NovelToon NovelToon
Bumiku

Bumiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Spiritual / Kutukan / Kumpulan Cerita Horror
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: LiliPuy

bumi yang indah dan tenang seketika berubah menjadi zona tidak layak huni.
semua bermula dari 200 tahun lalu saat terjadi perang dunia ke II, tempat tersebut sering dijadikan tempat uji coba bom atom, sehingga masih terdapat radiasi yang tersisa.

selain radiasi ternyata itu mengundang mahluk dari luar tata Surya Kita yang tertarik akan radiasi tersebut, karena mahluk tersebut hidup dengan memakan radiasi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LiliPuy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Mereka yang tercampakan

Malam membungkus kota Reksa, menyiapkan panggung bagi kekacauan yang akan segera menjelma. Di antara kerumunan warga yang gelisah, suara berbisik membara seperti bara api di kegelapan. Banyak yang mengumpulkan barang-barang penting, wajah-wajah penuh resah. Di sudut jalan, dua sosok tampak berdiskusi.

“Bisa kau bayangkan? Mereka menolak para pengungsi,” ucap Toni, menatap Chris dengan mata berbinar panas.

“Menolak? Itu kejam. Apa mereka tidak mengerti?” Chris meremas tangannya, jari-jarinya memutih.

Toni menggelengkan kepalanya. “Memang kejam, tapi mereka percaya ini pilihan terbaik. Semakin banyak orang, semakin sulit mengontrol kekacauan.”

“Kalaupun ada alasan, pasti ada cara lain. Kita tidak bisa hanya membiarkan mereka terjebak di luar itu.” Suaranya penuh semangat, serta memuncak antara kepanikan dan harapan.

“Lihat semua ini.” Toni menunjuk ke arah kerumunan. “Mereka semua berdesakan, dan untuk apa? Kementerian baru yang berkuasa?” Wajahnya penuh skeptisisme. “Apa yang bisa mereka lakukan? Seperti mengisi ember dengan lubang.”

Chris menghela napas panjang. “Kita harus melakukan sesuatu. Mulai berusaha secepatnya.”

Malam makin larut. Suara sirene jarak jauh memecah keheningan. Wajah-wajah di kerumunan menoleh, mata mereka menampakkan ketakutan.

“Chris!” teriak seorang pria dari sisi jalan. Dia melambai-lambaikan tangannya, seolah memanggil mereka. “Ada berita buruk! Semua jalan menuju kota ditutup!”

“Tutup? Mengapa?” Chris merasa detak jantungnya meningkat.

“Presiden baru bilang, ‘siapa pun yang mencoba memasuki kota, akan dianggap ancaman!’” Pria itu berbisik, seolah kata-katanya bisa mengundang malapetaka.

“Jadi, mereka menganggap warga sendiri sebagai ancaman?” Toni bertanya, suaranya serak.

Chris bergerak lebih dekat. “Mereka tidak bisa, bukan?”

“Tanpa makanan? Tanpa air? Apa mereka pikir semua ini akan berhenti dengan sendirinya?” Tanya Toni, gelisah.

Pria itu menggelengkan kepala, keraguan merayap di wajahnya. “Ini adalah keputusan presiden. Kita harus mematuhi perintah.”

“Kita tidak akan mematuhi sesuatu yang bodoh!” seru Chris mendengar keputusan itu. “Banyak orang yang terjebak di luar sana!”

Toni menarik Chris menjauh dari pria itu. “Tenang, kita tidak bisa berisik di sini. Mereka akan memperhatikan.”

“Tapi aku tidak bisa tinggal diam!” Chris berkata, lirih. “Kita perlu mengumpulkan orang-orang, mengatur strategi.”

“Dan apa yang akan kita lakukan? Serang mereka? Kita tidak punya kekuatan,” Toni menjawab, nada suaranya penuh keputusasaan.

Mereka terdiam. Di angkasa, bintang-bintang terdengar jauh. Kota tampak sepi, padahal di dalamnya, ketegangan terus merambat.

“Kita harus menemukan Allan,” saran Chris, wajahnya kembali penuh harapan. “Dia mungkin punya informasi tambahan.”

“Ya,” Toni setuju, tetapi keraguan tetap menyelimuti matanya. “Tapi dia bisa terjebak di tempat yang sama.”

“Kita tidak boleh menunggu lebih lama lagi,” Chris bertindak cepat. “Ayo kita cari dia.”

Dengan langkah mantap, mereka meninggalkan kerumunan, berjalan menuju pusat kota. Setiap langkah terasa berat. Suara keriuhan dari jalanan masih menggema, tetapi mereka berfokus pada satu tujuan.

Di sudut pasar, kerumunan kecil berkumpul. Chris mengamati sekeliling, mencari Allan.

“Jangan katakan ini salah. Ada informasi penting di sini,” bisik Toni, mengarahkan pandangan ke arah orang-orang.

Seorang wanita berambut panjang berdiri di depan kerumunan. “Ada yang terlihat aneh di seberang danau! Bisakah kita percayai presiden saat dunia runtuh di depan mata kita?”

“Ketepatan informasi!” teriak seseorang dari dalam kerumunan. “Bagaimana jika kita semua berjuang bersama?”

Chris mendekati wanita itu. “Apa yang terjadi? Kenapa ada yang aneh di sana?”

Wanita itu menatapnya, lalu berkata, “Satu minggu yang lalu, ada cahaya aneh di danau. Sejak itu, suara-suara aneh terdengar.”

Cahaya aneh? Suara aneh? Chris merasakan ketertarikan menyala. “Kita harus menyelidikinya. Dengan kemungkinan yang ada, itu bisa menjelaskan semuanya.”

Toni menggigit bibirnya. “Kita tidak bisa hanya melompat ke situasi itu. Kita harus punya rencana.”

“Aku setuju,” jawab Chris. “Tetapi pertama, kita perlu menemukan Allan. Tanpa dia, kita kehilangan satu bagian dari teka-teki ini.”

Mereka melanjutkan pencarian, menghindari tatapan curiga dari pasukan militer yang berjaga. Suara bising dari kerumunan terdengar samar, namun keputusan presiden membayangi mereka seperti awan gelap.

Di sebuah gang sempit, Chris dan Toni berhenti. “Kau yakin kita di jalan yang benar?” Toni bertanya, menatap celah-celah di dinding.

“Jika ada harapan di sini, kita wajib menemukan Allan,” tekad Chris.

Toni mengangguk, bisa merasakan semangat Chris. “Kau benar. Mari kita coba lebih jauh.”

Langkah-langkah mereka kembali bersatu, sekali lagi menjalani jejak tak terbayangkan di saat malam semakin berlari. Kota Reksa tampak dingin, kegelapan masih mengintai di atas bayang-bayang harapan.Mereka berdua menyusuri jalanan sempit, tetap waspada terhadap langkah-langkah pasukan militer yang tertangkap di sudut-sudut mata. Setiap suara mencuatkan ketakutan; langkah sepatu bot, deru mesin, atau bahkan bisikan tersembunyi.

“Di mana kau pikir Allan sekarang?” tanya Toni, suaranya parau.

“Mungkin dia di tempat aman, mencoba mengumpulkan informasi. Dia pintar,” jawab Chris, berusaha menenangkan dirinya sendiri.

“Hanya berharap saja dia selamat. Jika presiden begitu kejam, semua orang bisa terancam,” Toni menggigit bibirnya lagi, perasaannya menyeberang antara harapan dan kehampaan.

Chris mengangguk, mencoba mempertahankan positif dalam pikiran. Dua langkah lagi, mereka menghentikan langkah di depan sebuah bar yang gelap. Suara bising menghampiri dari dalam. Ketakutan menyelip di antara kerumunan mereka yang bersembunyi.

“Haruskah kita masuk?” tanya Chris, ragu-ragu.

“Ya, mungkin ada orang yang tahu di mana Allan. Coba cari informasi,” katanya, meraih pergelangan tangan Chris dan menariknya ke dalam.

Di dalam bar, suasana mencekam. Sinar temaram lilin menciptakan bayangan di wajah orang-orang yang duduk melingkar. Mereka berbisik, sesekali melemparkan tatapan tak percaya ke arah dua pengunjung baru.

“Jangan menarik perhatian,” Chris memperingatkan, mengamati sekeliling.

Seorang pria berjanggut, berkeringat, melirik mereka dengan penuh curiga. “Apa kalian di sini untuk bicara atau berbuat sesuatu?” suaranya serak.

“Kami tidak mencari masalah,” jawab Chris, berusaha menunjukkan ketulusan. “Kami ingin informasi. Tentang Allan, atau apa pun yang terjadi di luar sana.”

Pria itu menatap Toni, lalu Chris. “Allan? Tidak ada yang tahu di mana dia. Semua orang berusaha menyelamatkan diri sendiri.”

“Dia bisa membantu kita. Dengan keadaan saat ini, kita butuh lebih dari sekedar informasi umum!” satu suara ternganga di sudut. Suara itu datang dari seorang wanita tua yang duduk di sudut, matanya berkilauan penuh ketegangan.

“Bagaimana kau bisa mengacaukan hidupmu?” pria berjanggut kembali angkuh.

“Orang banyak melarikan diri dari luar kotak ini!” wanita itu berteriak, suaranya penuh semangat. “Jika presiden tidak mau menerima kita di dalam, kami semua akan menderita! Kita harus bersatu!”

Toni mencondongkan tubuh ke depan. “Apa maksudmu?”

Wanita itu menggenggam cangkir teh dingin. “Mendengar berita tentang danau. Ada sesuatu yang tidak beres. Ada kekuatan yang tak terduga di dalamnya! Kita tidak bisa hanya duduk menunggu.”

Chris menatap Wanda, wanita tua itu. “Kekuasaan macam apa?”

“Siapa yang bisa tahu? Banyak yang sudah melaporkan kekacauan!” dia bersikeras. “Barang yang jatuh dari langit, suara memekakkan telinga. Kita tidak bisa takut akan presiden!”

Kerumunan berbisik, ketegangan semakin membakar. Sementara itu, Chris menyadari bahwa mereka sudah semakin jauh keluar dari kenyataan.

“Bisa jadi kita perlu berani menghadapi kenyataan itu,” Chris menegaskan, berusaha membuat keputusan. “Kita tidak bisa terusik oleh ketakutan.”

“Dan jika presiden berusaha menjebak kita?” pria berjanggut bertanya, nada skeptis mengemuka.

“Kita akan menghadapi itu bersama,” Toni menambahkan, matanya menatap serius. “Kita tidak sendiri. Kita punya orang.”

“Dan apa yang akan kita lakukan?” Pria itu tertawa sinis. “Bertarung melawan kebohongan?”

Chris mendekat dan menatap pria itu. “Kami tidak pernah takut melawan apapun. Mari kita lakukan apa yang perlu dilakukan.”

Suasana di bar kembali menghangat, barisan pendukung mulai terbentuk. Pikirannya berputar, namun dia merasa semangat masuk ke dalam hati mereka semua.

“Cobalah, bersatu,” Chris bersiap berbicara. “Jika kita ingin menemukan Allan, kita perlu membangun aliansi. Kalian semua bagian dari solusi.”

Dengan berani, wanita tua itu bangkit. “Dia benar. Aliansi ini bisa memberi kita kekuatan untuk mengubah sesuatu!”

1
mous
lanjut thor
Hikaru Ichijyo
Alur yang kuat dan tak terduga membuat saya terpukau.
Mưa buồn
Kalau lagi suntuk atau gabut tinggal buka cerita ini, mood langsung membaik. (❤️)
Jelosi James
Sukses selalu untukmu, terus kembangkan bakat menulismu thor!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!