Ryo seorang pengusaha yang sukses harus menelan musibah dari tragedi yang menimpanya. Sebuah kecelakaan telah membuatnya menjadi lumpuh sekaligus buta. Istrinya sudah tidak Sudi lagi untuk mengurusnya.
Aura, adik sang istri tak sengaja hadir ditengah mereka. Aura yang memerlukan uang untuk kebutuhan hidupnya kemudian ditawari sang kakak sebuah pekerjaan yang membuat semua kejadian cerita ini berawal.
Pekerjaan apakah yang ditawarkan pada Aura?
dan bagaimana nasib Ryo selanjutnya?
Biar tau kisah selengkapnya, yuk ... di intip kisahnya....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yurika23, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 7 - Kelakuan Jesica
Di kediaman Bagas dan Aura,
“Dik! Ada kabar gembira!. Tadi pagi Mas Ryo meneleponku, dia meminta izin padaku katanya kalau dibolehkan kau diminta bekerja di salah satu perusahaannya Mas Ryo, jadi akuntan, gajinya lumayan besar loh Dik, gimana? Kamu mau nda?” kata Bagas semangat.
“Aku bekerja? kenapa nda Mas Bagas saja yang bekerja disana?” ucap Aura.
“Aku nda cocok sama pekerjaan itu, lagipula kata Mas Ryo besok lusa rekan bisnisnya mau menawarkan pekerjaan buatku, kita bisa sama-sama mengumpulkan uang toh Dik”
Dengan pertimbangan yang panjang, akhirnya Aura menyetujui untuk bekerja di salah satu perusahaan Ryo.
Diantar Bagas hanya sampai depan gedung yang menjulang tinggi, Aura harus memasuki lobby sendirian menuju lantai dua puluh.
Aura teringat beberapa menit yang lalu di halaman gedung ketika Bagas sangat ingin menemaninya menemui Ryo untuk mengantar istrinya, tapi apa mau dikata Bagas harus ke pabrik untuk hanya untuk mendapatkan uang makan yang akan ia ambil di hari itu.
Sesampainya di lantai dua puluh, Aura menemui sekretaris Ryo yang berada tepat di sebrang pintu lift. Pintu ruangan Ryo hanya berjarak beberapa langkah saja dari kursi tunggu yang saat ini menjadi tempat duduk Aura.
Aura diminta menunggu, karena Ryo sedang keluar sebentar dengan rekan bisnisnya. Aura sesekali memutar pandangannya. Tak banyak karyawan yang berada di ruangan itu. Hanya beberapa karyawan saja yang terlihat sedang bekerja dengan laptop-laptop Mereka.
Baru saja Aura akan mengambil ponselnya dari dalam tas, tiba-tiba terlihat dari pintu lift yang terbuka muncul seorang wanita melangkah buru-buru kearah Aura yang tengah duduk menunggu.
“Aura! siapa yang suruh kamu kesini!” pekik Jesica yang tampak berapi-api.
Jantung Aura seolah akan lepas dari tempatnya.
“Kak Je- … “ Aura yang tidak menyangka kakaknya akan datang, hanya bisa melongo tidak mengerti.
Tiba-tiba saja Jesica menjambak rambut adiknya, dan memaksanya untuk berdiri.
“Dasar miskin! Tidak tau diri!. Kau sengaja ya merayu suamiku agar bisa bekerja disini dan supaya kau bisa bertemu dengannya setiap hari! Begitu kan niatmu!”
Beberapa karyawan yang berada di lantai itu memandang mereka dengan heran. Aura terus berusaha melepaskan jambakan kakaknya, dan wajahnya menyeringai menahan sakit.
“Aw!, Ka-kak salah pa- … “ bukannya melepaskan cengkeramannya dari rambut Aura, Jesica justru menambah mengguncang tubuh Aura dengan masih menjambak rambut adiknya dengan kedua tangan.
Sekretaris yang datang ingin melerai dan menolong Aura justru kena semprot dan didorong Jesica hingga terhuyung jatuh ke lantai.
“Siapapun yang akan menolong si miskin ini, akan dipecat! Mengerti kalian!” pekik Jesica emosi.
Jesica kembali ke Aura yang sudah kesakitan, Jesica dengan geram menaikan tangannya akan menampar Aura, tapi tiba-tiba dari arah belakang, tangan kekar suaminya mencengkram keras lengan Jesica hingga pergerakannya terhenti.
“M-Mas … k-kau disini?“ ujar Jesica tak mengira suaminya ada di sana.
“Keterlaluan!” suara berat Ryo terdengar geram.
PLAK!
Sebuah tamparan pedas mendarat di pipi Jesica. Dengan mata melotot, Jesica menatap suaminya dalam-dalam.
“Mas! kenapa kau tampar aku!” Jesica memegang pipinya yang terasa perih.
“Aku yang meminta adikmu bekerja disini!. Tidak tahu malu!. Masuk ke ruanganku!” pekik Ryo pada istrinya.
“Tapi Mas, aku-”
“MASUK!” suara Ryo menggelegar, benar-benar menakutkan. Hingga beberapa karyawan yang berada di sana sampai tertunduk ketakutan dan tidak sanggup menatap kearah Ryo dan Jesica.
Jesica terpaksa melangkah keruangan Ryo degan menahan emosi. Sementara Aura diarahkan duduk oleh sekretaris Ryo.
“Kalian boleh istirahat!” perintah Ryo pada karyawannya yang berada di sana, karena beberapa menit lagi memang sudah jam istirahat.
Ryo menatap Aura yang sudah acak-acakan. Pria itu duduk perlahan disamping Aura.
“Maafkan Jesica, aku benar-benar tidak menyangka dia berbuat seperti itu” kata Ryo sambil menumpukan kedua lengannya di lutut.
“Iya, Mas. Dia memang selalu seperti itu padaku, aku sudah terbiasa” ucap Aura yang sudah sedikit lebih tenang.
“Kau sering diperlakukan kasar oleh Jesica?” wajah Ryo serius menatap Aura.
“Iya”
Terdengar dengusan nafas yang dihembus kasar oleh Ryo. “Benar-benar keterlaluan”
“Apa, kepalamu masih sakit?” Ryo kembali menatap Aura.
“Lumayan” Aura menunduk, kemudian mengangkat wajahnya menatap Ryo. “Anu, maaf Mas, sepertinya aku mengurungkan niat untuk bekerja disini, terimakasih sebelumnya atas tawaran Mas Ryo, tapi sepertinya kakakku tidak suka aku bekerja disini. Aku - permisi dulu, Mas” Aura berdiri, melewati Ryo dan akan melangkah menuju lift.
“Kau pulang sendiri?” tanya Ryo dengan suara agak keras karena jarak mereka yang agak jauh. Aura berhenti melangkah dan menoleh kearah Ryo.
Akhirnya Ryo berjalan mendekati Aura yang sudah hampir sampai ke pintu lift.
“Iya, aku pulang sendiri. Mas Bagas masih di pabrik jadi tidak bisa jemput.”
“Apa perlu ku antar?” tawaran Ryo justru membuat Aura sedikit takut, pasalnya ia sudah bersuami, dan jika ia menerima tawaran kakak iparnya itu khawatir akan berujung kearah yang lebih berbahaya.
“Tidak usah Mas, terimakasih, aku bisa pulang sendiri. Aku pamit dulu.” Aura buru-buru melangkah menuju lift.
Sementara Jesica mendapat ancaman perceraian jika ia tidak meminta maaf pada Aura. Dengan terpaksa Jesica meminta maaf di saksikan Ryo melalui load speaker ketika menghubungi Aura.
Dua hari kemudian,
Ryo dan Bagas akan mengunjungi seorang rekan bisnis Ryo yang akan memberikan pekerjaan untuk Bagas.
“Kenapa sih kau keras kepala sekali tidak mau bekerja di perusahaan ku?” tanya Ryo di sebelah Bagas di dalam mobil sedan Mercedes.
“Aku sudah bilang, Mas, aku tuh nda mau jadi omongan nanti di perusahaan Mas Ryo. Nanti dibilang nepotisme-lah, aku masuk karena orang dalam-lah … yah pokoknya isu-isu yang nda enak gitu Mas. Belum lagi Mba Jesica yang,- “
“Ya, ya .. oke. Terserah kaulah” ucap Ryo menyerah.
Ryo merasa aneh dengan pendirian Bagas yang berbeda dengan orang kebanyakan. Bagas justru tidak ingin bekerja di perusahaan kakak iparnya, padahal jabatan apapun pasti ia dapatkan jika ingin bekerja ditempat Ryo.
Akhirnya Bagas resmi di terima di perusahaan milik rekan bisnis Ryo. Gaji yang akan di terima Bagas jauh lebih besar dari pabrik tempat Bagas bekerja kemarin.
Mereka sempat makan siang bersama di kantin perusahaan tersebut.
“Mas, aku tidak tahu harus mengucapkan apa pada Mas Ryo. Mas Ryo terlalu baik” ucap Bagas di sela makan siangnya.
“Sudahlah, itu memang sudah rejeki mu, Bagas. Buatlah istrimu bahagia” Ryo kemudian tertunduk dan sesaat sedikit termenung.
“Mas, kenapa?, Apa ada masalah?. Dari tadi aku lihat sepertinya Mas memikirkan sesuatu” tanya Bagas.
“Bukan masalah besar, hanya tentang istriku”
“Mba Jesica?” alis Bagas mengerut.
“Ya. Aku juga bingung, kenapa bisa menikahi wanita itu. Dia sangat tidak pandai mengurus suami. Aku terus mengintrospeksi diriku sendiri, apa kekuranganku sampai dia seolah acuh padaku” keluh Ryo pada Bagas.
“Aku pikir Mas Ryo tidak memiliki kekurangan. Tapi ada baiknya Mas tanyakan langsung pada Mba Jesica, dan komunikasikan masalah ini dengan pikiran dingin”
“Aku sudah pernah ingin membahas hal ini padanya, tapi dia menanggapi seolah hal ini hanya masalah sepele”
“Mas, Mas Ryo sebagai laki-laki dan suami punya kewajiban mendidik istri dengan sedikit tegas jika memang itu diperlukan”
“Marah maksudmu?”
“Yah, jika memang perlu. Atau Mas bisa mendiamkan Mba Jesica untuk beberapa hari kalau dengan marah justru bisa berakibat lebih parah”
Ryo diam sejenak.
“Apa kau pernah marah pada Aura?” tanya Ryo.