Karena mabuk, Viona, wanita yang sudah memiliki suami itu melakukan cinta satu malam dengan pria tampan dengan sejuta pesona.
Viona, wanita berusia 25 tahun itu merasakan kejenuhan dalam rumah tangganya, awalnya hubungan dia dan suaminya begitu mesra dan harmonis namun tiba-tiba suaminya berubah menjadi sedikit tempramen dan jarang pulang, apalagi sudah dua tahun mereka tidak pernah melakukan hubungan suami istri lagi, tentu saja Viona sangat tersiksa dalam hubungan yang jenuh seperti ini.
Namun, malam itu malah mengubah segalanya, dia seperti tersesat dan tak tau arah jalan untuk kembali, dengan pesona pria yang bernama Daniel Gilbert.
"Lupakan tentang semalam, anggap saja tidak terjadi apa-apa. Aku sudah memiliki suami."_ Viona Maharani.
"Itu pertama bagiku, karena itu kamu tidak bisa menyuruhku seenaknya untuk melupakan apa yang terjadi pada kita."_ Daniel Gilbert.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DF_14, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tak Bisa Menolaknya
[Apa kamu baik-baik saja? Tadi sore badan kamu masih panas.]
[Jangan lupa minum obat, Viona]
[Malam ini aku tidak akan bisa tidur karena terus memikirkan kamu.]
[Pagi Viona, bagaimana sekarang keadaan kamu? Semalam aku mengkhawatirkan kamu.]
[Aku dengar kamu tidak masuk kerja hari ini, kamu baik-baik aja kan Viona?]
[Viona, masih sakit kah? Sudah diperiksa ke dokter lagi belum? Kalau tidak ada yang antar biar aku antar lagi.]
[Viona]
[Viona, kamu baik-baik saja kan?]
Sudah beberapa kali Daniel mengirim pesan pada Viona, tapi sama sekali tidak ada balasan. Dia hanya menghela nafas menatap layar ponselnya.
Sore itu setelah pulang kerja, Detektif Al bilang dia sedang mengikuti kemana arah Satria pergi, sepertinya Satria bukan pulang ke rumah tapi pergi ke arah yang berbeda, karena itu Daniel memilih pergi menemui Viona di rumahnya.
Rasa rindu ini begitu bergejolak di dalam dada, bercampur rasa khawatir yang teramat sangat bagi wanita itu. Daniel memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi ingin sekali bertemu dengan wanita itu.
Begitu sampai di depan rumah Viona, dia segera mengetuk pintu rumahnya, sampai akhirnya sang pujaan hati membuka rumah itu.
"Daniel?" Viona terlihat kaget saat melihat siapa yang datang ke rumahnya.
Daniel hanya diam menatap wajah Viona.
Viona nampak grogi di tatap seperti itu oleh Daniel, "Kenapa kamu datang kesini?"
Daniel pura-pura tersenyum menatap Viona "Tentu saja mengkhawatirkan kamu." Tanpa menunggu izin dulu dari pemilik rumah, Daniel masuk ke dalam.
Daniel sebenarnya ingin bilang bahwa detektif yang dia sewa sedang mengikuti Satria, tapi dia takut Viona akan marah karena ikut campur di dalam rumah tangganya. Walaupun sebenarnya dia ingin mencari bukti perselingkuhan ibu tirinya, agar papanya dapat membuka mata bahwa Miska hanya mengincar hartanya saja.
Viona jadi kebingungan harus mengusirnya atau tidak, dia jadi sedikit gelisah, "Daniel, bagaimana kalau nanti suami aku pulang?"
Daniel tidak menjawab dulu, dia memperhatikan disetiap sudut rumah itu, ingin tau tempat seperti apa yang Viona tinggali. "Memangnya kita kenapa? Aku hanya ingin menjenguk teman semasa SMA ku, apa itu salah?"
"Emm... ah tidak tapi..."
Daniel malah nyengir, "Atau kamu tidak menganggap aku ini hanya teman semasa SMA saja? Apa kamu anggap aku selingkuhan?"
Viona jadi salah tingkah mendengar pertanyaan dari Daniel, "Nggak, bukan begitu. Tapi..." Viona jadi ambigu, dia tidak tau harus mengatakan apa lagi pada Daniel.
Daniel mendekati Viona.Tangannya menyentuh kening Viona, "Badan kamu masih panas, Viona. Biar aku antar ke dokter lagi ya? Atau sekalian ke rumah sakit?"
"Gak usah, aku gak apa-apa kok. Sakit kepala aku sudah sedikit berkurang, hanya tinggal panas aja. Beneran!" Kondisi Viona memang sudah mendingan.
Daniel menganggukkan kepala, dia melepaskan tangannya yang menyentuh kening Viona. Mereka duduk di kursi sofa tepat dengan jarak sekitaran setengah meter.
"Apa kamu akan datang ke pesta?"
"Mas Satria tidak mengajak aku, buat apa juga?"
"Buat jadi pasangan aku." canda Daniel.
Viona mendeliki Daniel, "Ish... kamu gila ya. Bagaimana nasibku nanti menghadapi om dan tanteku."
"Apa kamu takut pada mereka?"
"Bukan begitu, aku dari kecil di rawat oleh om dan tanteku."
"Apa kamu sudah makan?" Daniel mengeluarkan bubur di dalam paper bag yang dia bawa.
"Emm... sudah."
Namun sayangnya perut Viona tidak bisa diajak kompromi, malah terdengar begitu nyaring seakan memberitahu Daniel bahwa dia belum makan.
Wajah Viona memerah, menahan rasa malu, "Itu bukan bunyi dari perutku."
Daniel hanya bisa tertawa.
Viona jadi salah tingkah, "Ish... jangan tertawa!"
"Kata Sandra kamu masih sakit. Makanya sebelum datang kesini aku beli bubur dulu. Biar aku suapin ya."
Viona langsung menolak, "Gak usah, aku bisa sendiri."
Namun Daniel tidak mendengarnya, dia mendekatkan jaraknya pada Viona, dia menyodorkan satu sendok bubur ke mulut Viona, "Aaaa..."
Dengan ragu-ragu Viona membuka mulutnya, dia terpaksa membiarkan Daniel menyuapinya. Baru kali ini merasakan di suapin lagi selain kedua orang tuanya, saat masih kecil karena dia anak tunggal dia begitu di manja oleh kedua orang tuanya. Dan penderitaan itu datang ketika dia dibawa om Ari tinggal bersamanya, tante Sinta memperlakukannya seperti pembantu.
Tanpa terasa dia meneteskan air matanya karena sangat merindukan kedua orang tuanya.
Daniel nampak kebingungan karena tiba-tiba Viona menangis, "Kenapa kamu menangis Viona?"
"Oh tidak, tidak apa-apa kok. Aku hanya merindukan orang tua aku."
Daniel memegang wajah Viona, dia menghapus air matanya dengan lembut, menatap Viona dengan begitu dalam, "Tak bisakah kamu berbagi semua kesedihan itu dengan aku? Aku akan selalu ada untuk kamu, Viona."
Siapa yang tidak luluh dengan perlakuan pria ini. Sekuat hati ingin terus menghindari dan membuang perasaan ini, tapi perasaan itu malah semakin membesar, sangat sulit untuk melupakannya.
Bahkan dia harus jatuh lagi, tak bisa menolaknya, saat pria itu menyatukan kedua bibir mereka. Viona hanya memejamkan mata, tangannya memegang erat baju Daniel, berusaha untuk tidak ikut terhanyut lebih dalam.
Bibir Viona seakan menjadi candu bagi Daniel, dia tak bisa mengendalikan dirinya walaupun sudah berusaha sekuat mungkin, apalagi tak ada penolakan dari Viona, membuat dia menciumnya lebih dalam lagi, semakin dalam.