Naya yang tak pernah mendapatkan kasih sayang dari keluarganya harus mengalami malam kelam bersama dokter Mahesa, dokter bedah syaraf sekaligus direktur rumah sakit tempatnya bekerja sebagai seorang perawat.
Naya yang sadar akan dirinya yang hanya orang dari kelas bawah selalu berusaha menolak ajakan dokter Hesa untuk menikah.
Namun apa jadinya jika benih dari dokter tampan itu tumbuh di rahimnya, apakah Naya akan tetap menolak?
Tapi kalau mereka menikah, Naya takut jika pernikahan hanya akan membawa derita karena pernikahan mereka tanpa di landasi dengan cinta.
Namun bagaimana jadinya jika dokter yang terlihat dingin di luar sana justru selalu memperlakukan Naya dengan manis setelah pernikahan mereka?
Apakah Naya akhirnya akan jatuh cinta pada suaminya itu?
Follow ig otor @ekaadhamasanti_santi.santi
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kelewat manis
Sekarang, Naya tak tau lagi Hesa mau membawanya ke mana. Benarkah pria itu akan membawanya berkencan seperti apa katanya tadi. Naya cukup penasaran tapi dia tak berani bertanya pada Hesa. Dia tak mau di anggap terlalu antusias dengan ajakan kencan dari Hesa itu.
Naya hanya diam sambil sesekali melirik Hesa yang fokus mengendarai mobil mereka. Jujur Naya semakin memuji karisma Hesa di dalam hatinya. Di matanya Hesa tampak semakin tampan dengan penampilan kasualnya itu.
Tadi setelah memilih baju pengantin mereka, Hesa dan Naya juga langsung membeli baju baru untuk pergi berkencan. Tak mungkin juga Hesa mengajak Naya berkencan dengan seragam rumah sakit.
Naya tersadar saat mobil Hesa memasuki sebuah pusat perbelanjaan paling besar di Jakarta.
"Kok kita ke sini, Mas mau beli sesuatu?"
"Kan mau kencan, ya jalan-jalan aja nggak papa kan?" Hesa ingin mengajak Naya berkencan layaknya pasangan pada umumnya.
"Jadi beneran Mas Hesa ngajak kencan?" Gumam Naya dalam hati.
"Ayo turun!"
Karena sekarang hari sabtu, basement pusat perbelanjaan itu tampak begitu padat. Pastinya di dalam sana juga banyak pengunjung. Entah berbelanja atau yang mempunyai niat sama seperti Hesa, yaitu berkencan.
"Ayo!" Hesa mengulurkan tangannya pada Naya setelah mereka keluar dari mobil.
Naya hanya diam menatap tangan Hesa. Dia ragu untuk menyambut tangan itu. Tapi dengan cepat Hesa meraih tangan Naya lalu menggenggamnya dengan erat.
Naya merasakan tangannya tenggelam dalam genggaman tangan Hesa yang tak sebanding dengan ukuran tangannya yang kecil. Namun rasanya nyaman dan hangat. Ahh, Naya malu untuk mengakuinya.
Benar saja, pusat perbelanjaan itu terlihat begitu banyak pengunjung. Di dalam sana, Hesa justru semakin mengeratkan genggaman tangannya pada Naya. Dia seperti orang yang takut jika Naya akan menghilang di antara banyaknya orang yang ada di sana.
"Kamu mau makan apa mau beli sesuatu dulu?" Tanya Hesa pada istrinya.
Namun pertanyaannya tak kunjung mendapatkan jawaban. Ternyata Naya justru menatap ke satu arah yang membuat Hesa ikut menatap ke arah yang sama.
Senyum di bibir Hesa terbentuk dengan tipis saat dia tau apa yang istrinya inginkan saat ini. Wajah Naya yang begitu mendamba itu justru terlihat menggemaskan di mata Hesa.
"Beli es krim yuk!" Hesa menarik tangan Naya menuju ke outlet yang menjual berbagai macam varian es krim.
"Mas mau es krim?"
"Iya, tapi kayaknya istri Mas yang lebih pingin makan es krim deh" Padahal Hesa hanya ingin membelikan untuk Naya karena istrinya itu tanpak sangat menginginkan es krim itu.
Naya merasa malu karena Hesa tau keinginannya. Tapi Naya juga merasa tersanjung karena tanpa Naya memberitahu, suaminya itu bisa tau apa yang Naya inginkan.
"Mau yang rasa apa?" Tanya Hesa pada istrinya.
Naya menunjuk salah beberapa varian es krim yang ia inginkan untuk di mix menjadi satu.
"Tolong siapkan satu cup besar semua yang di tunjuk istri saya tadi"
"Baik Pak, ada lagi?"
"Cukup, itu saja"
Mata Naya berbinar ketika menerima satu cup besar es krim dengan berbagai rasa dari Hesa.
"Makasih ya Mas"
"Sama-sama sayang. Ayo duduk di sana aja" Hesa mengajak Naya duduk pada bangku yang masih kosong di sekitar sana.
Dia tidak mau membuat Naya kelelahan karena terus berdiri dan berjalan mengelilingi mall karena Hesa masih ingin mengajak Naya ke suatu tempat.
"Kok Mas nggak beli?" Naya baru sadar kalau Hesa hanya membeli satu cup saja meski ukuran cup itu sangatlah besar.
"Emang Mas sengaja nggak beli"
"Katanya tadi Mas juga mau es krim!" Naya menatap Hesa dengan heran.
"Iya Mas emang mau, tapi maunya di suapi sama kamu"
Naya tak bisa menyembunyikan pipinya yang langsung merona saat ini. Senyumnya juga tak bisa di tahan lagi.
"Jadi boleh nggak?" Tanya Hesa menunggu jawaban Naya.
"B-boleh. Tapi sendoknya bekas Naya nggak papa?"
"Nggak papa sayang. Kan kamu istri Mas, kalau istri orang ya nggak mau!"
Hesa lantas membuka mulutnya untuk menerima suapan dari Naya.
"Rasanya kok beda ya?"
"Beda gimana Mas?"
"Rasanya lebih manis kalau di suapi istri"
Hesa langsung tergelak karena wajah Naya langsung memerah sempurna.
"Kok kamu jadi salting gitu sih sayang? Udah mulai jatuh cinta sama Mas ya?" Hesa semakin menggoda Naya.
"E-enggak. Naya cuma heran aja ternyata Mas pinter gombal ya? Padahal kan biasanya juga dingin, kalem gitu!"
Memang setelah menjadi istri Hesa, Naya baru tau kalau ternyata suaminya itu berbeda jauh dari sosok Mahesa Natawira, Direktur rumah sakit yang selama ini Naya tau.
"Kamu bakalan lebih kaget kalau tau Mas lebih dalam. Lagian kalau nggak kaya gini, mana bisa Mas buat kamu jatuh cinta"
"Stop Mas!! Berhenti nggak!!!" Seru Naya dalam hati. Bagaimana Naya tidak jatuh cinta kalau terus di perlakukan manis seperti itu. Tidak perlu tau lebih dalam. Sekarang saja sepertinya Naya sudah menyerah.
"Sayang?"
"Iya Mas?" Naya mau tak mau harus menatap suaminya.
"Kamu kayaknya harus beli banyak baju baru deh. Nanti kan perut kamu makin besar, beli dress rumahan atau daster gitu ya?"
"Besok aja belinya kalau perut Naya udah mulai besar Mas. Kalau sekarang masih muat semua. Apalagi baju yang di belikan Mama belum Naya pakai semuanya"
"Ya udah tapi kalau kamu mau beli apa-apa, pakai uang di kartu yang Mas kasih ke kamu itu ya? Mas lihat kamu malah belum ambil sepeserpun dari sana!"
"Mau ambil juga buat apa Mas. Semua kebutuhan Naya sudah di penuhi sama Mas dan Mama. Naya kerja pulang pergi sama Mas. Jajan juga Mas yang beli, terus mau buat apa lagi?"
Entah apa yang dipikirkan Hesa saat ini sampai-sampai dia menatap Naya tanpa berkedip.
"Mas!" Naya melambaikan tangan di depan wajah Hesa karena suaminya itu tak menanggapi ucapannya.
"Iya kenapa?" Hesa kembali memfokuskan tatapannya pada Naya.
"Mas melamun ya?"
"Enggak. Mana ada Mas melamun!" Bantah Hesa padahal jelas-jelas Naya melihat Hesa menatapnya tanpa berkedip sama sekali.
"Terus kenapa lihatin Naya kaya gitu?"
"Mas cuma lagi memastikan, bener nggak sih Mas sekarang udah punya istri cantik sebaik kamu"
Naya rasanya ingin tenggelam ke dasar bumi yang paling dalam. Hesa memang selalu di luar prediksi Naya. Pria itu benar-benar diam-diam menghanyutkan.
Hesa berhasil menghanyutkan hati Naya dengan sikapnya yang begitu manis. Sampai-sampai Naya takut terserang penyakit mematikan jika sikap Hesa setiap hari kelewat manis.