Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Mungkin peribahasa ini sangat cocok untuk menggambarkan kehidupan gadis ini.
Meyva Maharani Nareswari, gadis muda, cantik nan mandiri, kini tengah di hantam dengan kepahitan yang luar biasa dalam hidupnya. Kecewa yang berlipat karena melihat sang kekasih hati yang berselingkuh dengan saudari tirinya sendiri. Di tambah lagi dengan fitnah keji yang di lempar sang mantan dengan tujuan untuk membuat playing victim agar pria itu tak di salahkan dan berbalik semua kesalahan justru jatuh pada Meyva.
Di selingkuhi, di fitnah, di tikung dari belakang, di usir dan satu lagi ... harus menikah dengan seseorang yang baru dia kenal secara mendadak.
Apakah Meyva bisa melewati semuanya?
Apakah kehidupan Meyva bisa jauh lebih bahagia setelah menikah atau justru sebaliknya?
Penasaran dengan kisah kehidupan Meyva?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ennita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
❤️ Happy Reading ❤️
Pagi ini Meyva turun ke bawah untuk berbaur dengan para karyawannya seperti biasa, tapi ada yang tak biasa dari gadis itu. Dia tak turun dengan tangan kosong melainkan ada sesuatu yang di bawanya.
"Selamat pagi." sapa Meyva.
"Pagi mbak Mey."
"Apa semuanya sudah datang?" tanya Meyva dengan mata menelisik ke segala penjuru toko.
"Sudah mbak, Bu Mer dan yang lain ada di dapur." sahut Ana.
Karena di depan hanya ada Ana, Deni, Edi juga Rini yang sedang bersih-bersih.
"Em boleh ngumpul sebentar, tolong panggilkan Anis, Bu Mer sama Santi ya An." pinta Meyva.
Ana langsung ke dapur, tak lama kemudian keluar kembali dengan di ikuti ketiga rekannya dan langsung mengambil posisi duduk di kursi yang masih kosong.
"Ada yang ingin saya sampaikan sama kalian semua." kata Meyva. "Ini." Meyva menyerahkan barang yang sejak tadi tersimpan di dalam paper bag yang di bawanya.
Semua saling tatap antara satu sama lain saat melihat sebuah undangan. Mereka berpikir dan menerka-nerka, itu undangan apa dan milik siapa.
"Ayo ambil, satu orang satu." kata Meyva.
Bu Mer, adalah orang pertama yang mengambilnya. Rasa penasaran yang di rasakan wanita dewasa itu sangat kuat saat ini.
"Ini." kata Bu Mer yang bergantian menatap undangan dengan menatap Meyva, seolah tak percaya dengan apa yang di lihatnya. Meyva pun tersenyum simpul dan menganggukkan kepalanya.
"Jadi beneran mbak?" tanyanya lagi untuk lebih memastikan.
"Iya Bu Mer." sahut Meyva.
Yang lainnya pun jadi tambah penasaran setalah melihat bagaiman respon dari Bu Mer. Satu persatu mulai mengambil dan membaca tulisan yang tertera di sana.
Bahkan Anis pun sampai membuka undangan tersebut untuk memastikan nama yang tertulis di depan karti undangan.
"Mbak Meyva mau nikah?" tanya Anis.
"Iya." jawab Meyva.
"Beneran?" dan kembali di angguki oleh Meyva.
"Akh selamat ya mbak Mey." ujar Anis dengan senangnya.
"Ini bukannya cowok yang tempo hari datang kesini dan ya yang bawa mbak Meyva ke rumah sakit waktu itu." kata Ana.
"Benar Ana, namanya Dave." sahut Meyva.
"Anderson ... Anderson ... kayak gak asing." gumam Deni namun dengan nada yang masih terlalu keras sehingga yang lainnya bisa mendengar.
Sedetik kemudian mata Deni terbelalak kala sudah mengingat nama itu
"Mbak, ini Anderson yang itu kan mbak ... yang punya perusahaan guede itu, em apa ya namanya." kata Deni sambil mengetukkan jari tengahnya di kening sambil mengingat-ingat kembali. "Ah iya Ander ... Perusahaan Ander." serunya.
"Kok kamu tau?" tanya Meyva dengan menyipitkan matanya melihat ke arah Deni.
"Siapa juga mbak yang gak tau perusahan besar dan paling berpengaruh itu." jawab Deni.
"Jadi mbak nikah sama yang punya perusahaan Ander?" tanya Riki dengan polosnya.
"Bukan yang punya, tapi lebih tepatnya punya pertama dari keluarga Anderson ... Dave Anderson." jawab Meyva. " Kalau perusahaan itu kan milik keluarga." sambungnya lagi.
"Wah mbak Meyva hebat, di selingkuhi mas Dimas eh dapetnya mas Dave." sahut Anis. "Ibaratnya nih ya buang ikan teri dapat yang ikan kakap." ujarnya yang membuat semuanya tertawa.
"Ada-ada saja kamu ini Nis ... Nis." kata Meyva. "Jangan lupa kalian datang ya."
"Mbak, ini serius tinggal besok lusa?" tanya Santi yang sudah membaca keseluruhan undangan yang ada di tangannya.
"He'em." jawab Meyva. "Udah ayo balik kerja ... nanti para pelanggan datang kita belum siap apa-apa." sambungnya sambil bangkit berdiri di ikuti para karyawannya.
❤️
Mulai malam ini Meyva akan tidur di rumah Melda.
Semula Meyva menolak, karena tak enak hati dan tak mau terlalu merepotkan orang lain tapi Melda dan orangtuanya memaksanya untuk tinggal di sana sebelum menikah ... cuma satu hari satu malam saja, karena malam sebelum hari H ... Meyva dan keluarga Melda serta para karyawan toko akan di boyong oleh orang suruhan Dave ke hotel dimana acara berlangsung.
Melda dan orangtuanya juga akan menjadi keluarga Meyva di pernikahan gadis itu. Ayah dari Melda pula yang nantinya akan mengantarkan gadis itu ke altar. Mereka sungguh kasihan dengan apa yang di alami oleh gadis itu, bahkan kedua orangtua Melda terutama sang ibu gregetan di buatnya hingga mengeluarkan umpatan berkali-kali bila mengingat cerita gadis malang putri dari sahabatnya itu.
H-1 pernikahannya, Meyva sudah meminta Bu Mer dan karyawannya yang lain untuk ambil libur saja selama dua hari, tapi mereka kekeh gak mau menutup toko. Toko hanya akan libur saat hari H pernikahan sang owner saja.
"Cie ... Cie ... yang sebentar lagi mau sold out." goda Melda saat mereka berdua sudah berada di kamar gadis itu.
"Apaan sih, gak jelas." sahut Meyva.
"Mey, aku penasaran banget kok kamu bisa deket sama tuh pengusaha?" tanya Melda.
"Takdir." jawab Meyva sekenanya yang membuat Melda gregetan.
"Apa, takdir katanya. Boleh gak sih kalau nih orang di remas-remas sampai jadi remahan sangking gregetnya." gerutu gadis itu.
Puk
Satu bantal Melda leparkan dan mendarat sempurna mengenai kepala Meyva.
"Di tanya serius kok malah jawabnya gitu." protes Melda.
"Lah kan serius Melda sayang, semua itu karena takdir." sahut Meyva.
"Sumpah Mey, calon suami kamu itu sudah tampan, gagah dan yang paling penting tajir melintir yang kekayaannya gak akan habis tujuh turunan, tujuh tanjakan, tujuh belokan, tujuh tikungan, tujuh putaran." kata Melda dengan hebohnya. "Kalau Dimas sama Rena tau, auto kejang-kejang." sambungnya dengan tertawa ngakak membayangkan ekspresi kedua penghianat itu.
Meyva hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuanku sahabatnya yang kini bahkan sudah memegangi perutnya sambil masih asik tertawa.
"Eh Mey, tapi nanti kalau kamu sudah nikah sama tuh crazy rich kita masih temenan kan? Kita masih bisa telponan dan ketemuankan?" tanyanya dengan menghentikan tawanya dengan seketika.
"Tentu saja, lagi pula aku juga masih di sini gak pindah kemana-mana jadi masih bisa ketemu seperti biasa ya meskipun sudah gak bisa nginep-nginep kayak gini." jawab Meyva.
"Ah pasti bakal kangen dengan momen-momen seperti ini." kata Melda yang langsung memeluk tubuh Meyva.
Sedangkan di tempat lain tuan Nareswari yang baru saja keluar dari ruangannya di hentikan oleh sang sekretaris.
"Tuan." panggil sang sekretaris sehingga langkah pria paruh baya itu otomatis berhenti. "Maaf ini ada undangan pernikahan dari keluarga Anderson, CEO Ander grup akan menikah besok lusa." sambungnya memberikan informasi.
"Acaranya dimana?" tanya tuan Nareswari.
"Di hotel Ander yang ada di jalan xx dan acaranya di mulai pukul 19.00." jawabnya
"Hem." sahut tuan Nareswari yang kemudian melangkah pergi sambil membawa undangan yang kini sudah masuk ke dalam tas kerja miliknya tanpa membukanya sedikit pun, melihat saja tidak.