Widia Ningsih, gadis berusia 21 tahun itu kerap kali mendapatkan hinaan. Lontaran caci maki dari uanya sendiri yang bernama Henti, juga sepupunya Dela . Ia geram setiap kali mendapatkan perlakuan kasar dari mereka berdua . Apalagi jika sudah menyakiti hati orang tuanya. Widi pun bertekad kuat ingin bekerja keras untuk membahagiakan orang tuanya serta membeli mulut-mulut orang yang telah mencercanya selama ini. Widi, Ia tumbuh menjadi wanita karir yang sukses di usianya yang terbilang cukup muda. Sehingga orang-orang yang sebelumnya menatapnya hanya sebelah mata pun akan merasa malu karena perlakuan kasar mereka selama ini.
Penasaran dengan cerita nya yuk langsung aja kita baca....
Yuk ramaikan ....
Update setiap hari...
Selamat membaca....
Semoga suka dengan cerita nya....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mbak Ainun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3
"Pagi juga Widi. Nanti kamu langsung menemui HRD, ya. Selamat bekerja," ucap Pak Cakra menepuk bahu Widi dengan lembut.
"Baik Pak, terima kasih," balas Widi dengan sedikit menunduk.
Widi langsung menuju ke ruang HRD yang di bimbing oleh asisten Pak Cakra.
"Alhamdulillah, meskipun sebagai OG yang penting aku bisa bekerja demi orang tuaku," gumam Widi sembari berkenalan dengan seangkatannya.
Sementara itu, Nia yang memiliki semangat yang tinggi ia berbelanja di warung, ia berniat memasak kesukaan Widi. Baru saja tiba di warung, tidak sengaja ia mendengar nama Widi di sebut oleh Henti.
"Mana mungkin lah, orang yang ijazah SMA bisa dapat pekerjaan secepat itu! Bisa saja si Widi itu menjual diri."
Deg!
"Astagfirullah, apalagi yang di lakukan sama Mba Henti," isak Nia seraya meremas dada bajunya yang terasa sesak.
klek!
Bruk!
Wendi melihat istrinya yang baru pulang dengan keadaan menangis pun bingung, ia duduk di samping istrinya dan merangkulnya dengan lembut agar istrinya merasa tenang.
"Ada apa Bu, kok nangis? Mana barang belanjaannya?" Wendi mengitari posisi duduk istrinya.
"Gak jadi belanja karna ada Mba Henti," balas Nia dengan tersedu-sedu.
"Apa hubungannya sama, Mbak Henti?" tanya Wendi yang dilanda kebingungan.
"Mba Henti, mengatakan kalo Widi menjual diri!" sesak Nia mengingat ucapan kakaknya, Wendi mengepalkan kedua tangannya.
.
.
.
Tak lama dari itu, hari menjelang sore Widi pulang ketika pekerjaannya sudah selesai.
"Widi, kita pulang duluan ya."
"Iya kak, hati-hati di jalan."
"Widi, mau aku antar gak?"
"Lain kali aja kak, aku masih banyak pekerjaan."
"Ya sudah."
Widi buru-buru menyelesaikan pekerjaannya yang tinggal sedikit lagi. Kurang lebih 20 menit akhirnya ia sudah selesai dan bergegas mengambil tasnya yang berada di kloter untuk pulang, karena waktunya sudah lewat dari jam pulangnya.
Tak lama dari itu, akhirnya Widi tiba di rumah. Ia tidak tahu kedua orang tuanya sedang berada di puncak emosi.
"Assalamualaikum, tumben Bapak sama Ibu duduk di teras?" tanya Widi seraya mengulurkan tangannya yang ingin bersalaman dengan kedua orang tuanya.
Plak!
Plak!
Widi tercengang dan memegang kedua pipinya, ia terkejut mendapat perlakuan buruk dari Bapak untuk pertama kalinya.
"Pak!"
"Dari mana kamu!" sentak Pak Wendi berkacak pinggang dengan wajahnya merah padam.
"Widi kerja Pak," balas Widi dengan mata sendunya.
"Pembohong! Pasti kamu menjual diri kan, kami tidak butuh uang haram kamu. Silahkan kamu pergi dari sini!" Pak Wendi melemparkan tas besar yang berisi baju Widi.
Bruk!
Bugh!
"Pak, apa yang terjadi? Kenapa baju Widi di buang?" panik Widi
"Pak, sudah! Jangan usir Widi!" Nia langsung memeluk Widi.
"Bu, apa yang terjadi?" tanya Widi, Nia tak mampu untuk menjelaskannya ia hanya bisa memeluk erat anaknya.
"Pergi kamu dari sini! Tanpa uang haram kamu, kami bisa mencari sendiri!" sentak Wendi menarik Paksa istrinya masuk ke dalam.
Brak!
"Apa yang terjadi?" isak Widi
Widi terpaksa pergi dari rumah, ia mengambil tas yang dIbuang oleh Bapaknya. Tetangga mulai menggosip melihat Widi yang di usir oleh Bapaknya, begitu juga dengan Henti. Ia tertawa bahagia melihat keluarga Nia sedang tidak baik-baik saja.
"Betulkan apa kata aku pagi tadi!" tanya Henti seraya melirik ke arah Widi yang sedang menuntun tas besarnya.
"Iya ya, gak nyangka aku. Padahal masih muda."
"Kasihan banget, demi hidup terpandang ia rela menjual harga dirinya."
"Minggir! Wanita malam mau lewat!"
Hati Widi langsung mencekam, ia langsung melabrak Ibu-Ibu termasuk ua nya.
"Apa yang kalian katakan! Siapa yang wanita malam!" bentak Widi, seketika Ibu-Ibu terkejut melihat amarah Widi.
Tanpa ba bi bu lagi, Ibu-Ibu memilih masuk ke rumah tanpa menjawab pertanyaan Widi.
"Aku tahu siapa dalang di balik semua ini! Ibu Bapak, bersabarlah aku akan pulang dengan membawa keberkahan untuk kalian berdua. Aku ikhlas Bapak mengusir aku, suatu saat akan aku balas orang yang menghina kita!"
.
.
.
4 tahun kemudian....
Widi menerima kenaikan jabatan dan bonus yang tinggi dari perusahaan Cakra. Betapa bahagianya Widi, sebuah impian yang ia tunggu akhirnya tercapai.
"Selamat Widi, atas kenaikan jabatan kamu. Semoga semakin lancar rezeki kamu, dan bisa bekerja sama dengan lebih baik lagi," ucap Pak Cakra
"Aamiin, terima kasih banyak Pak," balas Widi dengan senyuman yang terukir di wajahnya.
Widi keluar dari ruangan Pak Cakra, ia bahagia akhirnya bisa membawa kedua orang tuanya ke rumah baru, meskipun itu hanya rumah dinas.
"Alhamdulillah ya Allah, terima kasih akhirnya aku bisa membuktikan hasil kerja kerasku selama ini."
"Sudah saatnya aku menjemput kedua orang tuaku!" sambung Widi, ia langsung menyalakan mobil sedannya menuju ke rumah orang tuanya.
Brm!
Kurang lebih 20 menit akhirnya Widi tiba di rumah orang tuanya, ia sangat merasa bahagia akhirnya bisa bersumpah dengan kedua orang tuanya lagi setelah 5 tahun lamanya ia tidak pulang ke rumah.
"Bapak dan Ibu sedang apa ya di rumah? Semoga mereka sehat-sehat saja," ucapnya dengan lirih
Terlihat rumah tua dan kuno itu sangat berantakan dan kotor di mana-mana, Widi tersentuh melihat keadaan rumah orang tuanya. Bahkan tetangganya berlalu lalang melewati depan rumah orang tuanya sembari berbisik-bisik dan menutup hidungnya.
Baru saja ia ingin membuka pintu mobil, terlihat Ua Henti membuang sampah ke rumah orang tuanya tanpa merasa bersalah sedikitpun.
"Kurang ajar bisa-bisanya dia membuang sampah di rumah orang tuaku!" Widi mengepalkan kedua tangannya, ia berniat ingin menghajarnya. Tapi, ia urungkan lagi niatnya.
"Tapi, kemana Ibu dan Bapak? Kenapa rumah terlihat sangat sepi?"
Sepintas ide lewat di pikiran Widi, ia memutar balik mobilnya. Widi berniat menyamar seperti kehidupan yang sebelumnya.