Gadis muda, bernama[Resa anggraini], yang haus kasih sayang dan perhatian,pertemuan dia dengan seseorang yang bernama [Hari ramadhan],berusia 32 tahun mempersatukan dua insan itu dalam sebuah ikatan di usianya yang masih 18 tahun.Konflik muncul ketika [Resa] berusaha menemukan kebahagiaan dan kasih sayang dalam pernikahan tersebut,berawal dari perkataan frontal gadis itu membawanya pada takdir yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ry, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
babb 33 Gunjingan orang
Resa berjalan gontai, melihat kakaknya yang masih sibuk di warung. Dia pun masuk ke dalam rumah kakaknya lagi, menunggu Rima selesai melayani pembeli. Dia merenung, memikirkan bagaimana cara agar bisa keluar dari masalah yang sedang menimpanya saat ini.
"Lah, tumben kamu kesini. Gak ngaji kamu?" tanya Rima saat menghampiri Resa yang sedang merebahkan tubuhnya di atas tikar yang terbentang di ruang TV.
"Nggak, teh. Lagi datang bulan," jawabnya lesu.
"Kenapa kamu?" tanya Rima penasaran.
"Mumet kepala ku, teh."
"Lah, mumet kenapa kamu?" tanya Rima lagi.
Resa menghela napas panjang, lalu menceritakan semua yang terjadi. "Itu, teh. Kayanya Bi Ika suka sama A Hari. Dia marah saat tahu aku dipinang om kulkas. Katanya, aku kacang lupa kulitnya. Terus nyindir-nyindir aku, sampai bawa-bawa ibu yang udah meninggal segala. Aku diam aja, karena menghormati dia. Dan aku pulang di saat masih jam kerja, karena udah gak tahan sama ucapannya Bi Ika. entah lah besok gimana! Pasti aku kena marah, karena tiba-tiba pulang tanpa izin sama yang punya konveksi."
Rima mendengarkan cerita Resa dengan sabar, lalu berkata, "Ah, iya Res. Tadi juga Bi Ika sempat cerita sama orang-orang di warung. Katanya, si Hari itu duda ya. Apa bener? Kamu ko gak cerita sih Res."
Resa terkejut mendengar kata-kata Rima. Dia berusaha menyembunyikan rasa keterkejutannya, lalu berkata, "Aku kira tadi salah dengar"
Resa berusaha berpikir positif. Tak mungkin calon suaminya seorang duda. Kalau pun ia, pasti dia sudah cerita sejak awal. Rasanya gak mungkin laki-laki itu.
"Yehhh... Di bilangin juga. Coba deh cari tahu dulu itu. Siapa tahu berita itu bener. Emang kamu siap, dinikahi duda" tanya Rima dengan nada bercanda.
Resa tidak bisa menahan tawa. "Masa sih, teh. Bukannya ngasih solusi, malah nakut-nakutin."
"Orang-orang di tempat kerja gak pernah bahas status dia,teh. Pas aku berkunjung ke rumah orang tuanya juga gak ada tuh menjelaskan " jelas Resa.
"Haduh... Mendingan kamu tanya aja langsung sama orangnya. Pastikan cerita Bi Ika itu bener apa enggak, Res. Kamu udah jadi trending topik loh di kampung sini. Teteh mana bisa mengelak dari pertanyaan mereka yang kepo," saran Rima.
Resa merasa tidak siap untuk menghadapi kenyataan. "Rasanya aku gak bakalan sanggup kalau kenyataannya memang benar begitu.keputusan aku untuk mundur udah benar kayanya."
Rima berusaha berpikir positif. "Iih, belum juga pasti. Yakin kamu? Udah mau mundur aja. Mungkin maunya Bi Ika itu hari sama dia, bukan sama kamu. Makanya, dia bikin rumor kaya gitu. Biar kamu melepas Hari buat dia kali."
Resa merasa pusing dan memutuskan untuk pulang. "Tau ah, teh. Pusing aku. Mau pulang dulu. Udah mau magrib."
Saat Resa berjalan menuju arah pulang, sesekali langkahnya terhenti oleh orang yang menegurnya. Mereka mencemooh pilihannya karena telah menerima seorang duda. Belum lagi ponselnya tak berhenti berdering yang masih diabaikan. Karena teralihkan oleh omongan orang-orang yang membuat hati dan pikirannya makin tertekan.
Keheningan gulita malam terasa begitu mencekam. Resa terjebak dalam gelapnya malam, memisahkan realita dan mimpi. Kisah mengagumkan bisa terjadi, dikendalikan oleh imajinasi. Mimpi terasa, namun tak nyata. Menggantikan letih sebuah realita.
Di saat yang lain sudah terlelap, namun tidak dengan Resa. Gadis itu masih terjaga dengan pandangan kosong dan tetesan air mata di pipinya. Sesekali dia mengangkat ponsel dalam genggamannya, yang terus berdering, mengganggu ketenangan.
(Res, aku dapat kabar kalau kamu mau nikah sama duda? Kamu itu masih muda, cantik. Banyak pemuda yang mau sama kamu, Res. Yang bener aja. Masa lebih milih duda sih, Res? Bahkan kamu nolak temen suami aku yang udah mapan. Siap nikahin kamu kapan aja. Tapi masih kamu tolak juga. Mata kamu buram ya?) Pertanyaan beruntun dari teman dekatnya malah menambah seorang Resa tertekan berat.
Apakah keputusan yang diambilnya salah? Baru juga dia merasakan kebahagiaan yang selama ini diharapkan dari jauh-jauh hari. Masa harus berakhir sampai situ aja? Lalu bagaimana seorang Resa menangani masalah yang sedang menghadangnya?
Gadis itu menghembuskan napasnya dengan berat, kemudian membalas pesan dari sahabatnya.
(Kamu tahu dari siapa, Rim? Padahal keberadaan kamu jauh, di Sulawesi sana. Tapi berita itu sangat cepat menyebar, yah. Kamu gak usah khawatir, Rim. Doakan saja agar semuanya baik-baik saja.)
Ting... Pesan masuk dari Resa. Risma bergegas membuka pesan tersebut dan menanggapinya.
(Hello.. Resa. Kemon. Kamu lagi gak terpaksa terima si duda itu kan? Apa ada yang bisa aku bantu, Res? Kalau kamu mau, aku bisa bicara sama si Reza buat datang ke Kota Intan, agar nikahin kamu sekarang juga. Dia pasti mau, Res.)
Resa membaca pesan tersebut dengan nada kesal. "Ck, si Risma ini. Dikira gampang apa? Main nikah-nikahan aja. Apalagi orangnya dari seberang. Beeeeeuuhhh... Jauh bener, ni anak ya, emang random banget dahhhhhh."
(Udah deh, Rim. Ide kamu itu loh, aneh-aneh aja. Bukannya semangatin temennya, malah ngasih saran yang enggak-enggak)
(Ya elah, Res... Enggak-enggak gimana? Itu bukti aku peduli sama kamu loh. Aku gak ridho, ya teman aku yang baik, cantiknya kebangetan, cuman dapet duda) Pesan itu ia kirimkan dengan emoticon nangis Bombay.
"Elah... Drama banget si Rima. Gak tau aja dia, kalau cinta itu buta. Ibarat kata orang gak pantas, kalau orangnya udah dibuat nyaman dan cinta berat, orang berkata apa pun gak akan dia dengar."
(Do'ain yang terbaik aja, yah)
(Kamu ko, gak ngelak sih, Res? Jadi berita yang aku denger itu bener adanya?)
(Aku ko, sedih, Res. Tapi apaun keputusan yang kamu ambil. Aku do'a in kamu ko. Semoga kamu bahagia sama pilihan kamu, yah)
(Makasih suportnya, Rim)
Tanpa banyak kata, Resa membalas pesan terakhir yang ia kirimkan pada sahabatnya yang telah jauh di sana. Kemudian, ia kembali menggulir layar hpnya pada pesan selanjutnya.