan siang bersama. Lily segera menutup novel dan meneguk matcha hingga tandas.
Setelah merapikan diri, Lily turun ke parkiran dengan langkah cepat, tidak sabar untuk bertemu suaminya.
Di sana, di dekat mobilnya, Isaac berdiri sambil melambaikan tangan dan tersenyum hangat ke arahnya.
“Surprise!” Isaac tersenyum lebar begitu Lily mendekat. Dia merentangkan tangan untuk memeluk Lily.
“Kok tiba-tiba dateng?” tanya Lily sambil tersenyum sumringah. Dia langsung menghambur dalam pelukan Isaac. Keduanya baru saja tidak bertemu beberapa jam, namun terasa sudah berhari-hari.
Isaac mengangkat bahu, “Kangen sama istri. Kan cuma butuh waktu sepuluh menit buat ketemu, jadi kenapa enggak?”
Lily melepas pelukannya, dia menatap wajah Isaac sambil menahan senyum, rasanya seperti kembali kemasa-masa pacaran dulu. Kupu-kupu di perut Lily kembali berterbangan.
Keduanya pun menuju sebuah restoran dekat kantor Lily. Begitu duduk, mereka memesan menu makan siang yang sederhana namun nikmat.
Nasi goreng seafood untuk Isaac dan spaghetti carbonara untuk Lily, lengkap dengan segelas jus jeruk segar untuk keduanya. Saat menunggu makanan tiba, mereka saling berbagi cerita tentang pekerjaan masing-masing.
Lily bercerita tentang siarannya pagi tadi yang penuh dengan halangan kecil, sementara Isaac menimpali dengan canda untuk menghibur istrinya.
“Aku nanti malem lembur, kamu kalo capek tidur duluan aja,” kata Isaac setelah makanan tiba.
“Tumben ada lembur?” tanya Lily seraya menyendok spaghetti yang tampak menggugah selera.
“Bentar lagi launching aplikasi, jadi kita harus extra kerja,” kata Isaac setelah menelan makanannya. Nasi goreng yang dipesannya begitu nikmat, membuat Isaac ingin terus melahapnya.
“Kira-kira lembur sampe jam berapa?”
Isaac tampak berpikir sambil mengunyah. Dia sendiri sebenarnya tidak yakin akan selesai jam berapa.
“Mungkin jam sembilan,” kata Isaac tak yakin. Pekerjaannya benar-benar menumpuk.
Lily mengangguk-angguk, lalu meraih gelas dan meminum jus jeruknya. Rasa manis dan asam bersatu, membuat tenggorokannya terasa segar.
“Aku tunggu sambil baca novel, deh. Tapi bawain aku martabak,” kata Lily sambil tersenyum sumringah.
Isaac mengangguk setuju. Setelah lembur nanti, dia akan langsung pulang dan membawa pesanan istrinya. Dia tidak mau membuat Lily menunggu lama.
Namun tanpa mereka sadari, dari sudut lain restoran, Lisa duduk bersama Aldo, memperhatikan Lily dan Isaac dengan saksama, matanya tak lepas dari keduanya.
Rasa cemburu dan iri bersemayam di hatinya ketika melihat kebahagiaan yang terpancar dari pasangan itu. Dalam hati, Lisa bertekad untuk mendekati Isaac lagi. Meski hubungannya dengan Isaac tidak jelas, Lisa terus mencari cara agar bisa lebih dekat dengan Isaac.
“Oh, jadi itu istrinya,” batin Lisa seraya mengamati Lily dari ujung kepala sampai ujung kaki. Lisa memang pernah melihat Lily di TV sebagai pembawa berita. Dia baru tahu jika wanita yang dilihat di TV itu adalah istri Isaac.
“Liat aja, aku bakal bikin hidup kamu hancur gara-gara kamu nggak nepatin janji kamu,” kata Lisa dalam hati.
Lisa merasa sakit hati karena Isaac meninggalkannya begitu saja. Padahal kata-kata manis Isaac berhasil membuatnya terbawa perasaaan. Apalagi, fakta bahwa Isaac adalah anak pemilik INK TV membuat Lisa semakin ingin mendapatkannya.
“Sayang, kamu liatin apa, sih?” tanya Aldo penasaran karena Lisa tampak fokus melihat sesuatu.
Lisa mengalihkan pandangannya pada Aldo, lalu mengecup pipi Aldo dengan sayang.
“Cuma liatin anak kecil itu, kok,” tunjuk Lisa pada seorang anak kecil yang sedang lahap makan, tak jauh dari meja Isaac.
“Kamu udah pengen punya anak?” Tanya Aldo. Dia merasa jika Lisa masih terlalu muda untuk memiliki anak.
Lisa tersenyum dan mengangguk berbohong.
“Uang kita belum cukup untuk nikah, tunggu sebentar lagi ya sayang,” ujar Aldo sambil mengelus rambut Lisa dengan sayang. Sorot matanya begitu tulus dan sayang pada Lisa.
Sementara itu, Lily dan Isaac larut dalam percakapan ringan yang menyenangkan, bercanda, dan tertawa bersama. Isaac sesekali menyentuh tangan Lily di meja, memberi dukungan kecil yang membuat Lily merasa semakin nyaman.
Bagi mereka, momen sederhana ini sudah sangat berarti, membawa rasa bahagia dan saling menyayangi yang semakin kuat.
Setelah makan siang yang menyenangkan, keduanya kembali ke rutinitas masing-masing, namun rasa syukur dan cinta yang mereka bagikan membuat hari itu terasa lebih istimewa bagi Lily dan Isaac.
Tanpa mengetahui ada mata lain yang memperhatikan, keduanya menjalani hari dengan bahagia, siap untuk menghadapi setiap tantangan yang mungkin akan datang.
kenalin yahhh aku author baru 🥰
biar semangat up aku kasih vote utkmu thor