Rasanya menjadi prioritas utama bagi seseorang adalah suatu keberuntungan. Canda tawa dan bahagia selalu membersamai mereka dalam hubungan yang sehat ini, hingga membuat keduanya tidak berhenti bersyukur.
Hari demi hari kita lalui dengan berbagai cerita. Saat itu, semua masih terasa baik-baik saja. Hingga tanpa kita sadari, satu persatu masalah mulai menghiasi hubungan ini.
Awalnya kita mampu bertahan di tengah badai yang sangat kuat. Tetapi nyatanya semakin kita kuat, badai itu semakin menggila. Kiranya kita akan bisa bertahan, ternyata kita salah.
Hubungan yang sudah kita jalin dengan baik dan banyak cerita bahagia di dalamnya, dengan sangat terpaksa kita akhiri. Badai itu benar-benar sangat dahsyat! Kita tidak mampu, kita menyerah sebab lelah.
Dan syukurlah tuhan tidak tidur, kebahagiaan yang di renggut paksa oleh seseorang kini telah di kembalikan. Kisah kita kembali terukir hingga menemukan kebahagiaan yang sesungguhnya dalam ikatan pernikahan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Early Zee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 5
"Penilaian mereka tentang kita berdua? Mereka tahu apa? Sekalipun kita berpacaran, apa hak mereka?"
Sebuah kalimat yang tidak terlalu panjang namun seperti memiliki arti tertentu. Sebenarnya tidak ada yang salah juga dengan kalimat tersebut, hanya saja yang berbicara saat itu adalah Jeno.
Jujur saja, dulu semasa mereka kuliah dan berteman dengan baik. Sedikitnya Naureen pernah memiliki perasaan yang sampai saat ini Jeno tidak mengetahuinya. Perasaan itu terus bersembunyi di lubuk hatinya yang terdalam, sebab Naureen tidak tahu perasaan macam apa yang ia miliki. Apakah ia benar-benar suka dengan Jeno atau hanya rasa nyaman sebagai seorang teman. Perasaan itu pun perlahan mulai menipis sebab jarak di antara keduanya.
Dan sekarang di saat mereka kembali bertemu setelah sekian lama, perasaan itu pun muncul kembali. Perasaan yang hampir terkikis oleh waktu itu perlahan kembali utuh. Bahkan di saat kalimat sederhana itu terucap, Naureen hanya terdiam mengingat hatinya yang saat ini tengah berbedar.
"Kamu kenapa Nauu?" Tanya Jeno saat menghentikan langkahnya dan berdiri di hadapan Naureen sambil menatapnya.
"Eh, enggak. Enggak apa-apa kok." Sahut Naureen kikuk.
"Eh, yaudah yuk... Ayo masuk." Sambungnya kemudian jalan beriringan memasuki lobby.
Jeno benar-benar sangat penurut, ia pun berjalan setelah perintah itu di layangkan. Ia tersenyum selagi memasuki lobby dan menyapa beberapa orang yang berpapasan dengan mereka.
Saat menyusuri lobby yang cukup luas itu, Naureen merasakan ada sesuatu yang aneh. Pasalnya baru saja kemarin ia menjadi pusat perhatian saat jalan beriringan dengan Jeno, tetapi hari ini mereka semua tampak biasa saja. Bukankah harusnya bersyukur karena keadaan kembali seperti semula, kenapa Naureen malah bertanya-tanya.
"Kamu kenapa kok kayak bingung gitu?" Tanya Jeno yang menyadari sikap Naureen.
"Hm. Enggak apa-apa sih. Tapi aneh aja." Sahut Naureen.
"Aneh? apa yang aneh?"
"Kemarin kita jalan berdua gini jadi bahan omongan orang-orang. Sekarang mereka semua kelihatan biasa aja. Apa memang secepat itu ya gosip timbul dan berlalu?"
Jeno hanya tersenyum dan terus saja berjalan hingga memasuki lift. Di dalam lift pun mereka hanya diam meskipun di pikirannya Naureen terus merasa heran dengan fenomena yang baru saja ia alami.
Jeno dan Naureen sudah berada di koridor yang akan memisahkan mereka. Naureen akan berjalan ke sisi kanan sedangkan Jeno berjalan ke sisi kiri. Jeno menoleh dan menatap Naureen sebentar lalu...
"Kemarin aku ada waktu luang untuk bisa ngobrol sama kolega di departemen ku. Di kesempatan itu aku coba ceritakan bagaimana kita bisa saling mengenal. Dan... Mungkin saja berita itu sudah tersebar sampai ke pelosok kantor." Jelas Jeno yang kemudian tersenyum.
"Jadi sekarang kamu enggak perlu khawatir kalau orang-orang akan salah menilai kamu. Aku udah dengan cepat jelaskan hal itu, sebelum akhirnya nama baik kamu akan tercoreng." Sambungnya.
"Sudah clear kan sekarang? Jadi kamu juga enggak perlu khawatir kalau pun setiap hari kita datang dan pulang bareng. Hm?" Tutup Jeno masih dengan senyumannya.
Naureen mengangguk lalu membalas senyuman Jeno yang cukup mematikan itu.
"Hm. Makasih banyak ya. Tapi kenapa kamu sampai repot-repot jelaskan ke mereka. Di biarkan pun enggak apa-apa." Kata Naureen.
"Kesalahpahaman itu karena aku, jadi aku juga yang harus bertanggung jawab." Sahut Jeno.
"Sama halnya dengan aku jemput kamu tadi, aku juga harus bertanggung jawab untuk bawa kamu pulang dengan aman dan selamat. Iya kan?" Sambung Jeno membuat senyum Naureen semakin merekah.
"Iya pak Jeno yang terhormat." Seru Naureen dan Jeno tertawa.
"Ya udah, aku masuk ya. Bye." Sambungnya.
"Hm. Semangat ya." Kata Jeno lagi-lagi membuat Naureen berdebar. Namun kali ini ia langsung pergi meninggalkan Jeno guna menghindari debaran yang semakin menjadi-jadi.
___
Apa maksudnya dia bilang kayak gitu? Dia mau buat gue jadi enggak karuan apa gimana. Huh!
"NAUU!"
Teriakan Fey menyadarkan Naureen dari pandangannya yang kosong. Naureen berjalan dan meletakkan tasnya di meja kerja Fey selagi ia sibuk berbicara di dalam hatinya.
"Masih pagi udah enggak fokus. Sakit lo?" Kata Fey.
"Eh, sorry. Eh... Gue masih ngantuk banget Fey, sorry ya." Sahut Naureen beralasan. Ia tidak ingin Fey menjadi penasaran dengan tingkah absurdnya pagi ini. Jadi lebih baik berbohong, karena hal sepele seperti ini bisa makin rumit kalau sampai Fey tahu.
"Enggak biasanya lo ngantuk jam segini." Ucap Fey tidak percaya dengan alasan ngantuk dari Naureen yang selalu terlihat semangat di pagi hari.
"Emangnya Sean aja yang boleh ngantuk sampai bisa mimpi meskipun tidur di meja kerja?" Sahut Naureen dengan suara yang sedikit tinggi hingga akhirnya membangunkan Sean yang sedang tertidur bahkan sebelum Fey datang.
"Hah? Apa Nauu? Lo manggil gue?" Kata Sean yang terkejut dengan ekspresi bangun tidur yang sangat khas.
Naureen dan Fey pun tertawa melihat Sean yang berusaha mengembalikan kesadarannya. Pria dewasa satu itu memang ada saja kelakuannya.
"Eh by the way, Nauu. Gue punya berita bagus buat lo." Jiwa intelijen Fey mulai menggebu.
"Hm. Apa lagi?" Kata Naureen yang sudah tidak heran dengan tingkah Fey yang satu ini.
"Tadi waktu lo masuk kantor, orang-orang masih ngeliatin lo gitu enggak?" Tanya Fey.
Naureen menggeleng.
"Nah, jadi kemarin tuh..."
"Jeno udah jelasin ke mereka kan? Udah, gue udah tahu." Kata Naureen sebelum Fey melanjutkan perkataannya.
"Ih lo tahu dari mana? agen gosip sebelah mana yang ngasih tahu lo?" Tanya Fey yang kecewa setelah usahanya membagikan gosip kali ini gagal.
"Jeno bilang sendiri ke gue." Sahut Naureen.
"Jadi sekarang mereka udah enggak salah paham lagi sama gue kan?" Tanyanya.
"Enggak sih. Tapi yang jadi pertanyaan gue sekarang adalah kenapa pak Jeno bisa dengan sigap menjelaskan perihal kedekatan lo berdua? Seakan tindakannya itu punya arti lain." Ucap Fey yang langsung saja membuat Naureen terdiam dan ikut berpikir.
"Makanya waktu makan siang kemarin gue tanya, apa enggak ada sedikit pun perasaan yang terselip gitu di antara lo berdua, secara kalian itu kenal baik dan memang vibes nya kayak pasangan." Seru Sean antusias.
Naureen langsung mengangkat bahunya.
"Kenapa cuma fokus sama gue berdua? Kan bisa aja Jeno kasih penjelasan ke mereka karena demi melindungi nama baiknya, kenapa terlalu fokus sama kedekatan gue sih?" Ucap Naureen.
"Tapi Nauu, menurut gue ya..."
"Udah! mending pada kerja deh." Kali ini Naureen memotong perkataan Sean.
"Tapi apa?" Tanya Fey tanpa memperdulikan perkataan Naureen.
"Tapi sebagai cowok, tindakannya pak Jeno itu semata buat lindungin Naureen. Karena lo tahu kan kemarin Naureen enggak nyaman jadi pusat perhatian orang-orang yang enggak tahu kebenarannya." Jelas Sean yang kali ini penjelasannya masuk akal. Fey pun mengangguk, ia mengiyakan apa yang baru saja dituturkan Sean.
"Gue juga ngerasa kayak pak Jeno sebenarnya punya sesuatu yang dia sembunyikan. Perasaan dia ke Naureen, contohnya." Ucap Fey blak-blakan.
"Gue malah lebih penasaran sama kalian sih, kalian kenapa harus repot-repot ngurusin gue sama Jeno. Udah sana kerja!" Tutur Naureen yang langsung di patuhi oleh kedua temannya itu.
Naureen menggelengkan kepala tetapi tersenyum setelahnya. Naureen senang sekali bisa menggoda kedua temannya hingga mereka berhasil kembali fokus pada layar monitor masing-masing.
Namun saat itu ia terdiam sejenak, ia seperti sedang memikirkan sesuatu.
Masa iya Jeno ngelakuin hal itu buat lindungin gue? Tapi Jeno memang bukan orang yang egois, dia enggak mungkin ngelakuin hal itu buat dirinya sendiri.
...***...