Hidup tak selalu sesuai apa yang kita inginkan.Saat uang dijadikan tolak ukur,saudara pun terasa orang lain.Saat kita berada dibawah tak ada yang mau mengakui saudara tapi saat kita punya segalanya semua sanak saudara datang mendekat. "Kau harus sukses nak,biar bisa membeli mulut-mulut yang sudah menghina kita"kata-kata dari ibu masih terngiang sampai sekarang.
Sandra terlahir dari keluarga miskin dan selalu di hina oleh adik ipar sendiri. Mereka selalu menganggap bahwa orang miskin itu tidak pantas bersanding dengan keluarga mereka.
Nasib siapa yang tau,sekarang boleh di hina karna miskin tapi kita tidak akan pernah tau kedepannya seperti apa. Lalu bagaimana nasib Sandra apakah ia bisa membeli mulut - mulut orang yang menghina keluarganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ima susanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Malam beranjak berganti pagi. Pagi masih begitu muda ,embun masih merayap di daun keladi. Mentari masih sembunyi di belahan bumi yang lain . Samar suara muazin nan indah melantunkan panggilan dari rabb-Nya,membangunkan gadis cantik dalam balutan daster panjang.
Sebagai seorang hamba yang tau kewajiban,Sandra beringsut turun dari tempat tidur menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan bersiap melaksanakan sholat subuh.
Gadis itu terlihat khusuk melaksanakan perintah-Nya.Tangannya menengadah memohon doa dan keberkahan pada tuhanya. Sudut matanya turut mengembun.
Selepas melaksanakan sholat subuh,Sandra melanjutkan memasak sarapan untuk dirinya sendiri. Gadis cantik itu tampak begitu cekatan meracik bumbu yang akan dimasaknya.
Dia terlihat sangat terampil. Sudah menjadi kebiasaan sejak dulu, saat almarhum ibunya masih ada. Mereka tiap pagi saling bantu membantu menyiapkan sarapan buat keluarganya. Tapi kini tinggal kenangan.
Selepas sarapan dan berbenah rumah,Sandra bergegas kerumah tantenya seperti janjinya pada Wilda kemaren .Takutnya kalau tidak datang akan menimbulkan masalah baru,dia sudah lelah dengan permasalah-permasalahan yang sering dia lalui. Dia butuh ketenangan untuk menapaki kehidupan sebatang kara.
Keliatan dari kejauhan sudah banyak sanak saudara dari keluarga ayah berkumpul dan beberapa orang tetangga nampak ikut membantu. Hiruk pikuk layaknya orang hajatan.
Sandra bergegas melangkah,tapi langkahnya terhenti saat mendengar suara yang sudah tak asing telinganya.
"Bagus ya jam segini kamu baru muncul." Ujar Tante Ita sinis.
"Maaf tante ,aku berbenah dulu baru kesini." Jawabku pelan.
"Udah buruan sono,bantuin ibu-ibu masak. "Ujar Tante Ita mendorong sedikit tubuhku.
"Iya tan." Dengusku sedikit jengkel.
"Ingat!Kerja yang benar jangan celamitan." Ujar Tante Ita pelan namun penuh nada penekanan di telingaku.
Aku mengangguk saja sebagai tanda jawaban menguatkan apa yang tante Ita katakan.
Lalu Tante Ita pergi meninggalkan ku,aku pun bergegas menuju samping rumah dimana para ibu-ibu dan bapak-bapak tengah sibuk dengan berbagai pekerjaan masing-masing.
Peluh bercucuran membasahi tubuh,terlihat kesibukan disana sini. Sesekali terdengar canda tawa mengurangi rasa lelah. Begitulah kebiasaan di kampung kami,setiap ada acara para tetangga bahu membahu membantu tanpa disuruh.
Kedua mata ini berkaca-kaca,tak kala ingat mendiang ibu yang juga kerap membantu para tetangga. Bayang ibu seakan melintas tersenyum memandangku.
Malam kembali datang membawa kegelapan bersama desiran angin malam,terdengar lantunan indah ayat-ayat suci Al-Quran dari para bapak-bapak dan ibu-ibu yang datang turut mendoakan haul kepergian nenek dan ayah.
Acara haul dilaksanakan ba'da isya sampai selesai. Begitu ramai yang datang turut mendoakan malam ini. Acara berlangsung khidmat hingga selesai jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Para tetangga satu persatu mulai meninggalkan rumah tante Ita setelah santap bersama.
Aku turut membantu membersihkan halaman depan maupun didalam, sisa bekas minum juga makanan yang tampak berserakan dengan dibantu beberapa orang tetangga yang masih turut hadir dan menemani malam ini.
Di sudut rumah nampak anak-anak,menantu,cucu dan keluarga lain duduk bersenda gurau. Sambil ngopi-ngopi dengan sajian beraneka ragam kue.
Tak peduli dan masa bodo melihat kami. Sindiran demi sindiran yang secara tidak langsung ditujukan kepadaku sering mereka lontarkan.
"Di,tau ga.Ada anak miskin belagu. Sok-sok-an kuliah. Emang dia pikir ga bayar kali ya."Tawa endang menyindirku.
"Masa sih,ketinggalan berita dong gue, dang."Ujar Dina antusias.
"Masa loe ga tau sih. Wah parah."
"Sumpah ...beneran gue ga tau.Jangan bikin gue penasaran dong." Sungut Dina .
"Biasa orang kismin mimpi terlalu tinggi. Pake acara kuliah segala,ga nyadar. Lebih parahnya lagi kuliahnya satu kampus sama gue,gila ga?" Ujar Endang sengaja mengeraskan volume suaranya berharap Sandra tersinggung.
"Siapa?".Ujar Dina penasaran.
Dengan memonyongkan mulutnya kearah Sandra,Endang secara ga langsung memberi jawaban atas pertanyaan Dina. Dina lantas mengarahkan matanya kearah dimana Sandra tengah sibuk berbenah.
"Masa sih!Uang dari mana coba?" Cibir Dina.
"Gue juga mikirnya gitu secara hidup sebatang kara,walau kerja tapi ga mungkin lah." Ujar Endang.
"Atau jangan-jangan jual diri." Lirih Dina pura-pura menutup mulut, tapi masih terdengar oleh Sandra.
Dengan emosi yang meletup-letup mendengar sindiran tersebut . Kilatan kemarahan nampak dimatanya. Sandra bergegas melangkah menghampiri sepupunya itu. Siap meledakkan apa yang selama ini dia tahan. Tak selamanya orang diam itu lemah,bila sudah tiba waktunya akan pecah juga.
...****************...
Terimaksih buat pembaca setia karya - karya aku. Terimaksih like dan komennya,tanpa kakak2 semua aku bukanlah siapa2 dan tidak akan mungkin sampai di titik ini. 😊😘😍🙏
Tinggalkan jejak dengan memencet tombol like dan komen yang banyak agar Author semangat menulis bab selanjutnya😊😘😍🙏
Sekarang dada Yb Bener mama Nya siapa/Hey//Facepalm/