Dipinang adiknya, tapi dinikahi kakaknya. Loh!! Kok bisa? Terdengar konyol, tapi hal tersebut benar-benar terjadi pada Alisya Mahira. Gadis cantik berusia 22 tahun itu harus menelan pil pahit lantaran Abimanyu ~ calon suaminya jadi pengecut dan menghilang tepat di hari pernikahan.
Sebenarnya Alisya ikhlas, terlahir sebagai yatim piatu yang dibesarkan di panti asuhan tidak dapat membuatnya berharap lebih. Dia yang sadar siapa dirinya menyimpulkan jika Abimanyu memang hanya bercanda. Siapa sangka, di saat Alisya pasrah, Hudzaifah yang merupakan calon kakak iparnya justru menawarkan diri untuk menggantikan Abimanyu yang mendadak pergi.
*****
"Hanya sementara dan ini demi nama baikmu juga keluargaku. Setelah Abimanyu kembali, kamu bisa pergi jika mau, Alisya." ~ Hudzaifah Malik Abraham.
Follow ig : desh_puspita
******
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama konten kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara lalu up seolah ini karyanya)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 19 - Anak Manja ~ Om Sean
Sempurna nilainya, bukan sesuatu yang mengherankan karena memang masuk akal. Akan tetapi, nilai tersebut bukan dari Alisya yang dimintai pendapat, melainkan dari yang punya badan.
"Eeh? Kak Hudzai?"
Suara Ganeeta terdengar bergetar, kedatangan Hudzai yang tanpa terduga dan tahu-tahu sudah berdiri tak jauh dari mereka dengan wajah masam itu jelas membuatnya takut.
Tidak hanya Ganeeta, tapi Iqlima dan Haura mulai sok sibuk demi mencuci tangan agar tidak terkena getahnya. Kemarahan Hudzai tadi pagi sudah pasti jadi alasan kenapa mereka sampai sebegitunya.
Tanpa perlu mengeluarkan tenaga, Hudzai cukup melayangkan tatapan tajam saja. Hasilnya tidak main-main, sewaktu Hudzai mendekat, satu persatu mulai bersiap angkat kaki dengan berbagai alasan.
"Wah masih ada semut di jambunya ... ini mah belum dicuci, Haura!! Aku cuci dulu ya."
"Kak Ima ikut!!" sahut Haura cepat sembari ikut beranjak dan mengekor di belakang Iqlima.
Tidak ingin terlalu kentara melarikan diri dari Hudzaifah, pemilik wajah cantik itu sampai memungut sampah dedauan kering yang ada di sekitar mereka.
"Kak aku ...."
"Loh? Kok ditinggal?"
Tinggallah kini Ganeeta bersama Alisya yang berada di bawah pengawasan mata Hudzaifah. Walau sebenarnya tidak berulah, tapi Alisya takut juga.
Bukan tidak mungkin sang suami akan marah karena dia terlibat dalam pembicaraan unfaedah ini. Karena itulah, dia memilih diam saja dan meneruskan kegiatannya seakan-akan tidak ada masalah.
Ya, Alisya memang masih mampu menyelamatkan diri karena mungkin tidak begitu fatal kesalahannya. Sementara Ganeeta? Dia sudah berusaha mencari kesibukan dengan menata ulang potongan mangga muda yang sebenarnya sudah rapi itu.
"Ehem!!" Hudzai berdehem, diamnya Alisya membuatnya agak sedikit geram.
Alih-alih ditanya kenapa turun, sang istri justru diam saja, sungguh menyebalkan. Hingga dia duduk di sisi sang istri, Alisya belum juga bertanya walau sepatah kata.
Tak sedikit pun dia ketahui bahwa kini Alisya takut sampai tidak fokus. Alhasil, kejadian tadi pagi kembali terulang tepat di depan mata sang suami.
"Sssssshh ... Astaghfirullah!!" desis Alisya sontak mengibaskan jemarinya.
Melihat kejadian itu, Hudzai bergerak cepat dan meraih pergelangan tangan sang istri. Tepat di depan mata adik sepupu cerewetnya, Hudzai menghi-sap darah yang mengalir dari jemari istrinya.
Luka yang kali ini agak berbeda karena pisaunya lebih tajam. Tak heran kenapa darahnya bisa sebanyak itu, dan Hudzai melakukannya tanpa rasa jijik.
"Net, ambilin kotak P3K tolong ya," titah Hudzai seolah sudah lupa tentang yang tadi terjadi sebelumnya.
"Kotaknya saja, Kak?"
"Serius pertanyaanmu begitu?!!" tanya Hudzai kembali meninggi dan sudah pasti disertai emosi. "Ya isinya juga, Ganeta!!"
"Iya-iya!!" pungkas Ganeeta sembari ambil langkah seribu manakala Hudzai meraih anak ulekan yang terbuat dari 100 persen batu alam di depannya itu.
Sementara Ganeeta berlalu, Hudzai masih terus memastikan agar darah di jemari sang istri segera berhenti. Sesekali perhatiannya beralih pada mata bening Alisya.
"Apa yang kamu pikirkan, Alisya? Tiap megang pisau apa selalu begini akhirnya?" tanya Hudzai penasaran, sungguh membingungkan.
Baru juga sehari, tapi Alisya sudah terluka sampai dua kali. Padahal, menurut pengakuan Abimanyu calon istrinya pandai memasak, rasanya mustahil memotong saja terluka terus menerus.
Alisya menggeleng, dia juga tidak mengerti apa yang dia alami. Selama ini memotong daging dalam jumlah banyak degan pisau besar juga tidak masalah, tidak ada drama terluka atau semacamnya.
Akan tetapi, pagi ini dia benar-benar seperti anak manja yang tidak pernah terjun ke dapur. Potong bawang luka, kini potong buah juga sama dan parahnya luka kali ini lebih besar lagi.
"Abimanyu kah?" tanya Hudzai lagi dan sontak Alisya gelengi.
"Tidak, A, tidak sama sekali."
Alisya menjawab tegas karena memang sedikit saja tidak pernah memikirkan pria itu. Sebisa mungkin, dia ingin melupakan tentang Abimanyu walau sekecil telur kutu.
"Lalu apa?"
"A-aku cuma_"
"Kak Hudzai!! Nih kotaknya!!"
Belum selesai Alisya bicara, Ganeeta datang dengan napas terengah-engah. Tidak lupa dengan membawa kotak P3K yang Hudzai minta, terpantau agak berat dan bisa dipastikan bukan kotaknya saja.
"Terima kasih, pergilah," usir Hudzai pasca mengucapkan terima kasih seadanya.
Ganeeta yang merasa diperlakukan persis pelayan jelas saja cemberut dan kini bersedekap dada. "Ih!! Pakek acara ngusir, apaan sih?"
"Terus mau gimana? Mau tetap di sini?" tanya Hudzai tanpa kemarahan dan mulai membersihkan luka sang istri lebih dulu.
"Iyaa, mau di sini."
"Ya sudah, teruskan ini ... istriku luka," jelas Hudzai padahal Ganeeta sudah melihat dengan mata kepalanya sendiri.
Anak TK juga tahu Alisya tengah terluka, siapa yang bilang jika dia masuk angin, begitu gerutu Ganeeta dalam benaknya.
"Iya deh, si paling istri ... bangga banget kayaknya punya istri," goda Ganeeta seolah tidak jera dan masih memiliki keberanian untuk membuat Hudzai naik darah.
Beruntungnya, Hudzai sekarang sedang berbaik hati dan lebih memilih untuk fokus merawat luka Alisya saja. Terserah Ganeeta hendak bagaimana, selagi tidak makan ternak warga saja.
"Sudah, jangan lakukan apapun lagi selama luka itu belum benar-benar sembuh ... mengerti?"
.
.
Beberapa waktu berlalu dari drama kabur-kaburan sampai Alisya terluka, kini taman belakang sudah dipenuhi anggota keluarga yang masih berada di Bandung dengan menikmati rujak buah bersama.
Sesekali mereka begini, itu juga dilakukan sebagai perpisahan karena besok semua akan pulang ke Jakarta. Kebetulan memang hanya Sean yang ada di Bandung, menetap di kota kelahiran istrinya.
Karena itu, selagi masih diberikan kesempatan untuk berkumpul semua, sebisa mungkin jangan disia-siakan. Anggap saja acara privat karena memang yang ada di sini adalah anggota keluarga inti.
Keluarga inti namanya, tapi banyak sekali. Bagaimana tidak? Formasi mereka lengkap, hanya Abimanyu saja yang tidak tahu dimana rimbanya.
Mereka terpisah di berbagai kelompok. Ada yang menggelar tikar di dekat pohon sembari berbagi pengalaman, ada yang sibuk merayu anaknya agar bisa duduk tenang, ada pula yang terbahak karena membahas hal unfaedah, dan ada juga yang membahas hal serius tentu saja.
"Oh iya, Jay ... jadi nanti tinggalnya mau dimana?"
Hudzai tak segera menjawab pertanyaan Azkara, dia menatap ke arah Sean sesaat.
"Ehm, untuk sementara di sini, Kak."
"Hah? Di sini?" tanya Azkara tampak tak percaya, jawaban Hudzai jauh di luar dugaannya.
"Hem, di sini."
Tidak hanya Azkara yang terkejut, tapi beberapa di antara mereka yang tidak mengetahui kesepakatan antara dirinya dan Om Sean jelas saja bingung.
"Kenapa tidak di Jakarta saja?"
"Aku yang memintanya di sini sementara." Om Sean menyela, pertanyaan Azkara memang sudah bisa dipastikan jadi pertanyaan semua anggota keluarganya, termasuk Opa Mikhail.
"Ta-tapi kenapa, Om? Bukankah Opa bilang tidak boleh jauh-jauh?"
"Halah, kau sendiri bagaimana?" celetuk Opa Mikhail tak segan mengusap wajah Azkara agar sadar tentang ucapannya.
"Aku kan masih di Jakarta, tidak jauh-jauh amat."
"Sama saja, kau tetap jauh intinya."
"Ya tapi Opa, Bandung lebih jauh lagi!! Juga, maksudku kenapa harus di sini, Om Sean?"
Pria itu menghela napas panjang, tak segera menjawab dia menatap Hudzai sebelum kemudian memberi penjelasan. "Sengaja, setidaknya aku bisa memastikan Alisya diperlakukan dengan baik dan tidak terluka untuk kedua kalinya, itu saja."
"Ouh, Om belum percaya pada Hudzai?"
"Bukan belum, tapi sepertinya anak manja kita ini harus didorong setiap hari agar bisa bersikap layaknya suami," ucap Om Sean tersenyum tipis seraya mengacak rambut Hudzai yang kemudian disambut gelak tawa oleh beberapa di antara mereka.
.
.
- To Be Continued -
Assalamualaikum, mengingat waktu Author terpaksa mengganti jadwal up ... hari ini segini dulu, dan untuk bab 20, 21, 22 akan diupdate besok secara serentak bisa kalian baca di awal hari🌹
padahal di dunia hayal tapi brasa nyata si Abim nya.. 😄😍
waiting for you Abim.. 😀
apa mereka putus cinta...