"Ingat posisimu, kau kujadikan istri hanya untuk menebus semua hutang Ayahmu!" satu fakta yang teramat menyakiti hati hati Anyelir. Dia menjadi istri kedua, demi untuk melunasi hutang.
Hal-hal mulai terjadi, setelah Anyelir menjadi istri Devan pun, demi melunasi hutang Ayahnya dan menyelamatkan keluarganya dari kemiskinan. Anyelir masih mendapatkan perlakuan buruk dari saudara tirinya serta Rose yang tidak lain ibu kandungnya sendiri. Lantas, bagaimana dengan Devan, lelaki yang penuh mistery dan rahasia, membuat Anyelir seolah sulit menembus tembok Devan. Hidup seolah tidak berpihak pada Anyelir, dengan keadaannya yang memaksa untuk menjadi kedua.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ny.prast, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menjadi kedua
Selama perjalanan menuju kediaman tuan Devan, aku dan tuan Devan sama-sama diam, dalam satu mobil hanya ada 3 orang, asisten Felix, tuan Devan dan juga aku, sedangkan istri pertama tuan Devan sudah pulang lebih dulu. Aku seolah mati kutu dalam suasana seperti ini, tidak ada yang berbicara sama sekali, dan aku tidak berani untuk memulai pembicaraan.
Aku mencoba mengalihkan pandanganku kearah luar mobil, rasanya masih tidak menyangka kalau sekarang ini aku sudah menjadi seorang istri bahkan istri kedua, malang sekali kan nasibku? Tapi aku mencoba untuk menerima dengan ikhlas, yang bisa aku lakukan sekarang, merencanakan kehidupanku kedepannya, karena bisa saja tuan Devan bosan denganku dan meninggalkan aku, dan pada saat itu juga aku tidak akan mau kembali ke rumah kedua orangtuaku, aku sudah sangat lelah terus menerus dibeda-bedakan oleh Ibu ditambah lagi aku harus menanggung kebencian kak Gita.
‘Aku harus bisa mandiri, bisa lulus sarjana, mencari pekerjaan dan mengumpulkan uang. Aku tidak bisa bergantung kepada tuan Devan, karena biar bagaimanapun aku hanya menjadi penebus hutang,’ batin ku.Jika nantinya tuan Devan meninggalkan aku, aku tidak akan mungkin kembali ke rumah Ayah dan Ibu, bukan karena aku benci, hanya saja aku ingin hidupku menjadi lebih baik tanpa merasa dibebani oleh perasaan sakit hati karena sikap Ibu.
Aku tersadar dari lamunanku saat mobil tiba-tiba berhenti, aku melihat pemandangan rumah yang sangat megah sampai membuat aku terperangah melihat kemehawan rumah tersebut. Inikah rumah yang akan aku tempati sekarang?
“Silahkan nona,” asisten Felix membukakakn pintu untukku.
“Ah iya, terimakasih,” saat aku keluar dari mobil, aku melihat beberapa orang yang memakai seragam berbaris rapi, seolah menyambut kedatangan kami.
“Mereka adalah para pekerja di mansion ini nona, dan jika anda perlu bantuan, akan ada pelayan yang bertanggung jawab dengan anda nona, yaitu Larissa,” jelas asistern Felix, dan seseorang maju kedepan dengan sangat sopan.
“Perkenalkan nona, saya Larissa,” aku pun tahu, jika wanita yang mendekat kearahku adalah Larissa.
“Silahkan anda masuk Nona, karena tuan Devan akan ada urusan,” setelah mengatakan itu asisten Felix kembali memasuki mobil, dan aku diantar beberapa pelayan menuju kamarku.
Aku menatap kagum ketika kakiku memasuki mansion tersebut, kesah megah dan mewah sangat terlihat jelas, aku benar-benar berdecak kagum dengan dekorasi mansion ini, aku juga salut dengan para pelayan disini, pastinya butuh tenaga sangat extra kan untuk membersihkan mension sebesar ini?
Akhirny aku sampai di kamar ku yang terletak di lantai atas, aku juga diperlihatkan seluruh ruangan yang ada di kamarku ini, dress, baju santai, sepatu, tas dan yang lainnya sudah berjajar rapi disini. Tapi, tidak ada barang-barang milik tuan Devan disini.
“Mari nona, kami bantu melepas gaunnya,” aku memang sangat kekusahan masih mengenakan gaun pengantin dengan ekor panjang menjuntai, apalagi dadaku terasa sesak.
Pelayan juga menjelaskan kalau kamar tuan Devan berada disamping kamarku, untuk kunci kamar ini sendiri menggunakan sidik jari ataupun pin, jadi aku bisa mengatur kunci kamarku sendiri, rasanya cukup nyaman dan privasi.
“Nona, kalau begitu kami permisi, akan kami antarkan makan malam ke kamar nona,” para pelayan meninggalkan aku sendirian di kamar seluas ini, aku mencoba melihat kearah balkon, disana aku bisa melihat langit malam secara langsung. Tidak lama, Larissa dan dua pelayan lain datang membawakan makan malam.
“Kenapa makan disini?” tanyaku pada Larissa.
“Sesuai perintah tuan Devan nona, untuk makan malam ini nona akan makan di kamar,” jawaban Larissa membuat aku berpikir, seolah tuan Devan tegah menjauhkan aku dari seseorang.
Keesokan harinya, aku sudah bersiap untuk berangkat ke kampus, tidurku semalam memang sangat nyaman, karena tempat tidur king size ditambah lagi dengan ranjang yang sangat empuk, tapi aku malah lebih merindukan kamar lamaku. Aku menuruni tangga berniat untuk sarapan, karena tadi Larissa sempat mengetuk pintu kamarku dan mengatakan untuk sarapan bersama.
“Kau sangat kelelahan sampai jam segini baru bangun?” suara ketus istri pertama tuan Devan yang bernama Laura nampak tidak bersahabat dengan pendengaran telingaku.
“Maaf kak,” jawabku, aku rasa akan lebih sopan kalau aku memanggilnya dengan sebutan kak.
“Mana Devan?!” tanya kak Laura, yang malah membuat aku mengernyit heran, aku pikir kak Laura tahu dimana tuan Devan berada.
“Eeemm saya …”
“Kenapa kamu tidak menunggu ku sayang?” tiba-tiba saja tuan Devan melangkah dan mendekati ku, aku pikir pangilan sayang yang tuan Devan berikan untuk kak Laura.
“Devan kita perlu bicara,” kak Laura langsung menyela, padahal baru saja tuan Devan duduk.
“Bisa kita bahas nanti? Kita akan sarapan lebih dulu,” ujar tuan Devan.
“Tapi aku mau sekarang,” nampaknya kak Laura tidak menyerah, dan sikapnya yang keras kepala aku rasa malah memancing amarah tuan Devan.
“Aku bilang nanti!!” aku begitu terkejut, kala tuan Devan menggebrak meja dan membentak kak Laura, bahkan kak Laura pun langsung bungkam tak berkutik sedikitpun.
Acara sarapan pagi ini benar tidak nyaman, bahkan aku merasa suasananya begitu kakau, tidak ada obrolan hangat sedikitpun, hanya suara sendok dan garpu yang berdentingan. Apalagi kak Laura yang aku tahu dia pasti sangat marah dan kesal.
“Apa yang ingin kamu bicarakan?” selesai sarapan, kami masih berada di meja makan, tuan Devan benar-benar menepati ucapannya kepada kak Laura.
“Kenapa kamu membawanya ke kamar mu? Bahkan aku sendiri saja kamu larang untuk naik ke lantai atas!” dari nada bicara kak Laura, aku sudah bisa menebak kalau dia begitu marah.
‘Tunggu, kak Laura nggak boleh naik ke lantai atas? Tapi kenapa? dan aku rasa ada kesalah pahaman disini, aku tidak berada satu kamar dengan tuan Devan,’ batin ku. Aku hendak menjelaskan, tapi Larissa memberikan aku kode supaya aku tetap diam.
“Karena kami pengantin baru,” jawab tuan Devan dengan santai.
“Tapi aku aja dulu nggak boleh ke kamar kamu Devan, bahkan sampai sekarang, tapi wanita ini malah dengan mudahnya satu kamar sama kamu!” dari nada bicaranya, aku tahku kak Laura sangat marah dan kecewa. Aku merasa bersalah karena sudah membuat kak Laura salah paham, pastinya dia sangat cemburu kalau benar itu semua terjadi.
“Kau pasti tahu apa alasannya kenapa dia special kan?” tuan Devan menjawab dengan santai, dan malah membuat kak Laura semakin kesal.
“Sayang, kamu mau ke kampus kan? berangkatlah sekarang, nanti kamu terlambat,” entah karena tuan Devan perduli dengan ku atau dia hanya ingin mengusir ku secara halus?
‘Oh i-iya …” aku tidka mau terlibat dalam pertengkaran mereka, aku pun memutuskan untuk mencium tangan suamiku dan berlalu pergi.
rose sama kaya Anye
Erma sama kaya si Gita licik nya wkwkm