Pada tahun 2050, bumi dilanda kekeringan dan suhu ekstrem. Keitaro, pemuda 21 tahun, bertahan hidup di Tokyo dengan benteng pertahanan anti-radiasi. Namun, tunangannya, Mitsuri, mengkhianatinya dengan bantuan Nanami, kekasih barunya, serta anak buahnya yang bersenjata. Keitaro dibunuh setelah menyaksikan teman-temannya dieksekusi. Sebelum mati, ia bersumpah membalas dendam.
Genre
Fiksi Ilmiah, Thriller, Drama
Tema
1. Pengkhianatan dan dendam.
2. Kekuatan cinta dan kehilangan.
3. Bertahan hidup di tengah kiamat.
4. Kegagalan moral dan keegoisan.
Tokoh karakter
1. Keitaro: Pemuda 21 tahun yang bertahan
hidup di Tokyo.
2. Mitsuri: Tunangan Keitaro yang mengkhianatinya.
3. Nanami: Kekasih Mitsuri yang licik dan kejam.
4. teman temannya keitaro yang akan
muncul seiring berjalannya cerita
Gaya Penulisan
1. Cerita futuristik dengan latar belakang kiamat.
2. Konflik emosional intens.
3. Pengembangan karakter kompleks.
4. Aksi dan kejutan yang menegangkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rifky Aditia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 31: PELATIHAN
Pagi itu, suasana di dalam benteng terasa lebih serius daripada biasanya. Setelah kejadian semalam, Keitaro menyadari bahwa setiap orang harus siap menghadapi ancaman kapan saja. Ia dan Kenta segera memulai pelatihan untuk Ayane dan Reina menggunakan senjata.
Di area pelatihan kecil yang mereka buat di dalam dinding benteng, Keitaro dan Kenta berdiri sambil melakukan pengarahan. Ayane dan Reina berdiri di depan mereka, masing-masing memegang busur X yang kemarin diberikan oleh Keitaro.
“Baiklah,” kata Keitaro sambil memasang wajah serius. “Hari ini, kita akan berlatih dasar-dasar menggunakan senjata. Ini penting untuk berjaga-jaga kalau sesuatu terjadi lagi.”
Ayane menatap busur di tangannya dengan ragu. “Aku tidak pernah membayangkan harus memegang senjata seperti ini. Rasanya aneh...”
“Tidak apa-apa. Kita mulai dari dasar dulu,” jawab Kenta, berusaha membuat Ayane merasa lebih nyaman.
Reina, di sisi lain, terlihat lebih siap agar terlihat kuat didepan Keitaro.
Beruang duduk di dekat mereka, mengamati pelatihan dengan rasa ingin tahu. Matanya yang tajam mengikuti setiap gerakan Keitaro dan Kenta, seolah-olah ia sedang belajar bersama.
Pelatihan dimulai dengan cara mengarahkan busur X ke target, menyesuaikan sudut, dan menarik pelatuk dengan tepat. Keitaro memberikan instruksi detail, sementara Kenta membantu memandu ayane dan Reina ketika mereka mulai mencoba menembak target.
Ayane sempat frustrasi karena sulit mengarahkan busurnya dengan benar, tetapi Keitaro dengan sabar membantunya memperbaiki posisi. “Jangan terburu-buru, Reina. Fokus dan kendalikan napasmu. Bayangkan targetmu seperti titik kecil di dunia yang harus kau jaga.”
Melihat Kedekatan mereka Reina tiba-tiba mengangkat tangannya.
“Tunggu, Keitaro,” katanya sambil sengaja menggenggam busur dengan cara yang salah dan gemetar kecil. “Aku tidak yakin cara memegangnya sudah benar. Bisa... ajarkan aku dulu?”
“Oh, baiklah. Ayo, biar kulihat.” ucap keitaro dan mulai mendekati Reina
Reina tersenyum kecil, tampak puas karena berhasil mengalihkan perhatian Keitaro. Ia memperlihatkan cara pemegangan busurnya dengan posisi yang sengaja salah, membuat Keitaro harus mendekat untuk memperbaiki pegangannya.
“Begini, Reina,” ujar Keitaro sambil menunjukkan posisi yang benar. Namun Reina masih memasang ekspresi kebingungan.
“Keitaro, aku masih tidak yakin... Bisa lebih dekat lagi? Rasanya masih salah.”
Keitaro menghela napas dan akhirnya berdiri di belakang Reina, tangannya meraih busur X yang dipegang Reina, membantu mengarahkan posisi tangannya seperti sedang memeluknya lalu memegang tangannya.
“Lihat, begini caranya. Tarik tali busurnya perlahan, tahan napas, dan fokuskan pandanganmu ke target,” kata Keitaro.
Reina tersenyum puas, pipinya sedikit memerah. “Oh, aku mengerti sekarang. Terima kasih, Keitaro.”
Dari kejauhan, Ayane yang memperhatikan kejadian itu mulai cemberut. Ia merasa diabaikan karena Keitaro lebih memusatkan perhatian kepada Reina. Dengan nada agak kesal, ia berkata, “Keitaro, bagaimana denganku? Aku juga butuh bantuan!”
Keitaro menoleh sebentar ke arah Ayane dan mengangguk. Namun, bukannya mendekati Ayane, ia justru berkata, “Kenta, bantu Ayane sebentar, ya. Aku masih memastikan apakah Reina sudah benar-benar menguasai ini.”
Ayane terlihat kecewa, tetapi Kenta, yang menyadari situasi ini mulai tertawa. “Baiklah, Ayane. Aku yang akan mengajarimu. Jangan khawatir, aku juga ahli, kok,” ujarnya sambil tertawa kecil.
Ayane terlihat kecewa tetapi tidak punya pilihan selain menerima bantuan Kenta. Ia pun mulai berlatih dengannya, meski sesekali melirik ke arah Reina dan Keitaro dengan ekspresi tidak puas.
Di sisi lain, Reina tersenyum lebar, merasa puas karena berhasil mendapatkan perhatian penuh dari Keitaro. Pelatihan berlangsung lebih lancar setelah itu, dengan Reina dan Ayane mulai terbiasa menggunakan busur mereka.
Di sisi lain, Shoji sibuk di luar benteng dengan tugasnya sendiri. Ia telah merencanakan untuk memperkuat pertahanan benteng dengan jebakan yang lebih canggih.
Ia memasang peluncur granit otomatis di beberapa titik strategis di luar dinding. Alat itu dirancang untuk mendeteksi gerakan dan meluncurkan granit ke arah target secara otomatis.
Selain itu, Shoji menanam ranjau tersembunyi di sepanjang jalur yang sering digunakan oleh orang asing untuk mendekati benteng. Setiap ranjau dilengkapi dengan sensor panas yang akan meledak jika ada yang terlalu dekat.
Di puncak dinding benteng, Shoji juga memasang beberapa senapan otomatis yang dapat dikendalikan dari jarak jauh. Ia menghubungkannya dengan tablet khusus yang ia bawa, memungkinkan dirinya untuk mengontrol senjata tersebut dengan presisi tinggi.
“Jika mereka mencoba menyerang lagi, mereka akan menyesal,” gumam Shoji sambil memasang salah satu perangkat terakhirnya.
Ketika Shoji selesai, ia kembali ke dalam benteng untuk memberi tahu lokasi lokasi jebakan yang ia pasang sambil menyaksikan pelatihan yang dilakukan oleh Keitaro dan Kenta. Ia melihat Reina dan Ayane mulai terbiasa menggunakan busur X mereka, sementara Keitaro dan Kenta memberi mereka arahan tambahan.
“Bagaimana? Sudah siap untuk menjadi bagian dari pertahanan benteng?” tanya Shoji dengan nada menggoda.
Reina mendengus. “Aku mungkin tidak sebagus kalian, tapi setidaknya aku bisa mengenai target sekarang.”
Ayane mengangguk. “Kami akan berlatih lebih keras lagi."
Keitaro tersenyum puas. “Kita sudah membuat kemajuan besar. Tapi ingat Kita harus terus berlatih dan tetap waspada.”
Hari itu ditutup dengan semua orang kembali ke peran mereka masing-masing. Benteng semakin siap menghadapi segala kemungkinan, dan Keitaro merasa lebih percaya diri bahwa tim mereka bisa bertahan menghadapi apa pun yang akan datang.