Kirana, wanita berusia 30 an pernah merasa hidupnya sempurna. Menikah dengan pria yang dicintainya bernama Arga, dan dikaruniai seorang putri cantik bernama Naya.
Ia percaya kebahagiaan itu abadi. Namun, segalanya berubah dalam sekejap ketika Arga meninggal dalam kecelakaan tragis.
Ditinggalkan tanpa pasangan hidup, Kirana harus menghadapi kenyataan pahit, keluarga suaminya yang selama ini dingin dan tidak menyukainya, kini secara terang-terangan mengusirnya dari rumah yang dulu ia sebut "rumah tangga".
Dengan hati hancur dan tanpa dukungan, Kirana memutuskan untuk bangkit demi Naya. Sekuat apa perjuangan Kirana?
Yuk kita simak ceritanya di novel yang berjudul 'Single mom'
Jangan lupa like, subcribe dan vote nya ya... 💟
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora.playgame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ep. 27 - Sekolah Baru
Ep. 27 - Sekolah Baru
🌺SINGLE MOM🌺
Setelah Naya resmi di keluarkan dari sekolah, hari ini Kirana bangun pagi dengan semangat baru meski hatinya masih terasa berat.
Setelah menyiapkan sarapan sederhana untuk Naya, ia mulai menghubungi beberapa sekolah terdekat. Namun, tidak semua kabar yang ia terima menggembirakan.
Sementara, Naya duduk di meja makan sambil menggambar. Ia sesekali melirik ibunya yang sedang berbicara di telepon dengan ekspresi serius.
"Iya, Bu. Saya paham. Tapi anak saya hanya tinggal beberapa bulan lagi sebelum lulus. Apakah tidak ada pengecualian?," kata Kirana terdengar memohon.
"Maaf, Bu Kirana. Kebijakan kami tidak menerima siswa pindahan di tengah semester, kecuali ada kondisi tertentu. Saya sarankan untuk mencoba tahun ajaran depan," jawab kepala sekolah, terdengar tegas di ujung telepon sana.
Kirana pun menutup telepon dengan putus asa. Wajahnya terlihat lelah, tapi ia tidak mau menyerah.
Setelah beberapa telepon yang gagal, Kirana memutuskan untuk langsung mendatangi beberapa sekolah.
Naya pun ikut bersamanya, duduk di kursi belakang mobil dengan membawa boneka kesayangannya. Mobil yang baru saja Kirana beli satu bulan ini, hasil dari kerja kerasnya.
"Kenapa kita harus cari sekolah baru, Ibu?," tanya Naya polos.
"Karena Ibu ingin kamu belajar di tempat yang lebih baik, Sayang," jawab Kirana, tersenyum lemah. Dan hanya jawaban itu yang selalu Kirana berikan kepada Naya.
Akhirnya, mereka tiba di sekolah pertama.
Kirana memasuki kantor administrasi sebuah sekolah kecil dengan membawa berkas-berkas Naya.
Lalu, seorang staf administrasi menyambutnya dengan ramah. Namun, setelah melihat dokumen Naya, ekspresi staf itu berubah ragu.
"Bu Kirana, sayangnya kami tidak memiliki kuota untuk siswa pindahan di tengah semester. Apalagi, waktu belajar tinggal beberapa bulan lagi," ujar staf tersebut.
Kirana pun tersenyum meski hatinya kecewa. "Saya mengerti, Bu. Terima kasih atas waktunya."
Di sekolah berikutnya, Kirana disambut oleh seorang kepala sekolah yang awalnya sangat bersemangat. Namun, ketika mendengar nama Kirana, ekspresinya langsung berubah.
"Bu Kirana... saya dengar anak Ibu baru saja pindah dari sekolah lain. Apakah ini terkait dengan... isu tertentu?," tanyanya dengan hati-hati.
Kirana nampak berpikir sejenak. Pertanyaan seperti itu pasti akan ia terima. "Benar, karena saya ingin sekolah yang terbaik untuk anak saya, Pak. Tidak lebih dari itu," jelas Kirana.
Namun, jawaban itu tidak cukup untuk menghilangkan keraguan sang kepala sekolah. Dan hasilnya Naya tidak di terima juga.
Saat harapan hampir menyerah, Kirana akhirnya tiba di sebuah sekolah kecil yang tidak terlalu jauh dari rumahnya..
Suasananya sederhana tapi nyaman. Kepala sekolahnya yang seorang wanita paruh baya bernama Bu Maya, segera menyambut Kirana dengan sangat ramah.
"Silakan duduk, Bu Kirana. Saya sudah melihat berkas Naya. Anak Ibu terlihat cerdas dan ceria," katanya sambil memeriksa dokumen.
Kirana pun merasa lega dengan sambutan itu. "Terima kasih, Bu Maya. Saya hanya ingin Naya bisa melanjutkan sekolahnya tanpa gangguan," ucapnya.
"Kami tidak peduli dengan gosip atau semacamnya, Bu Kirana. Di sini, kami percaya setiap anak berhak mendapatkan pendidikan dan lingkungan yang baik," ujar Bu Maya seraya menatapnya penuh pengertian.
"Terima kasih, Bu. Ini sangat berarti untuk kami," balas Kirana dengan mata yang berkaca-kaca.
**
Beberapa hari kemudian, Naya memulai hari pertamanya di sekolah baru. Kirana menemani Naya hingga ke pintu kelas, lalu memperkenalkannya pada guru dan teman-teman baru.
"Selamat pagi, Naya. Kamu mau duduk di sini dengan Gea?," tanya Bu Guru sambil menunjuk kursi kosong di samping seorang anak perempuan.
Naya pun mengangguk pelan dan duduk di kursi itu. Gea juga tersenyum ramah padanya.
"Namaku Gea. Kamu suka menggambar?," tanyanya.
Naya mengangguk lagi, kali ini dengan tersenyum kecil.
Sementara, Kirana mengintip dari luar kelas, dan merasa lega ketika melihat Naya mulai beradaptasi.
"Putri kecilku...," batin Kirana.
Saat kembali ke kantor, Kirana bertemu lagi dengan Bu Maya untuk berbicara sebentar.
"Terima kasih sekali lagi, Bu Maya. Saya benar-benar tidak tahu harus bagaimana tanpa bantuan Anda," kata Kirana dengan tulus.
"Anak-anak seperti Naya hanya butuh kesempatan. Dan saya yakin dia akan berkembang di sini," balas Bu Maya.
Saat ini Kirana merasa, jika beban di pundaknya sedikit terangkat. Meski perjalanan ini sulit, ia telah membuat keputusan terbaik untuk Naya.
Bersambung...
serahkan semua sama Allah minta petunjukNya. Allah tidak diam. tugasmu hanya berdoa meminta... selebihnya biar Allah yg bekerja 💪💪💪
aku sudah mampir ya kak, ceritanya baguss😍
jangan lupa mampir ya kak kecerita aku..lagi belajar menulis novel 😊🤭
ceritanya menarik 😍