Seoramg gadis yang berprofesi Dokter harus menikah dengan seorang pria yang ia tolong.
Dokter Manya Aidila adalah nama gadis itu. Usianya dua puluh enam tahun. Bertugas di sebuah daerah terpencil minim sarana dan prasarana. ia bertugas di sana selama tiga tahun dan sudah menjalankan tugas selama dua tahun setengah.
Suatu hari gadis itu mendengar suara benda terjatuh dari tebing. Ia langsung ke lokasi dan menemukan mobil yang nyaris terbakar.
Ada orang minta tolong dari dalam mobil. Dengan segala kekuatanmya ia pun menolong orang yang ternyata seorang pria bule.
Si pria amnesia. Gadis itu yang merawatnya dan ketua adat desa memintanya untuk menikah dengan pria bernama Jovan itu.
Awalnya biasa saja Hingga kejadian menimpa Manya. Jovan dijebak dan pria itu merenggut kesucian gadis itu.
Hingga tinggal dua bulan lagi Manya selesai masa dinas. Jovan yang sudah ingat akan dirinya pergi begitu saja meninggalkan istrinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maya Melinda Damayanty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DAN AKHIRNYA ...
Satu bulan sudah Jovan dirawat dan diobati. Semua lukanya pun sembuh dan tanpa bekas. Manya memeriksa kembali semua sendi-sendi juga tulang Jovan. Tidak ada pergeseran atau retak.
"Apa ada yang sakit?" tanya gadis itu.
Ya, dokter Manya masih gadis. Selama dirawat di rumah, gadis itu memilih tidur di bawah menggelar kasur lain.
"Kenapa kau berbaring di sana?" tanya Jovan di awal malam dengan nada tak suka.
"Aku tidurnya lasak alias tidak bisa diam. Jika aku tidur bersamamu, kemungkinan tulangmu patah akibat tendanganku," jelas Manya panjang lebar.
"Kalau begitu aku yang di bawah!" ujar pria itu.
"Kau jangan sembarangan!" larang Manya kesal.
"Kau akan bertambah sakit dan aku makin pusing jika harus membawamu ke kota!" ujarnya lagi dengan suara keras.
Mau tak mau, Jovan menurut. Pria itu tidur di atas kasur dan Manya tidur di bawah. Benar saja. Selama ia tidur tak jarang Jovan melihat tubuh gadis itu berguling ke sana kemari, bahkan mengigau tak jelas. Terkadang pria itu tertawa sendiri melihat Manya tiba-tiba menendang kakinya ke atas dan berbalik sambil berdumal.
Kini ketika hari berganti minggu, minggu menjadi satu bulan. Wajah Jovan yang bengkak karena memar juga lecet yang ia derita sudah mulus bersih dan tampan. Memang pria itu sangat tampan terlebih dengan iris hazelnya.
Jovan melatih diri dengan membantu para bapak-bapak untuk mencangkul kebun. Banyak anak gadis dan wanita-wanita menggoda pria itu.
"Mas Jovan ... ih, beruntung amat ya Mba Manya dapetin mas ganteng," ujar salah satu wanita dengan nada centil.
"Tau gitu saya aja yang merawat mas pas sakit kemarin," lanjutnya setengah kecewa.
"Mas ... mba Manya udah diapain? Satu malam berapa ronde?" tanya salah satu ambigu.
"Maaf ya, istri saya itu dokter, bukan petinju!" jawab Jovan kesal.
"Hahaha ... Mas Jovan bisa ajah ... kek nggak tau apa maksud perkataan ku," ujar gadis itu tertawa merasa receh.
Jovan tak pernah menggubris perkataan para gadis atau wanita yang menggodanya. Para wanita di sini banyak yang bekerja di luar desa bahkan banyak pendatang yang sudah tidak bersuami. Sebut saja namanya Nindia, wanita itu datang ke desa lembah dalam status sudah tak bersuami. Dua tahun Nindia tinggal di desa ini dengan damai.
Nindia begitu terobsesi dengan Jovan. Ia menarik perhatian pria itu dengan mengenakan baju-baju seksi yang ketat. Terkadang ia hanya mengenakan hot pants dan tantop saja. Kulitnya yang putih mulus dan beberapa bagian yang tampak besar dan padat seperti dada dan bokong.
Sayang, tak ada satu pun pria yang tertarik dengan apa yang dikenakan oleh Nindia termasuk Jovan.
"Apa mereka itu buta ya! Udah seksi begini kaga ada yang ngelirik!" umpatnya kesal dalam hati.
Hingga suatu hari Nindia akhirnya berinisiatif melakukan sesuatu. Wanita itu membeli banyak air mineral kemasan botol untuk dibagikan pada pekerja kebun termasuk Jovan.
"Selamat pagi menjelang siang bapak-bapak!" sapanya ramah.
"Wah, Mba Ndia ada angin apa nih ke kebun siang-siang?" tanya salah satu bapak-bapak dengan ramah.
"Ah ... bukan apa-apa pak, ini saya mau bagikan air kemasan botol buat minum. Maaf hanya ini yang bisa saya beri," ujarnya lalu memberikan botol-botol itu pada seluruh bapak-bapak termasuk Jovan.
"Wah bener-bener nih, Mba Ndia lagi kena angin barat, baik banget!"
Entah itu pujian atau sindiran Nindia tak peduli. Yang ia pedulikan salah satu botol yang tepat ia berikan pada Jovan.
Jovan melihat semua botol yang diberikan pada bapak-bapak. Hanya milik dia yang segelnya sudah terbuka. Hendak bertanya, tapi Jovan memutuskan untuk diam.
"Loh kok belum di minum mas?" tanya Nindia.
"Nggak suka ya karena hanya air mineral biasa?" lanjutnya dengan nada kecewa.
"Belum haus mba, mungkin sebentar lagi," sahut pria itu.
Semua mata melihatnya dengan pandangan aneh. Hari begitu panas dan Jovan sudah mandi keringat, bahkan dengan gamblang mengatakan belum haus.
"Wah, sakti kamu Mas Jo. Panas gini loh, kok ya nggak haus?" celetuk salah satu bapak setengah takjub.
Jovan tersenyum kikuk. Sementara di sana Nindia menatapnya dengan tatapan memohon agar minuman itu diminum. Untuk menghormati yang memberikan air kemasan itu, mau tak mau Jovan meneguknya.
"Nggak apa-apa jika hanya sedikit kan?" tanyanya dalam hati.
Karena memang haus. Ia meneguk air itu tiga kali. Lalu sisanya ia siram ke kepalanya.
"Loh kok dibuang?" tanya Nindia setengah marah.
"Kepala saya panas mba," jawab Jovan yang membungkam mulut Nindia.
Pekerjaan selesai. Semua bapak-bapak memilih membereskan peralatan kebun mereka, Jovan memilih ke sungai untuk membersihkan tangan dan kakinya. Perlahan Nindia yang masih di sana mengikuti.
Ketika di aliran sungai, suhu dalam tubuh pria itu terasa panas, memang siang itu begitu terik dan menyengat tubuh. Tapi hanya kulit saja yang berasa panas, ini hingga dalam tubuhnya Jovan merasakan panas luar biasa.
"Apa ini, ada apa dengan tubuhku?" tanyanya panik dalam hati.
Peluh menetes, dari rasa panas tiba-tiba ia merasakan hal lain. Inti tubuhnya mulai bereaksi.
"Sial, minuman itu ...," desisnya.
"Mas ... mas kenapa? Kok pucat?" tanya Nindia yang datang.
Jovan menatap wanita itu dengan tatapan berbeda. Tubuh Nindia yang berlenggok mendatanginya menambah hasrat pria itu untuk berbuat lebih jauh.
"Mas ... mas kenapa?" tanyanya dengan tatapan sayu.
Nindia membuka mulut menggoda, bibirnya yang merah merona, pakaian ketat yang membungkus tubuhnya membuat siapapun bernapsu. Terlebih, wanita itu memang sengaja memasukkan obat perangsang ke dalam air botol khusus untuk Jovan.
"Maaf saya harus pergi!" ujar Jovan segera menahan diri.
"Mas, mau ke mana mas!"
Jovan berjalan secepat mungkin, tangan Nindia tak mampu menjangkau bahkan menarik tubuh besar pria itu.
"Mas jangan pergi, aku juga bisa merawatmu dengan baik!" teriak wanita itu. "Mas!"
"Eh ... kau mau ngapain?"
Tiba-tiba sebuah tangan menahan lengan wanita itu. Nindia menoleh.
"Eh ... pak kades, ini ... saya lihat Mas Jovan pucat dan lari, saya ingin memastikan jika dia nggak apa-apa," jawabnya menahan gugup.
"Sudah, dia tak akan kenapa-kenapa!" ujar Anton tenang.
"Ada istrinya yang seorang dokter, pasti Jovan baik-baik saja!" tekan pria itu lagi.
Nindia pun pasrah. Sementara itu Jovan nampak berlari menuju klinik tempat istrinya bekerja. Pria itu sampai dengan napas tersengal-sengal.
"Sayang!" panggilnya.
"Astaga mas! Kamu nggak apa-apa?" Manya datang menyahut dan melihat kondisi suaminya yang kacau.
"Manya ... sayang ... kau istriku kan?" Manya mengangguk pelan.
"Jadi jika aku lakukan ini tidak apa-apa karena aku adalah suamimu," ujar Jovan lalu menarik tubuh istrinya.
Hari yang terik mendadak hujan ketika sore menjelang. Suara teriakan Manya yang terenggut kesuciannya teredam dengan suara petir menyambar.
Sungguh Manya tak menginginkan hal ini. Gadis yang sudah dinodai suaminya sendiri itu merasa jika Jovan sudah ada yang memiliki.
"Hiks ... hiks!"
Manya menangis ketika Jovan melakukan pelepasan. Semua benih tertanam dalam rahim gadis yang kini menjadi seorang wanita.
"Kau istriku, sayang dan ini adalah hak ku!" ujar Jovan memeluk tubuh istrinya erat.
Manya hanya sesenggukan, ia pun pasrah dengan keadaannya sekarang.
'Semoga kau memang belum beristri, mas ...,' gumamnya dalam hati.
bersambung.
belum ... Jovan emang belum beristri kok.
next?
kurang ngudeng aku