NovelToon NovelToon
Kode Rahasia Di Hati

Kode Rahasia Di Hati

Status: tamat
Genre:Tamat / CEO / Crazy Rich/Konglomerat / Diam-Diam Cinta / Identitas Tersembunyi / Mata-mata/Agen / Menyembunyikan Identitas
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Lily Dekranasda

Lucy adalah mata-mata yang tidak pernah gagal menjalankan misinya. Namun, kali ini misinya membawa dia menyamar sebagai pacar palsu miliarder muda, Evans Dawson , untuk memancing musuh keluar dari persembunyiannya.

Ketika Evans tanpa sadar menemukan petunjuk yang mengarah pada identitas asli Lucy, hubungan mereka yang semula hanya pura-pura mulai berubah menjadi sesuatu yang nyata.

Bisakah Lucy menyelesaikan misinya tanpa melibatkan perasaan, atau semuanya akan hancur saat identitasnya terbongkar?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tekanan Keluarga

Evans berdiri di sudut ruangan pesta, memandang keramaian tanpa minat. Ia tampak tenang, tetapi pikirannya berputar-putar tentang Lucy. Wanita itu memang menarik, namun ia tidak sepenuhnya percaya pada siapa pun yang baru dikenalnya.

Brandon menyadari perubahan kecil pada ekspresi Evans. "Anda tampak banyak berpikir, Tuan Dawson."

Evans menatapnya sekilas dan hanya berkata, "Aku selalu berpikir, Brandon. Itu tugas utamaku."

"Hahaha, memang benar," ucap Brandon dengan tertawanya, yang membuat Evans mendengus dan mengeplak lengannya.

...****************...

Di tengah keramaian pesta, Evans Dawson mencoba mengabaikan ketidaknyamanannya. Keramaian seperti ini memang bukan hal yang disukainya, tetapi ia memahami pentingnya menjaga hubungan dengan para mitra bisnisnya.

“Tuan Dawson!” Sebuah suara berat memanggilnya dari arah bar. Ia berbalik dan melihat seorang pria paruh baya dengan jas mahal mendekatinya, membawa segelas anggur. “Kau hampir tidak terlihat belakangan ini. Sibuk dengan proyek baru, ya?”

Evans tersenyum tipis. “Tuan Harris. Saya tetap sibuk seperti biasa, hanya saja proyek-proyek tertentu memakan lebih banyak waktu dari yang diharapkan.”

Pria itu tertawa. “Sepertinya kau selalu penuh rahasia. Bagaimanapun, aku menantikan kabar baik dari perusahaanmu. Dan, oh, kau harus memperkenalkan pasanganmu di pesta berikutnya.”

Ucapan itu membuat Evans terdiam sejenak, tetapi ia dengan cepat merespons. “Segera, Tuan Harris. Pasangan saya akan hadir di acara berikutnya.”

“Oh, bagus! Itu akan menyenangkan. Sampai jumpa di sana,” ujar Harris sebelum kembali ke kerumunan.

Brandon, yang berdiri di dekat Evans, menahan senyum. “Sepertinya Tuan Harris sangat penasaran, Tuan Dawson. Ini alasan bagus untuk mempercepat kontrak dengan Nona Harlow.”

Evans mengangguk pelan. “Mungkin bukan hanya Tuan Haris yang penasaran. Itu salah satu alasan aku menghubunginya. Kita harus memastikan semuanya benar-benar siap sebelum acara berikutnya.”

Namun, sebelum percakapan mereka selesai, sebuah suara lain menyela. “Evans!” Kali ini suara itu terdengar lebih akrab. Ia berbalik dan melihat keluarganya, ibunya, Eleanor Dawson, dan adik perempuannya, Clara Dawson, mendekatinya dengan antusias.

“Evans, kau tidak memberitahuku bahwa kau akan datang malam ini,” kata Eleanor, ibunya, sambil memeluknya singkat.

“Aku hanya melihat beberapa hal untuk bisnis, Mom,” jawab Evans dengan nada datar.

Clara, yang lebih muda darinya beberapa tahun, menyengir. “Bisnis? Oh, ayolah. Kau tahu Ibu hanya ingin tahu kapan kau akan membawa seseorang yang spesial ke acara seperti ini. Semua orang terus bertanya-tanya tentang kehidupan cintamu!”

Evans menahan desahan. Keluarganya selalu menjadi pengingat bahwa ia tidak bisa terlalu lama melajang. Meski ia menyayangi mereka, tekanan dari keluarga nya untuk segera “menikah” selalu membuatnya merasa terganggu.

“Mom, Clara,” kata Evans, mencoba terdengar sabar, “aku sudah mengaturnya. Kalian akan segera bertemu dengannya, nanti.”

Eleanor memandangnya dengan sorot mata penuh harap. “Kau serius? Akhirnya! Aku sudah hampir menyerah denganmu, Evans.”

Clara menepuk bahunya dengan tawa kecil. “Aku tidak sabar untuk bertemu kakak ipar. Pastikan dia orang yang baik, ya kakak?”

“Evans,” kata Mommy Eleanor dengan lembut, “Mommy hanya ingin memastikan kau baik-baik saja. Kau tahu, Mommy tidak terlalu peduli siapa yang akan kau pilih nanti. Yang penting, wanita itu baik dan bisa membuatmu bahagia.”

“Evans,” kata Eleanor dengan lembut, “aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja. Kau tahu, aku tidak terlalu peduli siapa yang akan kau pilih nanti. Yang penting, wanita itu baik dan bisa membuatmu bahagia.”

Clara menambahkan dengan senyum kecil, “Iya, benar. Tidak perlu seorang putri dari keluarga miliarder, kok. Asalkan dia menyayangi keluarga ini, itu sudah cukup.”

Evans menatap mereka bergantian, merasakan ketulusan dalam ucapan keluarganya. Mereka tidak seperti kebanyakan keluarga kaya lainnya yang mengutamakan status dan kekayaan calon pasangan. Meski begitu, tetap saja, ia merasa harus memenuhi ekspektasi mereka dengan caranya sendiri.

“Aku tahu,” jawab Evans singkat. “Aku sudah menemukannya, hanya soal waktu saja untuk memperkenalkannya.”

Eleanor mengangguk pelan, menepuk pundak Evans. “Kami tidak mendesakmu, Sayang. Tapi kalau kau butuh saran, kau tahu kami selalu ada.”

Clara menyeringai. “Atau kalau butuh bantuan memilih cincin, aku juga ahli, loh.”

Evans tertawa kecil. “Aku catat itu, Clara. Terima kasih atas tawarannya.”

Evans tersenyum samar, tidak ingin menjelaskan lebih jauh. Di dalam pikirannya, ia tahu bahwa Lucy harus mempersiapkan diri dengan sangat baik untuk peran ini. Menangani keluarganya saja sudah cukup rumit, belum lagi tekanan dari dunia bisnis.

Setelah beberapa saat berbicara dengan keluarganya, Evans akhirnya berhasil melepaskan diri dengan alasan ada pembicaraan bisnis yang harus diselesaikan. Namun, di dalam hatinya, ia merasakan tekanan semakin besar. Hubungan palsu ini harus sempurna, tanpa cela.

Di luar pesta, Lucy menyelesaikan panggilannya dengan agennya, lalu melihat pesan masuk dari nomor Evans yang baru saja ia simpan. Pesan itu singkat dan lugas:

> Pertemuan berikutnya, lusa pukul 19.00 di kantor saya. Persiapkan segala detail yang diperlukan.

Di sisi lain, Lucy masih di luar pesta, memandangi pesan singkat dari Evans. Ia menyimpan ponselnya, lalu berdiri sejenak di bawah langit malam. Dalam pikirannya, "hubungan kontrak ini tampaknya akan lebih rumit daripada yang dibayangkannya. Evans bukan hanya pria kaya biasa, tapi seseorang yang tampaknya memiliki kedekatan kuat dan lebih rumit dengan keluarganya."

Lucy menghela napas panjang sebelum masuk ke dalam mobil yang menunggunya. Ia menyalakan mesinnya sambil berpikir, "Sepertinya banyak yang menungguku dengan status sebagai kekasihnya nanti. Keluarga nya, rekan bisnis nya, atau musuhnya juga. Aku tidak hanya bermain dengan satu orang, tapi juga seluruh keluarganya dan dunia nya."

Namun, bukannya merasa gentar, Lucy malah tersenyum kecil. Tantangan seperti inilah yang membuat pekerjaannya selalu menarik.

...****************...

Sesampainya di gedung apartemennya yang berlokasi di pusat kota, Lucy menekan tombol lift menuju lantai 30. Unit tempat tinggalnya mencerminkan kehidupan yang ia jalani, modern, minimalis, tetapi jauh dari kesan personal. Hampir tidak ada benda sentimental atau hiasan yang mencerminkan kepribadiannya. Semua rapi, tertata, dan netral.

Ia melepaskan sepatunya di dekat pintu masuk, lalu berjalan menuju cermin besar di ruang tengah. Ia menatap pantulan dirinya sebentar, wajahnya yang dihias dengan makeup sempurna sepanjang malam kini terlihat lelah. Dengan cekatan, ia mulai membersihkan riasan itu, membiarkan wajah aslinya yang polos dan cantik alami terlihat.

Setelahnya, ia menuju kamar mandi. Sebuah ruangan luas dengan lampu redup, bathtub besar, dan rak penuh dengan produk perawatan tubuh. Lucy menyalakan keran air panas, menuangkan minyak esensial lavender ke dalam bathtub, dan menyalakan musik dari speaker kecil di sudut ruangan.

Ketika bathtub terisi penuh, ia masuk dengan santai, membiarkan tubuhnya tenggelam dalam air hangat yang menenangkan. Lagu kesukaannya, alunan jazz lembut, mengisi ruangan. Di momen seperti ini, Lucy merasa bisa benar-benar melarikan diri dari tekanan pekerjaannya, meskipun hanya sementara.

Satu jam berlalu, dan ia akhirnya keluar dari bathtub dengan wajah segar dan tubuh rileks. Ia mengeringkan rambutnya dengan handuk sambil berjalan menuju lemari. Ia memilih piyama satin berwarna biru tua, pakaian favoritnya untuk tidur.

Setelah itu, ia menuju tempat tidur berukuran king dengan sprei putih bersih. Ia berbaring, menarik selimut, dan menatap langit-langit sebentar sebelum memejamkan mata.

“Selamat malam, Dunia,” gumamnya pelan.

Meskipun tubuhnya lelah, pikirannya mulai memutar rencana untuk pertemuan kedua dengan Evans. Namun, akhirnya rasa kantuk mengambil alih, dan ia tertidur di atas ranjang empuknya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!