Riana Maharani, seorang Ibu rumah tangga yang dikhianati oleh suaminya Rendi Mahardika. Pria yang sudah lima tahun lamanya ia nikahi berselingkuh dengan sekertaris barunya, seorang janda beranak dua.
Alasan Rendi berselingkuh karena melihat Riana yang sudah tidak cantik lagi setelah melahirkan putri pertama mereka, yang semakin hari lebih mirip karung beras.
Riana yang hanya fokus mengurus keluarga kecil mereka sampai lupa merawat diri dengan kenaikan berat badan yang drastis.
Riana bersumpah akan kembali menjadi cantik dan seksi hanya dalam waktu tiga bulan demi membuat suaminya menyesal sudah berselingkuh.
Akankah Riana berhasil merubah penampilannya hanya dalam waktu tiga bulan dan berhasil membuat Rendi menyesal?
Yuk baca ceritanya!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rishalin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
"Belikan makan siang, aku lapar." Ucap Darren pada Riana.
"Bapakkan bisa minta OB?" Jawab Riana polos.
"Kamu mau membantah saya?"
"Enggak, Pak. Pak Darren yang tampan mau makan apa? Biar saya belikan." Riana berkata semanis mungkin meski hatinya sangat kesal.
Mendengar ucapan Riana barusan, Darren justru malah menatap Riana dengan tajam.
"Apa saya melakukan kesalahan, Pak?" Tanya Riana masih dengan raut wajah polosnya.
"Saya tau kalau saya memang tampan. Tapi, saya gak suka kalau mulut murahanmu yang mengucapkannya. Saya gak suka wanita murahan."
"Saya juga gak suka sama cowok pemarah, Pak! Apalagi yang sedikit gila."
"Jadi kamu bilang kalau saya cowok pemarah dan sedikit gila?"
"Enggak Pak, Aku gak bilang kalau Bapak cowok pemarah dan sedikit gila." Ucap Riana membela diri. "Pak Rama, apa tadi saya bilang kalau Pak Darren pemarah dan sedikit gila?" Riana mengalihkan pandangannya pada Rama untuk mencari pembelaan.
"Enggak!!" Rama menggelengkan kepala.
"Rama!! Jadi kamu membelanya?" Darren mengalihkan tatapan tajamnya kearah Rama.
"Enggak Pak, Tapi, apa yang diucapkan Riana memang benar, dia enggak bilang kalau Bapak pemarah dan sedikit gila." Ingin sekali Rama meledakan tawanya saat itu juga. Namun, sekuat mungkin ia tahan. Sebab, ini pertama kalinya ada orang yang berani berdebat dengan Darren.
"Ternyata kamu saja sama dia, sama-sama tidak waras." Ucap Darren kesal. "Kasih dia uang, suruh dia beli makanan ditempat ini." Darren menuliskan alamat pada secarik kertas. "Jangan sampai terlambat, kalau terlambat gajimu, aku potong, ngerti!!"
Rama menyodorkan beberapa lembar uang pada Riana. "Berangkat sekarang juga, jangan sampai kamu terlambat." ucap Rama.
Riana meraih uang yang disodorkan Rama lalu segera keluar dari ruangan itu.
Namun, sampai jam makan siang hampir habis, Riana masih belum juga kembali, membuat Darren yang kelaparan belum makan siang merasa gelisah.
"Jangan-jangan dia kabur membawa uangnya." ucap Darren pada Rama.
"Tempatnya kan memang jauh, Pak. Lagi pula kalau pas jam makan siang gini, direstorannya pasti antri. Seharusnya tadi saya memesannya satu jam sebelum makan siang." jawab Rama.
"Kamu gak usah membelanya, emang dianya aja yang lambat." Ucap Darren dengan raut wajah kesal.
Hingga tak berselang lama, Riana muncul dari arah pintu dengan napas yang terengah-engah.
"Maaf Pak, saya terlambat."
"Gajimu saya potong." Darren berkata tanpan menoleh.
"Gak bisa gitu dong, Pak. Ini kan bukan salah saya kalau saya terlambat, restorannya antri tadi." Riana kembali membela diri.
"Saya peduli, gajimu tetap saya potong, sepuluh persen." lagi Darren berkata tanpa menoleh kearah Riana.
Riana yang malas kembali berdebat hanya bisa melangkah pelan lalu meletakan makanan tadi diatas meja Darren.
Riana sudah kehabisan tenaga untuk berbeda setelah belari dari lantai bawah tadi, terlebih dirinya akan tetap terus disalahkan.
Dengan langkah gontai, Riana melangkah menuju toilet dan menumpahkan tangisnya disana. Tadi pagi dia hanya sarapan sedikit dan sekarang ia merasa lapar karena belum sempat makan siang, ditambah lagi ia dimarahi dan bulan depan akan dipotong gaji.
Riana merasa ujiannya semakin berat saja, rasanya ia ingin sekali melempar Darren kedalam kandang singa agar dia bisa bergabung dengan yang sejenis denganya.
***
Setelah dua minggu bekerja dikantor Darren, yang hampir membuatnya ikut-ikutan tidak waras akibat ulah Bosnya yang sedikit diluar nalar.
Riana dibawa Darren kesebuah hotel untuk menghadiri rapat bersama beberapa klien dari luar negri dan kini mobil yang mereka tumpangi tengah berhenti didepan lampu merah.
"Semua berkasnya sudah kamu siapkan?" Tanya Darren tanpa menoleh, tatapannya masih fokus pada ponselnya.
"Sudah semua, Pak."
"Saya gak mau ya kalau sampai ada berkas yang ketinggalan, kalau sampai ada, aku akan menyuruhmu berlari untuk mengambilnya.
"Bapak tenang saja, selama saya menjadi sekertaris Bapak, Bapak hanya perlu lebih banyak tersenyum biar gak cepet tua."
"Gak lucu tau gak!!" jawab Darren ketus.
Melihat Darren yang tak bisa diajak bercanda, Riana hanya bisa memalingkan wajahnya keluar jendela. Namun, bersamaan dengan itu, Riana melihat Rendi bersama sekertarisnya, wanita itu terlihat merangkul Rendi dengan mesranya.
Hati Riana seketika terasa hancur lebur. Padahal Rendi sudah berjanji tak akan bersentuhan lagi dengan Jihan, tapi sekarang mereka justru malah asyik bermesraan, bahkan didepan umum.
"Mana berkasnya, aku mau lihat." Darren menengadahkan sebelah tangannya pada Riana. "Riana, kamu tuli ya." Darren menoleh kearah Riana yang tak merespon ucapannya.
Darren pun mengikuti arah pandangan Riana yang menatap kearah luar jendela, lalu kembali menatap kearah Riana yang kini mulai berderai air mata.
Bahu Riana berguncang bersamaan dengan kedua tangannya yang terkepal erat. Ingin sekali Riana melompat dari mobil dan melabrak mereka berdua. Namun, lampu merah sudah berubah hijau.
Riana kini hanya bisa menatap nanar kearah mobil Rendi dengan air mata yang membasahi pipi.
***
"Kenapa? Kamu lihat hantu?" tanya Darren heran.
Namun, Riana hanya diam saja tanpa menanggapi ucapan Darren. Tatapan masih menatap nanar kearah luar jendela diiringi deraian air mata.
"Aku gak peduli ya kamu lihat apa tadi. Tapi, aku minta kamu cepat bersiap. Aku gak mau ya kita menghadari rapat dengan penampilan kamu yang seperti ini." Darren melempar sekotak tisu kepangkuan Riana.
Lagi-lagi Riana sama sekali tak merespon, hanya saja dia menarik tisu lembar demi lembar dan menyeka air matanya.
Riana tak menyangka kalau Rendi mengingkari janjinya. Tapi, apa yang ia bisa harapkan dari Rendi? Berharap Rendi akan menepati janjinya dan menunggunya selama tiga bulan? Memangnya Rendi akan bisa melakukan semua itu?
Riana berulang-ulang kali menghela napas panjang, untuk meredakan rasa sesak dihatinya.
Saat tiba dihotel, Riana meminta ijin pada Darren untuk ketoilet sebentar agar bisa merapikan diri.
Beruntung rapat hari itu berjalan dengan lancar. Namun, tidak selancar perasaan Riana saat ini. Sepanjang perjalanan Riana hanya diam tanpa mengatakan sepatah katapun, membuat Darren diam-diam memperhatikannya.
***
Keesokan harinya, saat Riana baru saja selesai mengcopy beberapa berkas yang diminta Darren, ia tanpa sengaja mendengar bisik-bisik para karyawan dikantor itu.
"Kok bisa ya, Pak Darren nerima sekertaris yang bentuknya gak jelas gitu, biasanya kan selera Pak Darren itu tinggi. Ini kok malah milih ikan buntal gitu sih."
"Sama aku juga heran. Tapi, aku yakin, dia gak bakalan bertahan lebih dari satu bulan dikantor ini. Aku dengar, Pak Darren terpaksa menerima dia kerja disini. Lihat saja perlakuannya selama ini, padahal sebelumnya, dia tak pernah sampai sekejam itu pada para mantan sekertarisnya." Bisik dua karyawan wanita yang berada tepat dibelakangnya.
Namun, saat Riana hampir sampai kedepan lift, tiba-tiba saja dua karyawan itu melangkah mendahuluinya.
"Kamu naik lift berikutnya aja, kalau kamu ikut masuk, nanti liftnya penuh."
Riana yang malas berdebat hanya bisa kembali melangkah mundur. Semenjak bekerja disini, Riana memang sudah sering mendengar para karyawan yang bicara buruk tentangnya.
Namun, selama itu tidak melukai fisik, Riana lebih memilih untuk bungkam.
Setelah lift berikutnya tiba, Riana bergegas masuk dan melanjutkan langkah menuju ruangan Darren lalu menyerahkan berkas yang dia minta.
"Ngapain kamu dibawah? Dikasih kerjaan kecil gini aja lelet banget." Darren berkata dengan raut wajah kesal.
"Memangnya Bapak pikir ada taman bermain dibawah? Sehingga saya bisa mampir dan bermain disana." jawab Riana tak kalah kesal.
"Kamu itu ya, selalu saja beralasan. Kalau bukan karena Mami, aku malas kerja sama kamu."
"Aku juga malas banget kerja sama kamu, kalau bukan karena kontrak bodoh yang sudah aku tanda tangani."
**************
**************
coba penulis dan pembaca siapa yg pingin pasangan Jihan Rendi bahagia?
aku sih terserah saja
tapi kalo dikampung kami pasangan pelakor oenghianat itu kita minta baik-baik untuk meninggalkan kampung demi kebaikan warga dan kebaikan pelaku zina tsb
kalo bahagia itu kan tergantung usaha
Amira juga bodoh egois udah dimintai tolong Darren buat bicara ke mami kalo mereka gak akan menikah!! ehh... malah ngotot dgn segala cara buat bisa nikahin Darren
Riana selain bodoh juga tolol paok pekok longor bittot
seperti gak kebagian akal Riana sampai gak bisa mikir betapa besar rasa malu besok
tokohnya berat buat jujur