Entah apa yang di pikirkan oleh ayah dan sang ibu tiri hingga tiba-tiba menjodohkan Karin dengan pria yang tak memiliki apapun, apa mereka sengaja melakukan itu untuk menyingkirkannya?
Matteo Jordan, pria tak berguna yang di pungut oleh keluarga Suarez menyetujui menikah dengan wanita yang tak ia ketahui hanya demi sebuah balas budi.
Akankah cinta tumbuh di antara keduanya? Sementara Karin masih mencintai mantan kekasihnya, sedangkan Matteo pria sedingin es yang penuh misteri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Qinan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab~02
Sore itu Karin mengendarai mobil bututnya menuju sebuah cafe untuk bertemu dengan sahabatnya, sejak dirinya sakit dan tak lagi bekerja hari-harinya ia habiskan hanya di dalam kamar dan sesekali keluar jika merasa bosan. Meskipun sebenarnya ia tak betah di rumah tapi ada banyak barang-barang peninggalan mendiang ibunya yang harus ia jaga, bahkan wanita itu rela menyulap gudang menjadi kamarnya demi bisa menyelamatkan satu-satunya kenangan mereka.
Terdengar bodoh memang, tapi sejak pernikahannya batal ibu tirinya itu menjadi sangat emosional dengan apapun yang berhubungan dengannya bahkan wanita itu mengancam akan membuang semua barang-barang milik mendiang ibunya.
Apa pernikahan akan menjadi solusi baginya? Entahlah, bahkan pria yang akan di jodohkan dengannya katanya adalah seorang preman. Bisa jadi ia keluar dari kandang harimau dan masuk ke dalam sarang buaya, tak ada pilihan yang bagus.
"Hai, kenapa bengong ?"
Tiba-tiba seseorang yang baru datang menepuk punggungnya hingga membuat Karin langsung menoleh dan sontak mengulas senyumnya. "Aku sedang melihat hujan." Sahutnya beralasan padahal sejak tadi kepala gadis itu penuh sekali dengan berbagai pikiran.
"Hujan kok di lihat, lihat itu pria-pria tampan biar mata dan pikiran makin segar." Seloroh Amel sang sahabat sembari menghempaskan bobot tubuhnya di kursi depan wanita itu.
"Ngomong-ngomong jadi benar kamu tidur di gudang saat ini ?" Tanyanya ingin tahu keadaan temannya itu.
"Begitulah, tapi sudah ku bersihkan dengan bibik jadi sekarang sudah layak untuk di tinggali." Karin mengangguk kecil, sedikit pun tak ada rasa kecewa di wajahnya meskipun keadilan sedang tak berpihak padanya.
"Bukan masalah bersih dan tidaknya Rin, aku heran saja sama kamu. Lagipula barang-barang ibumu kan sudah kuno dan juga rusak jadi untuk apa kamu pertahankan sampai merendahkan dirimu seperti itu ?" Amel nampak gemas sekaligus kesal dengan sahabatnya tersebut.
"Mungkin bagi anak sepertimu yang sejak kecil memiliki keluarga utuh itu bukan hal yang penting tapi bagiku hanya itu satu-satunya barang paling berharga, bisa melihat barang-barang mama dan juga foto-foto kami dahulu membuatku sangat bahagia dan tak lagi merasa kesepian. Kecuali..." Karin nampak menjeda ucapannya untuk menghela napasnya yang sejak tadi menyesakkan dada.
"Kecuali ?" Ulang Amel yang nampak penasaran saat sahabatnya tak kunjung melanjutkan perkataannya.
"Aku sudah menemukan seseorang yang ku cintai dan juga mencintaiku, tapi jika tidak aku akan tetap hidup seperti ini dan saat sudah kerja nanti aku akan menyicil rumah yang sedikit luas lalu memindahkan barang-barang mama kesana." Sahut Karin, selanjutnya tatapannya nampak kosong karena ia tidak tahu apakah Tuhan masih menakdirkannya untuk bahagia setelah gagalnya pernikahannya dulu.
"Kamu masih belum bisa melupakan Kaizar? Ayolah Rin, kamu itu sangat cantik dan pria mana yang tak tertarik padamu? Sekarang lihatnya ada banyak pria di sini yang mencuri pandang padamu." Amel nampak meminta sahabatnya itu untuk mengedarkan pandangannya dan dengan polosnya Karin pun mengikutinya.
Beberapa pria memang terlihat mencuri pandang padanya tapi ia rasa itu hal biasa saat berada di tempat umum lantas pandangannya berhenti tepat pada seorang pria yang duduk di ujung ruangan. Pria dewasa bertubuh kekar yang di balut dengan jas mewahnya terlihat paling mempesona di antara pengunjung cafe di sana, namun Karin langsung membuang pandangannya meskipun ia tak tahu pria itu juga menatapnya dari balik kacamata hitamnya atau tidak.
Baginya pria-pria kaya dan tampan seperti itu hanya bisa mempermainkan wanita dan ia takkan tergoda lagi, apalagi hingga kini ia belum bisa melupakan mantan kekasihnya tersebut. Entah sampai kapan pria itu akan memenuhi seluruh ruang hatinya.
"Rin, itu bukannya kakak tirimu ?" Amel tiba-tiba menggerakkan dagunya ke arah sepasang kekasih yang baru saja masuk lalu mereka mengambil tempat paling pojok yang kebetulan masih sepi.
"Biarkan saja." Karin tak begitu peduli, sudah biasa mereka pura-pura saling tidak kenal saat berada di luar rumah. Tak menampik wajah Karin yang lebih cantik membuat kakak tirinya itu selalu merasa iri dan tak ingin dekat dengannya di mana pun itu.
"Siapa tahu dia mau bayarin kita." Seloroh Amel sembari tertawa kecil, namun Karin tak lagi menanggapi karena itu hal mustahil. Jadi lebih baik ia fokus dengan makanannya karena sejak tadi menahan lapar, meskipun ia tinggal di rumah mewah ibu tirinya itu sangatlah pelit dan ia sering kelaparan karena tidak ada makanan.
''Rin, kamu sadar nggak sih jika pria itu sejak tadi memperhatikanmu.'' Ucap Amel lagi seraya melirik ke arah pria berjas yang duduk tak jauh dari meja kakak tiri sahabatnya itu berada.
Karin kembali menoleh untuk melihat, namun pandangannya justru fokus pada sang kakak yang terlihat sedang berciuman dengan kekasihnya. Tak bisakah mereka melakukannya di tempat sepi saja, benar-benar tak tahu malu pikirnya.
Daniel, kekasih kakaknya pun nampak mengedipkan sebelah matanya ketika tatapannya bertemu dengan calon adik iparnya tersebut dan itu membuat Karin langsung membuang muka. Dari dulu ia memang kurang menyukai pria itu karena tatapannya yang nakal membuat Karin merasa di lecehkan.
Kemudian wanita itu kembali fokus menatap makanannya yang masih tersisa setengah, namun tiba-tiba suara deheman nyaring menghampiri mejanya dan mau tak mau wanita itu langsung mengangkat wajahnya.
"Tidak bisakah jika kamu tak terus mengikutiku ?" Ejek Risa dengan kedua tangannya terlipat di dada menatap adik tirinya tersebut.
"Aku sudah ada di sini sebelum kamu datang." Sahut Karin acuh lantas kembali menyuapkan satu sendok makanannya ke dalam mulut.
"Jika aku datang kamu pergi dong, atau jangan-jangan kamu memang sengaja cari muka untuk menggoda kekasihku ?" Sinis Risa tak terima.
Karin langsung tersenyum mengejek. "Memang spesial apa kekasihmu itu? Bahkan di kasih gratis pun aku tidak akan mau." Ucapnya menatap remeh saudara tirinya itu dan tentu saja itu membuat Risa langsung naik pitam lantas mengambil piring di hadapan adiknya tersebut lalu membuangnya ke lantai.
"Risa apa yang kamu lakukan ?" Karin pun langsung beranjak untuk melayangkan protes.
"Itu akibatnya kamu merendahkan kekasihku, dia seorang direktur sedangkan kamu siapa hah ?" Ucap Risa dengan wajah angkuhnya.
Karin nampak membuang napasnya kesal, rasanya malu sekali harus bertengkar dengan saudaranya itu di tempat umum.
"Sekarang pungut lah karena memang itu yang pantas kamu lakukan !!" Perintah Risa tak punya hati.
Karin yang malas keributan mereka semakin besar dan menjadi tontonan banyak orang pun nampak melakukan apa yang di perintahkan sang kakak, lantas membungkukkan badannya untuk membersihkan sisa makanannya yang tumpah di atas lantai. Namun tiba-tiba tangan seseorang menahannya hingga membuat wanita itu langsung menoleh.