Menjadi pedagang antar dua dunia? Apakah itu memungkinkan?
Setelah kepergian kakeknya, Sagara mewarisi sebuah rumah mewah tiga lantai yang dikelilingi halaman luas. Awalnya, Sagara berencana menjual rumah itu agar dapat membeli tempat tinggal yang lebih kecil dan memanfaatkan sisa uangnya untuk kebutuhan sehari-hari. Namun, saat seorang calon pembeli datang, Sagara tiba-tiba mengurungkan niatnya. Sebab, dia telah menemukan sesuatu yang mengejutkan di belakang rumah tersebut, sesuatu yang mengubah pandangannya sepenuhnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kata Pandu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 31 : Kesempatan
Di dalam aula yang sangat luas dan megah, kehadiran Sagara bagaikan hembusan angin yang datang tanpa suara. Suasana di ruangan itu dipenuhi oleh percakapan dan tawa ringan. Namun, tatapan mata tamu-tamu yang hadir mencerminkan rasa ingin tahu dan kewaspadaan. Mereka semua tampak terlibat dalam perbincangan hangat, tapi sesekali mata mereka melirik ke arah Sagara, pria muda nan tampan yang baru saja tiba dengan sikap tenang dan percaya diri.
Sagara dengan mengenakan pakaian yang sangat menawan, berjalan perlahan di antara para tamu. Penampilannya sederhana namun penuh wibawa. Seperti yang sudah Sagara perkirakan, tidak banyak orang yang peduli dengan kemunculannya. Lagipula dia orang baru di tempat itu. Beberapa pasang mata hanya menatap sekilas, lalu mengalihkan pandangannya seakan-akan Sagara hanyalah bayangan yang numpang lewat. Meskipun demikian, ada beberapa bisik-bisik kecil yang mulai menyebar di antara para tamu, membicarakan tentang siapa sebenarnya pemuda misterius ini.
"Apa itu... dia?" bisik salah satu tamu pada rekannya. "Pewaris keluarga Morgans yang sedang hangat dibicarakan?"
"Keluarga Morgans? Sepertinya aku pernah mendengar nama itu dari suatu tempat... oh... toko yang dulu sering aku datangi! Tapi bukankah mereka sudah menghilang lima tahun yang lalu?" sahut yang lain dengan nada ragu.
Desas-desus mulai beredar di antara para tamu, dan perlahan perhatian mulai tertuju kepada Sagara. Namun, Sagara sendiri tetap tenang. Meskipun ada rasa gugup yang menebal di hatinya, dia berhasil menenangkan dirinya, menarik napas dalam-dalam, dan menjaga gerak-geriknya agar terlihat tetap tenang. Dia tahu bahwa malam ini bukan hanya pesta dansa biasa. Ini adalah kesempatan baginya untuk menunjukkan bahwa keluarga Morgans telah kembali, lebih kuat dan siap menempuh jalur kejayaan dan kesuksesan yang baru.
Sambil membawa minuman manis di tangannya, Sagara berjalan mengamati setiap sudut aula yang megah itu. Lampu-lampu kristal besar menggantung di langit-langit, memberikan cahaya lembut yang memperindah dekorasi ruangan yang penuh dengan keanggunan. Namun, suasana itu tiba-tiba terganggu oleh sebuah sentakan ringan pada ujung rompinya. Ketika Sagara menoleh, dilihatnya seorang gadis kecil dengan gaun mewah namun tampak tidak nyaman dikenakannya. Mata gadis itu yang berbinar menatap Sagara dengan rasa ingin tahu yang tak terbendung.
"Tuan, Anda pewaris keluarga Morgans, kan?" tanya gadis kecil itu tanpa basa-basi.
Sagara tersenyum kecil. Anak ini pasti adalah Sthania, putri bungsu keluarga Rosewood yang dikenal dengan tingkahnya yang unik. Seperti yang diharapkan, dapat melihat aksi gadis kecil ini membuat Sagara merasa terhibur.
"Benar," jawab Sagara lembut. "Saya adalah kepala keluarga Morgans yang baru."
Wajah Sthania langsung berubah antusias, matanya yang berbinar semakin bersinar. "Benarkah? Wah, aku dengar banyak cerita tentang keluarga Anda! Bisakah aku membeli sesuatu dari toko keluarga Anda? Dulu, aku punya alat ajaib yang dibelikan oleh Ibunda, alat itu bisa mengeluarkan kertas ajaib yang dapat memperlihatkan wajah ayah, ibu, dan kakak, tapi sekarang alat itu sudah rusak."
Sagara menahan tawa mendengar deskripsi yang begitu sederhana namun jujur dari gadis kecil itu. Tentu saja, alat yang dimaksud Sthania adalah kamera polaroid yang mungkin pernah dijual di toko keluarga Morgans. Sagara mengangguk pelan, lalu berkata, "Saya belum memilikinya sekarang, tapi tapi jika Anda sabar menunggu, Anda bisa memesan alat itu saat toko keluarga saya kembali dibuka."
Sthania mendengus kecil, tampak sedikit kecewa. "Baiklah, tapi Anda harus menepati janji, ya!"
Sagara mengangguk. "Tentu saja, Adik Kecil. Namun, untuk sekarang, bagaimana jika saya memperhatikan sesuatu yang lebih menarik sebagai gantinya?"
Rasa penasaran Sthania kembali muncul, dan dia menatap Sagara dengan antusias. "Apa itu? Aku ingin tahu!"
Sagara mengambil jarak sejenak, lalu mengeluarkan ponselnya dari saku. Ia mengarahkan kamera ke arah Sthania dan memotret wajah mungilnya yang penasaran. Ketika dia menunjukkan hasilnya di layar ponsel, Sthania terkejut.
"Wah! Itu aku! Tapi nampak lebih jelas daripada kertas gambar yang aku miliki!" seru Sthania dengan takjub.
Sagara tersenyum lebar melihat reaksi gadis itu. Namun sebelum Sthania sempat meraih ponsel tersebut, Sagara menariknya kembali. "Tunggu dulu, saya belum selesai menunjukkan sesuatu yang lebih menarik lagi."
Sagara kemudian merekam video Sthania yang masih terpesona dengan layar ponsel itu. Setelah beberapa detik, ia menunjukkan rekaman video tersebut kepada Sthania. Wajah gadis kecil itu berubah menjadi lebih heran lagi. "Apa? Bagaimana aku bisa bergerak di dalam alat itu? Ini... apa ini sihir?"
"Ini tidak menggunakan sihir, Nona Kecil."
"Aku mau! Aku mau! Berikan aku satu!"
Sthania dengan antusias mencoba merebut ponsel itu, akan tetapi Sagara dengan cepat mengangkatnya lebih tinggi, jauh dari jangkauan gadis kecil tersebut. Sthania mulai berusaha melompat, bahkan mengomel kecil layaknya anak kecil yang tak mendapat mainannya.
Saat itulah, seorang wanita muda datang mendekat dengan langkah anggun. Dia adalah Jane Rosewood, kakak perempuan Sthania dan sosok yang menjadi pusat perhatian pesta dansa malam ini. Wajah cantiknya dihiasi senyum hangat, tapi matanya memancarkan ketegasan.
"Sthania, jangan mengganggu tamu," tegur Jane dengan lembut namun tegas. Dia memalingkan pandangannya kepada Sagara dan menunduk sedikit sebagai tanda hormat. "Maaf atas ketidaksopanan adik saya, Tuan Morgans. Dia memang sering merepotkan orang lain."
Sagara tersenyum sopan. "Tidak apa-apa, Nona Rosewood. Dia justru membuat saya terhibur."
Jane tersenyum, Sthania yang tadinya aktif berusaha meraih ponsel Sagara, kini segera bersembunyi di balik tubuh kakaknya itu.
"Terimakasih atas pengertiannya, Tuan Morgans. Dan maaf jika tidak keberatan, bisakah saya bertanya mengenai alat yang Tuan Sagara perlihatkan sebelumnya?"
"Maksud Anda, ponsel ini?"
"Benar, saya ikut memperhatikannya dari kejauhan dan menyadari nilai sesungguhnya dari alat itu, sungguh alat yang sangat luar biasa. Apakah itu bagian dari produk keluarga Anda?"
Sagara tertawa kecil, sembari memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku. "Tidak, ini hanya barang pribadi saya. Tapi jika Nona Rosewood tertarik, Anda bisa memesannya satu seperti Nona Sthania."
Jane tersenyum hangat, tapi di matanya terpancar ketertarikan yang mendalam. "Terima kasih, saya sangat menghargainya. Oh, dan... perkenalkan, saya Jane Rosewood, putri tertua keluarga Rosewood."
Sagara merespons dengan sopan. "Sagara Morgans, kepala keluarga Morgans yang baru. Suatu kehormatan bisa hadir di pesta yang indah dan menyenangkan ini."
Setelah perkenalan singkat itu, Sagara baru menyadari bahwa kini banyak tamu lain di sekelilingnya yang memperhatikannya. Rupanya, tanpa disadari, interaksinya dengan Sthania tadi telah menarik perhatian banyak orang. Mereka memandang Sagara dengan berbagai ekspresi—ada yang penasaran, ada yang kagum, dan tak sedikit pula yang mencoba menilai seberapa besar potensi dan pengaruhnya di dunia sosial yang mereka huni.
Jane sendiri tampaknya menyadari situasi tersebut. "Tuan Morgans, sepertinya Anda sudah menjadi pusat perhatian. Apakah Anda ingin saya perkenalkan kepada beberapa tamu penting malam ini?"
Sagara tersenyum sopan, meskipun di dalam hatinya dia masih merasa sedikit gugup. Namun, dia tahu bahwa ini adalah kesempatan yang tak boleh disia-siakan. "Tentu saja, Nona Rosewood. Saya akan sangat menghargai bantuan Anda."
Jane mengangguk dengan anggun, lalu mulai memimpin Sagara melintasi aula yang dipenuhi tamu-tamu elit. Jane dengan pembawaannya yang tenang mulai memperkenalkan Sagara kepada teman-teman wanitanya, para nona dan lady dari keluarga bangsawan. Sagara yang mendapatkan kesempatan itu pun mulai menjelaskan dan menawarkan barang-barang dagangannya kepada para sekumpulan para lady itu. Barang-barang yang sudah pasti disukai para wanita bangsawan, sesuatu yang bahkan selalu diminati oleh wanita di dunia modern. Sementara itu, Sthania yang masih penasaran dengan alat ajaib milik Sagara, terus mengekori sang kakak, dia sesekali mencoba membujuk Sagara, berharap bisa melihat lebih banyak lagi dari alat yang tadi sempat membuatnya takjub.
Malam itu, aula besar keluarga Rosewood dipenuhi oleh percakapan-percakapan yang hangat. Di tengah gemerlap pesta dansa, Sagara berjalan dengan tenang, berbaur dengan para tamu, memperkenalkan dirinya sebagai sosok pewaris keluarga Morgans yang baru. Meski awalnya dia merasa menjadi orang asing di tengah-tengah keramaian, perlahan, tapi pasti, keberadaannya mulai diperhitungkan oleh sebagian bangsawan yang hadir.