Kazuya tak pernah merasa lebih bersemangat selain saat diterima magang di perusahaan ternama tempat kekasihnya bekerja. Tanpa memberi tahu sang kekasih, ia ingin menjadikan ini kejutan sekaligus pembuktian bahwa ia bisa masuk dengan usahanya sendiri, tanpa campur tangan "orang dalam." Namun, bukan sang kekasih yang mendapatkan kejutan, malah ia yang dikejutkan dengan banyak fakta tentang kekasihnya.
Apakah cinta sejati berarti menerima seseorang beserta seluruh rahasianya?
Haruskah mempertahankan cinta yang ia yakini selama ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riiiiee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4 Tak Sengaja Bertemu
"Makasih, Pak." Ucapan Kazuya dengan semangat. Mengambil kartu parkir dari satpam kampus. Hari ini mood nya sedang bagus. Ntah apa yang menjadi penyebabnya.
Padahal untuk dirinya bukanlah termasuk kategori mahasiswa friendly yang bisa berbaur kesana kemari tanpa rasa canggung. Dirinya tidak se-friendly sang kekasih—jika Aronio hampir semua orang yang bertemu dengannya ia akan menyapa. Makanya, sudah Kazuya tekankan berulang kali, panggilan Aro itu kurang cocok dengan wajah friendly nya itu. Di bayangan Kazuya sosok Aro itu akan seperti lelaki tegas, berwibawa, cool, dimana mukanya selalu datar dan jika berbicara selalu irit. Nyatanya, Aronio jauhlah dari deskripsi itu.
"Uyeeekkkkkk!!" Teriakan girang itu menghentikan langkah Kazuya. Dirinya yang sedang berjalan disamping gedung serba guna kampus dikagetkan dengan teriakan itu. Sudah hapal tanpa melihat wajahnya pun, Kazuya akan tahu seratus persen siapa pelakunya. Siapa lagi yang memanggil dirinya dengan panggilan yang menurutnya sungguh menggelikan itu, lebih ke menjijikkan sih, tentu saja sahabat menyebalkannya–Eyrine Alethia.
"Eyinnnnn." Balas Zuya tak kalah girangnya. Sungguh hal langka terjadi, mereka tidak sedang janjian untuk ke kampus tapi bisa bertemu.
"Uyekk, lo mau ngapain ke kampus, tumben amatt." Eyrine memandang curiga kearah sahabatnya. Tidak biasanya Kazuya tiba-tiba ada di kampus.
"Berasa gua anak yang nggak pernah ngampus aja lo, Yin!" Kazuya merengut, Tanpa ragu, tangannya yang lincah langsung mendarat dengan manis di jidat Eyrine, membuat sahabatnya itu terkejut sejenak.
"Kan, emang." Eyrine membalas dengan cengiran nakal, jelas tanpa rasa bersalah. Mimik wajahnya menunjukkan bahwa dia menikmati reaksi Kazuya yang mulai kesal.
"Bangke, lo!!!" Kazuya memaki, tak terima dengan sindiran Eyrine yang selalu berhasil membuatnya naik darah. Tapi, meski makian itu keluar begitu saja, ada senyum tipis yang tak bisa dia sembunyikan. Dia tahu, Eyrine hanya bercanda, seperti biasanya.
"Ya gue kan ngomong apa adanya ya, lagian kita udah nggak ada kelas nih, matkul udah abis." Eyrine menjelaskan dengan santai, sambil menatap sekitar. "Wahhhh jangann.. jangannn—" Tiba-tiba matanya berbinar, seolah menemukan sesuatu yang menarik
Tentu hal tersebut membuat Zuya heran. Kecurigaan apalagi yang ada di otak kecil sahabat bodongnya itu.
"Apaan sih, Yin. Curiga apalagi, lo!!!" Makinya. Dirinya benar-benar tidak bisa berbicara tanpa menggunakan urat jika dengan sahabatnya ini. Lagipula darah yang mengalir ditubuhnya masih melekat darah sumatra yang kental dengan jiwa kerasnya, bukan?
"Lo udah mulai bimbingan, mau ngajuin judul???" Eyrine bertanya dengan penuh semangat, matanya berbinar seakan sudah menantikan jawaban serius dari sahabatnya.
"Palak, lo!!!" Reflek Kazuya menggeplak kepala Eyrine. "Lo ngejek gua atau gimana, Yin?"
"Kirainnn..." Eyrine mengelus-elus kepala bekas geplakan Zuya suaranya memelann. "Aturan lo amiinin gitu, kek. Bukannya malah emosi."
"Aamiin paling serius, Eyrine." Zuya mengadahkan tangan lalu mengusapkan ke wajah.
"Terus mau ngapain deh lo, Yekkk." Desak Eyrine masih penasaran butuh jawaban.
"Main doang, gabut gue di kosan."
Jangan heran jika Kazuya menyebut tempat tinggalnya lebih ke kosan dibandingkan apartemen. Karena Zuya rasa memang tempat tinggalnya lebih condong kesana, beda dari aksesnya saja yang lebih ke arah apartemen.
"Sok gabut, lo!! Biasa juga nggak ada kata gabut bareng mamas tamvan!" Goda Eyrine hafal dengan kebiasaan sahabatnya itu yang selalu bucin dengan kekasihnya.
"Lo liat kalender gih ini hari apa! Cicak aja sibuk hari senin, mah. Apalagi manusia bentukan si Nio yang gila kerja."
"Hehehe. Hari ini senin ya." Cengir Eyrine baru sadar hari. "Gue rasa setelah kita udah nggak ada kelas, gua selalu lupa hari deh." Keluh Eyrine. Tersadar dengan kelakuannya akhir-akhir ini.
"Itu mah lo nya aja yang pikun!"
"Ehhh, Yekk...." Eyrine terlihat ingin mengucapkan sesuatu namun terhenti. Mata gadis itu bergerak gelisah, seolah ada sesuatu yang ingin disampaikan namun terhalang oleh keraguan.
Kazuya melihat Eyrine bingung, menampakkan raut meminta perempuan itu untuk melanjutkan ucapannya yang setengah-setengah.
"Kemarin ya, waktu gue ke kopi Sanu gue ketemu bang Aro, loh." Eyrine akhirnya mengeluarkan kalimat. Menceritakan ia yang bertemu Aronio di coffee shop tempat nongkrong yang tidak jauh dari kantor Aronio. Beberapa kali Kazuya dan Eyrine pernah kesana atas rekomendasi Aronio yang mengatakan menunya enak-enak.
"Ohhh, ya??" Semangat Zuya mendengar cerita tersebut. Kazuya selalu excited ketika mendengar cerita tentang kekasihnya. "Sama siapa Mas Nio?" Lanjutnya penasaran.
Ada jeda dari Eyrine tidak langsung menjawab pertanyaan tersebut. "Gue sih liatnya sama ada beberapa perempuan, ya."
Terlihat perubahan raut Zuya meski hanya sekilas. "Gue yakin sih itu temen kantornya, ia sih emang temen kantornya. Kopi Sanu juga kan deket kantor Bang Aro, ya kan?" Dengan cepat Eyrine mengklarifikasi. Tentu hal tersebut untuk melegakan Kazuya.
"Iya deket kantor Mas Nio. Iya sih, pasti sama temen-temen kantornya. Mas Nio juga suka cerita kok kalo mereka sama temen divisinya suka nongkrong di Sanu kalo jam istirahat siang." Senyum lebar Kazuya terlihat. Ia selalu merasa tenang dan bangga dengan Aronio karena lelaki tersebut selalu menyempatkan untuk memberi tahu dirinya hal-hal kecil seperti itu.
"Ohhh iyaa wajar sih. Temen kantor." Eyrine mengangguk setuju. "Tapi interaksinya nggak wajar." Lanjutnya pelan mengatakan kalimat akhir. Sangat pelan hingga seperti gumanan kepada dirinya sendiri dan tidak berniat untuk di dengar oleh Kazuya.
"Tapi serius lo gabut doang ke kampus, tumben amat." Terlihat seperti ingin mengganti topik ke awal pembahasan mereka. Eyrine kembali bertanya masih tidak percaya. Mengingat Kazuya memang bukan tergolong mahasiswa yang suka berada di kampus. Namun bukan berarti Kazuya mahasiswa yang jarang masuk kelas ya. Masih tergolong rajin kok.
"Serah lo, deh! Kalo nggak percaya juga mah, kagak perduli gue!" Putus Zuya lelah tak ingin berdebat. "Kantin Yokkk!!" Ajaknya tiba-tiba berubah semangat. Mood perempuan itu memang ibarat perahu di tengah ombak—tidak stabil.
"YOKKK!" Alih-alih protes dengan perubahan mood tiba-tiba itu, Eyrin tak kalah semangat menyetujui ajakan tersebut. Di gandengnya tangan Zuya sambil berjalan ke arah kantin. Bahkan saking girangnya, tangan itu ia goyang-goyangkan penuh semangat.
Sesekali, senandung kecil terdengar mengiringi perjalanan keduanya. Suara ringan itu menyatu dengan langkah-langkah kaki yang tertata rapi. Lokasi kantin yang berada di pojok kampus memang membutuhkan waktu beberapa saat untuk dijangkau, namun perasaan nyaman dan santai yang menyelimuti membuat setiap detik perjalanan terasa menyenangkan. Di tengah riuhnya kampus, kantin itu menjadi tempat sejenak untuk beristirahat, berbicara, dan menikmati suasana yang sederhana namun penuh arti.
•••