"Cuma karna I-Phone, kamu sampai rela jual diri.?" Kalimat julid itu keluar dari mulut Xander dengan tatapan mengejek.
Serra memutar malas bola matanya. "Dengar ya Dok, teman Serra banyak yang menyerahkan keperawanannya secara cuma-cuma ke pacar mereka, tanpa imbalan. Masih mending Serra, di tukar sampa I-Phone mahal.!" Serunya membela diri.
Tawa Xander tidak bisa di tahan. Dia benar-benar di buat tertawa oleh remaja berusia 17 tahun setelah bertahun-tahun mengubur tawanya untuk orang lain, kecuali orang terdekatnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
"Serra tunggu dulu, aku serius mau antar kamu pulang." Aron menahan pergelangan tangan Serra karna gadis itu pergi begitu saja di saat dia belum selesai bicara.
Serra menyentak pelan tangannya hingga lepas dari genggaman Aron. Dia memutar malas bola matanya, raut wajahnya menunjukkan kekesalan pada laki-laki tampan di depannya itu.
"Kamu tuli atau bagaimana.? Aku bisa pulang sendiri.!" Tegas Serra mengulangi perkataan kedua kalinya. Dia sudah menolak Aron berulang kali, bahkan terang-terangan mengatakan kalau dia saka sekali tidak menyukai Aron, tapi laki-laki itu memiliki jiwa pantang menyerah. Hampir setiap hari menelfon ataupun mengirim pesan. Padahal Serra tidak meresponnya, tapi Aron tidak pernah kapok.
"Pulang dengan ku apa bedanya.? Aku jamin akan mengantar kamu dengan selamat sampai di depan rumah." Ucap Aron masih berusaha membujuk.
Serra menggretakkan gigi saking gemasnya ingin memu kul kepala Aron. Laki-laki itu bukan lagi pantang menyerah, tapi terindikasi memaksa.
"Beda.! Jelas beda karna aku nggak nyaman pulang sama kamu. Please, cari wanita lain saja. Kamu setampan dan sekaya apapun, aku nggak akan mau dekat sama kamu." Jelas Serra yang mulai putus asa. Dia tidak tau lagi bagaimana caranya mengusir Aron.
"Tapi semakin kamu menolak, aku semakin ingin memiliki kamu." Ujar Aron merasa tertantang. Dia sejak awal mendekati Serra karna selain cantik dan apa adanya, Serra juga satu-satunya wanita yang berani menolaknya.
"Terserah kamu saja, aku nggak peduli.!" Serra berlari menghampiri ojek online yang kebetulan baru menurunkan penumpangnya di depan halte.
"Abang, tolong antar saya pulang. Nggak perlu pakai aplikasi, nanti saya lebihin bayarnya." Serra langsung naik begitu saja ke atas motor, membuat driver itu kebingungan. Tapi ketika melihat laki-laki datang menghampiri mereka dan meminta si wanita untuk pulang dengannya, driver itu seketika paham situasinya.
"Kamu jangan kurang ajar.! Kita bukan siapa-siapa, jadi stop ganggu aku.!" Tegas Serra geram. "Bang, cepatan jalan. Aku nggak kenal orang ini." Serra menepuk pundak driver itu agar segera melajukan motornya.
"Iya neng,," Tanpa perintah 2 kali, driver itu segera melajukan motornya sesuai arahan Serra.
...******...
Xander mucul dari lift di lantai satu. Posisi lift yang berada di depan ruang keluarga, membuat semua anggota keluarganya menatap ke arahnya. Sejak kemarin Xander menginap di rumah orang tuanya, malam ini dia berencana menghadiri pesta ulang tahun teman kuliahnya sekaligus akan pulang ke apartemen.
"Mau pulang sekarang.? Kenapa nggak lusa saja, ada undangan makan malam di rumah bibimu. Biar bisa berangkat sama-sama dari rumah." Seloroh Alice.
Xander menunduk untuk mencium kedua pipi Alice karna ingin berpamitan. "Aku ada undangan ulang tahun malam ini, kebetulan lokasinya dekat apartemen jadi sekalian pulang. Kalau undangan di rumah Bibi, aku bisa berangkat sendiri dari apartemen." Ujarnya memberi tau.
Alice mengangguk paham dan tidak berencana untuk melarang Xander pulang. Dia paham putranya sudah sangat dewasa dan butuh privasi. Apalagi Xander laki-laki, anak laki-laki biasanya lebih suka hidup terpisah dari orang tuanya saat mereka sudah dewasa.
"Kamu mau sampai kapan bermain-main dengan anak kecil.? Kalau nggak serius, lebih baik sudahi kegilaan mu." Seloroh Albert saat cucunya akan pamit padanya.
Xander memutar malas bola matanya, dia pindah haluan ke Abraham. "Aku pulang dulu Pah." Pamitnya.
"Maksud Papi apa.?" Tanya Alice pada mertuanya. Dia menatap Albert dan Xander bergantian, gelagat dua orang itu seperti memiliki rahasia.
"Mama kayak nggak tau Kakek saja, bicaranya kadang nggak masuk akal." Seloroh Xander.
Albert mengangkat tongkatnya untuk memukul pelan kaki Xander. "Kamu cucu kurang ajar.!" Serunya.
"Alice, putra mu yang kurang ajar itu sebenarnya sedang menyukai wanita. Tapi dia malah bermain-main." Adu Albert seraya tersenyum penuh kepuasan pada Xander karna rahasianya akan segera diketahui oleh Alice.
"Kakek hanya omong kosong. Aku belum menyukai siapapun. Sudahlah, aku hampir terlambat." Xander bergegas pergi.
"Xander.! Kali ini Papa juga nggak akan tinggal diam. Tentukan keputusan kamu secepatnya, jangan mempermainkan wanita.!" Tegas Abraham.
Xander sempat berhenti melangkah hingga Abraham selesai bicara. Pria pertubuhan tinggi itu hanya menghela nafas berat lalu segera pergi dari ruang keluarga.
"Papa juga tau sesuatu.? Sebenarnya Xander sedang dekat dengan siapa.?" Tanya Alice penasaran.
Abraham pelan-pelan menjelaskan semuanya dari awal dan memberi tau bahwa orang pertama yang mencurigai Xander adalah Albert. Pria tua itu kemudian bergerak cepat dengan memata-matai Xander hingga di temukan semua bukti kedekatan mereka berdua.
"Ya ampun, apa Aron belum tau.? Dia juga menyukai wanita yang sama dan selalu mengatakan padaku jika dia serius. Pantas saja Aron di tolak." Ujar Alice dengan helaan nafas berat. Dia harus bagaimana kalau kedua putranya menyukai wanita yang sama.?
...*****...
Xander menghentikan mobilnya di seberang gang rumah Serra untuk menjemput gadis itu. Tak berselang lama, Serra keluar dari gang itu dan menyebrangi jalan untuk menghampiri mobil sport Xander. Serra yang memakai pakaian serba tertutup itu langsung masuk ke dalam mobil Xander.
"Hai Dok,,," Serra menyapa dengan senyum manisnya seperti biasa. Dia kemudian melepaskan hoodienya hingga memperlihatkan atasan dress yang tapan lengan dan belahan da danya lumayan rendah.
"Kamu mau pamer sama siapa.?" Sindir Xander dengan tatapan yang mengarah ke sana. Serra yang paham maksud ucapan Xander, hanya menyengir kuda.
"Cuma dress ini yang cocok untuk menghadiri pesta ulang tahun, apalagi acaranya di club." Ujarnya.
"Kamu banyak alasan." Seloroh Xander kemudian melajukan mobilnya.
"Lagian kenapa sih kalau Serra pakai ini.? Padahal kalau Serra pakai ini, tangan dokter bisa leluasa masuk dari atas." Ujarnya.
Seketika Xander melirik Serra. Niat hati ingin memberikan Serra tatapan tajam, dua mata Xander malah tidak bisa dikondisikan. Alhasil yang Xander lihat adalah dua gundukan yang menyembul dari balik dress dengan belahan dada berbentuk V. Dengan dress itu, dua aset kembar Serra terlihat jauh lebih besar dan menantang. Atau mungkin, ukurannya memang bertambah besar karna Xander selalu menye sap dan memainkan.
Xander menggeleng cepat, dia tidak boleh melakukan sesuatu di mobil, apalagi pesta ulang tahun temannya akan segera di mulai. Dia bisa terlambat kalau bersenang-senang dengan Serra lebih dulu.
"Kamu jangan bicara apa-apa lagi sebelum sampai di club.!" Seru Xander memperingatkan. Ucapan Serra terlalu berbahaya, Xander khawatir tidak bisa menahan diri dan berakhir dengan belok ke hotel.
Serra menurut, dia baru bicara lagi setelah mereka sampai di club. Suasana di basement saja sudah ramai. Saat turun dari mobil, Serra memperhatikan mobil di sudut paling belakang yang bergoyang. Walaupun kaca mobilnya tidak tembus pandang, tapi otak mesum Serra bisa menggambarkan apa yang terjadi di dalam sana.
"Dok,," Serra menarik pelan ujung jas Xander. Pria tampan itu menaikan satu alisnya.
"Lihat disana,," Serra mengarahkan tatapan matanya pada mobil yang sejak tadi tidak lepas dari pandangannya. Xander mengikuti arah pandangan Serra pada mobil yang bergoyang-goyang itu.
"Biarkan saja, jangan campuri urusan orang." Tegur Xander yang mengira kalau Serra ingin mengadukan perbuatan nakal pemilik mobil.
"Idih,, siapa juga yang mau ikut campur urusan orang. Dokter kenapa sih nggak peka.! Masa iya Serra harus terang-terangan bilang 'Dok, Serra juga mau ber cinta di mobil'.!" Lirihnya penuh penekanan.
Xander malah mencubit bibir Serra yang sedang cemberut karna gemas. "Saya mana bisa baca pikiran orang. Kalau bisa bicara langsung, kenapa harus pakai kode. Bikin repot saja." Ujarnya.
"Jadi bagaimana.?" Tanya Serra seraya mendekap lengan besar Xander.
Xander mengangguk kecil dan membawa Serra pergi dari sana.
"Beneran Dok.?" Tanyanya memastikan.
"Nanti kalau acaranya sudah selesai." Sahut Xander. Dekapan Serra di tangan Xander semakin erat saya ketika keduanya masuk ke club. Di otak Serra sudah banyak adegan yang menari-nari.
Serba salah.
Anna kasihan juga karena Zayn nya cuek, tapi ya gimana.. kan cinta ga bisa dipaksakan. Tapi kita ga tau juga sih perasaan Zayn ke Anna sebenarnya gimana, soalnya tadi waktu Aron narik pergelangan tangan Anna, Zayn tiba² termenung. Entah apa maksudnya.