Seorang gadis cantik, jenius dan berbakat yang bernama Kara Danvers bekerja sebagai agen ganda harus mati di karena dikhianati oleh rekannya.
Namun, alih-alih ke alam baka. Kara malah bertransmigrasi ke tubuh bocah perempuan cantik dan imut berusia 3 tahun, dimana keluarga bocah itu sedang di landa kehancuran karena kedatangan orang ketiga bersama dengan putrinya.
"Aku bertransmigrasi ke raga bocil?" Kara Danvers terkejut bukan main.
"Wah! Ada pelakor nih! Sepertinya bagus di beri pelajaran!" ucap Kara Danvers menyeringai dalam tubuh bocah cilik itu.
Apa yang yang akan dilakukan sang agen ganda saat di tubuh gadis cilik itu dan menggemaskan itu. Yuk mari baca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Makan Siang Bersama
Mereka akhirnya setuju untuk makan di restoran mewah di dekat kantor. Leonardo, yang memesan tempat lebih dulu, memastikan meja sudah siap.
Meja itu terletak di sudut yang tenang, dengan pemandangan taman. Selvira duduk di tengah, sementara Vara di sampingnya. Andrian dan Leonardo duduk berseberangan, menampilkan aura persaingan yang sulit disembunyikan.
“Jadi, Vara?!” tanya Andrian sambil tersenyum, “Apa makanan favoritmu?” tanyanya mencoba menarik hati gadis kecil itu.
Vara memiringkan kepala. “Telgantung. Tapi Om sendili cuka makanan apa?” Vara balik bertanya.
Andrian tertawa kecil. “Aku suka makanan Italia. Pizza atau pasta," jawab Andrian.
Leonardo, yang sedari tadi diam, akhirnya berbicara. “Aku lebih suka makanan yang sederhana. Nasi goreng atau sup hangat.”
Vara mengangguk. Hmmm, jawaban yang standar. Tapi kita lihat siapa yang lebih tulus. pikir Vara.
Ketika pelayan datang untuk mengambil pesanan, Andrian langsung memesan steak medium-rare untuk Selvira. “Aku ingat kau menyukai ini,” katanya sambil tersenyum percaya diri.
Leonardo tidak mau kalah. “Untuk Selvira, nasi goreng kampung dan teh hangat. Itu lebih sesuai dengan seleranya.”
Selvira tersenyum kecil, terkejut bahwa keduanya tahu apa yang ia suka. “Terima kasih. Tapi saya bisa pesan sendiri, sebenarnya.”
“Anggap saja ini perhatian kecil kami,” jawab Andrian cepat.
Vara mengamati mereka dengan tajam. Leonardo tampaknya lebih memahami Mama, tapi Andrian terlalu berusaha. Menarik.
Sepertinya persaingan cinta ini semakin sengit! batin Vara terkekeh.
Ketika makanan tiba, Vara memulai ujian kecil-kecilannya.
“Om Andlian, Om Leonaldo,” kata Vara sambil memandang mereka bergantian, “Kenapa kalian celing ke kantol Mama? Apa kalian nggak cibuk?”
Andrian tersenyum. “Tentu saja sibuk, tapi aku selalu menyempatkan waktu untuk hal-hal yang penting. Ibumu adalah salah satu orang yang penting bagiku.”
Leonardo menatap Vara dengan serius. “Aku memang sibuk, tapi selalu ada waktu untuk seseorang yang berarti.”
Vara mengangguk, berpura-pura puas dengan jawaban mereka. Namun, di dalam pikirannya, ia menganalisis setiap kata. Andrian terlalu mudah bicara soal perhatian. Leonardo lebih sederhana, tapi terasa tulus.
Apa gadis kecil ini mengerti apa yang kami ucapkan? pikir Andrian dan Leonardo merasa aneh.
Baru kali ini ada bocah perempuan yang memberikan mereka pertanyaan seperti itu. Apalagi Leon, yang sedikit terkejut.
Ujian kedua segera dimulai. “Om, kalau Mama cakit, apa yang akan kalian lakukan?” tanya Vara sok dewasa.
Andrian langsung menjawab, “Aku akan membawanya ke dokter terbaik. Aku tidak akan membiarkan Selvira merasa tidak nyaman.”
Leonardo berpikir sejenak sebelum menjawab, “Aku akan ada di sisinya, apa pun yang terjadi. Jika dia butuh istirahat, aku akan memastikan dia mendapatkannya.”
Vara mencatat dalam pikirannya. Andrian terkesan ingin memamerkan apa yang bisa dia lakukan. Leonardo lebih fokus pada kebutuhan Ibu.
Wajah Selvira memerah karena ucapan sang putri. "Vara! Kenapa kamu bertanya seperti itu sayang?" tanyanya.
"Gak apa-apa, Mama. Vala cuman ingin memactikan plia baik yang mendekati, Mama," jawab Vara polos.
Ketika makan siang hampir selesai, Andrian mencoba mengambil kesempatan untuk berbicara lebih banyak dengan Selvira.
“Selvira,” katanya dengan nada lembut, “Akhir pekan ini aku punya undangan ke sebuah acara amal. Aku ingin mengajakmu sebagai pendampingku. Tentu Vara juga bisa ikut.”
Leonardo menatap Andrian dengan dingin sebelum berkata, “Akhir pekan adalah waktu istirahat. Selvira mungkin lebih butuh waktu untuk dirinya sendiri daripada menghadiri acara formal.”
Selvira merasa sedikit canggung, tapi ia menjawab dengan tenang, “Terima kasih, Andrian. Saya akan mempertimbangkannya, tapi belum bisa memberikan jawaban pasti.”
Vara memandang mereka dengan senyum kecil. Mereka benar-benar bersaing. Tapi siapa yang benar-benar tulus untuk Mama?
Ketika mereka kembali ke kantor, Andrian dan Leonardo berpamitan dengan cara mereka masing-masing.
“Selvira,” kata Andrian mencoba menyentuh tangan Selvira, tapi dihalangi oleh Vara, “Terima kasih sudah meluangkan waktu. Aku akan mampir lagi minggu depan," ujarnya tersenyum kaku, saat Vara menatapnya tajam.
Leonardo hanya mengangguk singkat, tapi menatap Selvira dengan intens. “Jaga dirimu, Selvira," ujarnya lembut.
Setelah mereka pergi, Selvira memandang Vara dengan senyum kecil. “Vara, kenapa kamu bertanya banyak tadi?”
Vara mengangkat bahu, pura-pura polos. “Aku cuma mau tahu ciapa yang baik untuk Mama," jawab Vara.
Selvira tertawa kecil dan mencium kening putrinya. “Kamu pelindung kecilku, ya?”
Vara tersenyum, tapi di dalam hatinya ia sudah mengambil kesimpulan awal. Andrian menyenangkan dan ramah, tapi terlalu banyak bicara. Leonardo mungkin dingin, tapi tindakannya nyata. Aku harus tetap mengawasi mereka. Mama pantas mendapatkan yang terbaik.
***
Sore harinya, Delon memeriksa akunnya melalui laptop pribadi di ruangan lain. Wajahnya langsung memucat saat melihat saldo akunnya kosong.
“Apa-apaan ini? Kemana uangnya?” gumam Delon dengan panik.
Delon mencoba memeriksa ulang semua data, tetapi yang ia temukan hanyalah aliran dana yang kembali masuk ke akun utama perusahaan.
Dengan cepat Delon menghubungi bawahannya, yang mengatur keuangan itu.
Tak lama, bawahan Delon datang. “Tuan Delon, ada masalah?” tanya rekannya yang datang menghampiri.
“Dana itu … dana itu kembali ke akun perusahaan! Bagaimana bisa?” Delon berkata dengan nada hampir berteriak.
Bawahannya terlihat bingung. “Tapi tidak ada yang menyadari apa yang kita lakukan. Tidak mungkin ini terjadi begitu saja," ujarnya merasa terkejut.
Delon merasakan keringat dingin mengalir di pelipisnya. Apa ada yang tahu rencanaku? Tapi siapa? pikirnya menerka-nerka.
Selvira kembali sibuk dengan berkas-berkas yang ada. Hingga sore hari menjelang.
"Vara, apa kamu tidak ngantuk sayang?" tanya Selvira lembut.
"Tidak, Mama," jawab Vara memegang tabletnya.
Wajah Vara memerah karena menahan tawa, dia sangat menikmati ekspresi Delon yang terlihat pucat saat dana yang coba dicurinya, malah lari ke arah rekening perusahaan.
"Ya, sudah. Jangan terlalu lama bermain ya sayang," ujar Selvira.
"Ok, Mama." Vara mengangguk patuh.
Beberapa saat kemudian, seorang staf datang menemui Selvira dengan wajah panik. “Bu Selvira, kami menemukan aliran dana besar yang sempat keluar dari akun perusahaan, tapi entah bagaimana, dana itu kembali dengan sendirinya. Kami masih menyelidiki siapa yang melakukannya," lapornya dengan suara gemetar.
Selvira mengernyit. “Kembali dengan sendirinya? Apa maksudnya?” tanya Selvira penasaran.
Staf itu mengangguk. “Ya, seolah-olah seseorang dengan akses tingkat tinggi mengembalikan semua uang itu," jawab staf wanita itu.
Diam-diam Vara menyeringai, tapi wajahnya menampilkan wajah polos seolah tidak mengerti apa-apa.
Si pencuri berdasi tidak akan pernah tahu! Tunggu saja, aku akan menghancurkan kalian! batin Vara.
Selvira merasa ada yang aneh, tapi ia memutuskan untuk tidak terlalu memikirkannya untuk sementara. Dia akan membicarakannya bersama sang ayah, saat pulang nanti.