Tahap revisi)
Samuel, pria berusia 38 tahun, memilih hidup melajang bertahun-tahun hanya demi satu tujuan—menjadikan Angelina, gadis 19 tahun yang selama ini ia nantikan, sebagai pendamping hidupnya. Setelah lama menunggu, kini waktu yang dinantikannya tiba. Namun, harapan Samuel hancur saat Angelina menolak cintanya mentah-mentah, merasa Samuel terlalu tua baginya. Tak terima dengan penolakan itu, Samuel mengambil jalan pintas. Diam-diam, ia menyogok orang tua Angelina untuk menikahkannya dengan paksa pada gadis itu. Kini, Angelina terperangkap dalam pernikahan yang tak diinginkannya, sementara Samuel terus berusaha memenangkan hatinya dengan segala cara. Tapi, dapatkah cinta tumbuh dari paksaaan, atau justru perasaan Angelina akan tetap beku terhadap Samuel selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kak Rinn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
berbaikan
Angelina menangis di tempat tidur, ia menyesal telah menerima perjodohan ini. Inilah dampak dari perjodohan paksa—kita yang belum tahu siapa sebenarnya pasangan kita dan bagaimana hubungannya dengan masa lalu mereka.
Ia merasakan sebuah kekosongan yang menggerogoti hatinya, bertanya-tanya apakah Samuel benar-benar mencintainya atau hanya terjebak dalam perjodohan yang dipaksakan. Kenapa ia merasa begitu asing dengan suaminya? Kenapa perasaan itu hadir setelah semua yang mereka lewati bersama?
Tangisannya semakin dalam, dan hatinya semakin berat. Ia merasa tidak ada yang bisa mengerti dirinya—tidak ada yang tahu betapa kecewanya ia sekarang.
Di luar, Samuel masih berdiri dengan ragu, tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Ia tahu, ia harus berbicara dengan Angelina. Tapi bagaimana caranya menjelaskan semuanya, ketika dirinya sendiri belum sepenuhnya siap menghadapinya?
"Kalau Samuel benar-benar mencintaiku dan menyogok orang tuaku untuk memaksaku menikah dengannya, lalu kenapa pada akhirnya aku yang harus terluka?" Angelina bergumam dengan dramatis, suaranya pecah oleh isak tangis yang tak bisa ia tahan lagi.
Ia meremas bantal di hadapannya, menutupi wajahnya yang basah oleh air mata. Semua yang terjadi seakan seperti sebuah mimpi buruk yang tak ada habisnya. Rasanya ia tak bisa lagi mempercayai apa yang ada di depannya—bahkan suaminya sendiri.
"Dan sekarang aku hamil olehnya, saat aku belum siap? Apakah Samuel tidak memikirkan perasaanku selama ini?" Angelina terus menggerutu dengan suara tercekat, air mata semakin deras mengalir di pipinya.
Perasaan bingung dan takut menguasainya. Ia menatap bayangan dirinya di cermin, mencoba mencari kepastian di wajah yang kini terasa asing baginya. Ia merasa terperangkap dalam hidup yang tak ia pilih, dalam perasaan yang tak ia harapkan.
Ceklek
Pintu kamar terbuka, dan Angelina tersentak. Ia baru menyadari bahwa pintu kamarnya tidak terkunci. Cepat-cepat ia duduk tegak, matanya langsung menatap Samuel yang kini sudah berdiri di ambang pintu.
Samuel melihat wajah Angelina yang dipenuhi air mata. Melihat itu, rasa bersalah langsung menyelimuti hatinya. Ia menghela napas panjang dan melangkah mendekat.
"Angelina, tolong berhenti menangis. Izinkan aku untuk menjelaskan semuanya," ucap Samuel pelan, suaranya penuh penyesalan.
Angelina hanya menatapnya dengan penuh kebencian, tak mengucapkan sepatah kata pun. Ia menggigit bibir, berusaha menahan perasaan yang semakin meluap.
Namun, tanpa berkata apapun, Angelina akhirnya melangkah sedikit mundur, memberi sedikit ruang untuk Samuel duduk di sampingnya.
Samuel menatap wajah Angelina yang menghindari pandangannya. Ia tahu benar apa yang dirasakan istrinya. "Aku tahu, ada pepatah yang mengatakan, sepandai-pandainya kita menyembunyikan bangkai, bau busuknya tetap akan tercium."
Keheningan itu terasa begitu berat, namun Samuel melanjutkan, "Wanita yang ada di foto itu adalah mantanku, tapi itu sudah bertahun-tahun lalu. Kami tidak lagi ada hubungan apa-apa. Aku bahkan tidak sadar masih memiliki foto itu, sampai akhirnya kau menemukannya di gudang."
Angelina perlahan mulai tenang. Ia memberanikan diri untuk menatap Samuel yang terlihat begitu menyesal.
"Aku tahu itu menghancurkan hatimu," lanjut Samuel, "Tapi percayalah, aku rela menunggu bertahun-tahun hanya untuk melihatmu dewasa. Kau adalah cinta pertamaku, dan juga yang terakhir. Aku mohon, jangan biarkan dirimu hancur karena ini. Kau sedang hamil, sayang. Aku tidak ingin kita atau bayi kita terluka lebih jauh lagi."
"Apakah itu benar? Lalu, Apakah kau masih mencintainya?" tanya Angelina, suaranya masih dipenuhi keraguan.
Samuel menggeleng pelan, kemudian mengeluarkan tangannya menyentuh pipinya dengan lembut, menghapus air mata yang masih mengalir di wajah cantiknya.
"Tidak ada yang kucintai di dunia ini selain dirimu, sayang," ujarnya dengan tulus. "Jika kau masih tak percaya, aku siap mati saat ini hanya untuk dirimu."
Akhirnya, suasana di kamar itu mulai tenang. Angelina perlahan mulai percaya dan luluh pada Samuel. Tanpa berkata-kata, ia memeluk Samuel dan bersandar di dadanya, merasa nyaman dengan kehadiran suaminya yang penuh kasih.
"Tolong, jangan pernah tinggalkan aku ataupun menyakitiku lagi," ucap Angelina dengan suara yang bergetar. "Aku sudah mulai jatuh cinta padamu. Aku sekarang telah mencintaimu, Samuel. Jangan patahkan hatiku setelah kau berhasil merebutnya."
Samuel memeluk erat istrinya, menyampaikan tekad yang kuat melalui pelukan itu. "Aku akan berusaha sebaik mungkin untuk tidak menyakitimu lagi. Jika suatu hari aku membuatmu menangis, aku siap menerima konsekuensi apa pun yang datang."
***
"Samuel, bolehkah aku keluar hari ini? Sekarang aku punya bibi untuk menemaniku," tanya Angelina dengan lembut.
Samuel menatapnya sejenak, "Memangnya kau mau ke mana pagi ini?"
"Aku ingin ke pasar, ingin berbelanja sesuatu yang kuinginkan."
Samuel menoleh ke arah Ningsih, pembantunya yang berdiri di samping Angelina, lalu kembali menatap istrinya. Setelah berpikir sejenak, ia merogoh saku celananya dan mengeluarkan dompetnya.
"Ini uang belanjanya," ucap Samuel sambil menyerahkan kartu hitam (black card) kepada Angelina, membuat keduanya terkejut dan saling melotot.
"Tapi ini terlalu berlebihan, aku hanya butuh uang tunai," kata Angelina, terkejut dengan jumlah yang tertera pada kartu tersebut.
"Kalau begitu, kalian bisa gunakan kartu itu untuk belanja. Kartu itu tidak untuk penarikan tunai, tapi bisa dipakai di toko atau untuk pengeluaran lainnya. Aku sedang tidak membawa uang tunai." jelas Samuel.
Angelina menatap Ningsih, lalu kembali memandang suaminya dengan bingung. "Tapi aku tidak tahu cara menggunakannya! Apakah ada kartu lain?"
Samuel mengangkat satu alis dan membuka dompetnya, memperlihatkan beberapa kartu black card yang ada di dalamnya. Tidak ada uang tunai sedikit pun. "Memangnya kalian berdua ingin beli apa?"
Angelina berpikir sejenak, "Aku ingin beli buah-buahan dan beberapa cemilan di supermarket."
Angelina menatap Ningsih lalu ia pun kembali kepada suaminya, "Tapi aku tidak tahu cara menggunakannya! Apakah ada kartu lain?"
Samuel mengangkat satu alisnya, ia kemudian memperlihatkan isi dompetnya pada istrinya. Benar saja terdapat black card yang begitu banyak, tidak ada uang tunai satupun.
"Memangnya kalian berdua ingin beli apa?" tanya Samuel penasaran.
"Aku ingin beli buah-buahan dan juga Aku ingin pergi ke supermarket untuk membeli beberapa cemilan." jawab Angelina lembut.
"Gunakan saja kartu itu jika kau tidak tahu orang yang melayani pasti akan mengerti," ucap Samuel sampai tersenyum tipis.
Angelina dan Ningsih hanya manut kemudian keduanya pergi dari mansion, sementara Samuel kembali fokus dengan pekerjaannya.
^^^...^^^
......Udah hampir bab 30 aja nih, tapi kok sepi terus ya. Apa ada yang salah sama novel author ya? Tolong komen dong, agar author tahu kesalahan author yang membuat cerita ini kurang menarik, kalau dicuekin gimana bisa mengembangkan cerita author nih🙏......