Riska tak pernah menyangka hidupnya yang sederhana akan terbalik begitu saja setelah pertemuannya dengan Aldo Pratama, CEO muda yang tampan dan penuh ambisi. Sebuah malam yang tak terduga mengubah takdirnya—ia hamil di luar nikah dari pria yang hampir tak dikenalnya. Dalam sekejap, Riska terjebak dalam lingkaran kehidupan Aldo yang penuh kemewahan, ketenaran, dan rahasia gelap.
Namun, Aldo bukanlah pria biasa. Di balik pesonanya, ada dendam yang membara terhadap keluarga dan masa lalu yang membuat hatinya dingin. Baginya, Riska adalah bagian dari rencana besar untuk membalas luka lama. Ia menawarkan pernikahan, tetapi bukan untuk cinta—melainkan untuk balas dendam. Riska terpaksa menerima, demi masa depan anaknya.
Dalam perjalanan mereka, Riska mulai menyadari bahwa hidup bersama Aldo adalah perang tanpa akhir antara cinta dan kebencian. Ia harus menghadapi manipulasi, kesalahpahaman, dan keputusan-keputusan sulit yang menguji kekuatannya sebagai seorang ibu dan wanita. Namun, di bal
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjar Sidik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8: Jerat yang Tak Terhindarkan
Keesokan harinya, Riska duduk termenung di depan jendela kamarnya, pikirannya dipenuhi ketakutan dan rencana balas dendam Aldo yang semakin nyata. Ia tahu setelah percakapan malam tadi, Aldo tidak akan tinggal diam. Tetapi kini Riska lebih bertekad dari sebelumnya; ini bukan hanya soal kebebasan, tetapi soal menyelamatkan masa depannya sendiri.
---
Saat Riska sedang larut dalam pikirannya, suara ketukan di pintu membuatnya tersentak. Aldo masuk tanpa izin, wajahnya tenang tetapi matanya menyiratkan sesuatu yang gelap.
“Riska, aku harap kau bersiap. Kita akan menghadiri rapat penting hari ini,” kata Aldo sambil menyeringai, menyadari bahwa kehadiran Riska akan membuatnya tidak nyaman.
Riska menarik napas dalam, mencoba tetap tenang. “Untuk apa aku ikut, Aldo? Ini bukan urusanku.”
Aldo mendekat, matanya tidak lepas dari wajah Riska. “Oh, percayalah, sayang, ini sangat berkaitan denganmu. Apalagi setelah ‘pertemuan rahasia’ yang kau lakukan kemarin. Aku hanya ingin memastikan kau tetap di sisiku, tidak berbuat macam-macam.”
Riska terdiam, menyadari bahwa Aldo tak hanya mengontrol geraknya tetapi juga emosinya. Namun, ia tidak bisa menunjukkan ketakutan di hadapan Aldo. “Kalau begitu, aku akan bersiap,” jawabnya singkat sambil berlalu.
---
Di dalam mobil, suasana tegang melingkupi perjalanan mereka. Aldo memutar musik klasik, seolah tak ada yang salah. Namun, sesekali ia melirik Riska dengan tatapan penuh arti, seolah ingin mengingatkan bahwa ia selalu mengawasi.
Saat mereka tiba di kantor, Aldo memperkenalkannya kepada beberapa kolega dengan senyum yang sinis. Ia sengaja membawa Riska untuk menunjukkan kontrolnya di depan banyak orang, membuatnya merasa terperangkap dalam situasi yang tak ia inginkan.
Setelah rapat usai, Aldo mengajak Riska masuk ke kantornya. Ia mengunci pintu dan menatapnya dengan tatapan tajam, membuat Riska merasa semakin terpojok.
“Riska, kau pikir bisa lolos dari semua ini?” tanya Aldo sambil mendekatinya. “Tidak ada yang bisa melawan kehendakku.”
Riska menelan ludah, berusaha mempertahankan ketegaran meskipun dalam hatinya ia merasa takut. “Aku tidak akan tunduk padamu selamanya, Aldo. Apa pun yang kau rencanakan, aku akan melawannya.”
Aldo tersenyum dingin. “Aku suka dengan keberanianmu, sayang. Tapi ingat, setiap tindakanmu akan ada harganya.”
---
Di tengah percakapan yang memanas, ponsel Riska tiba-tiba berdering. Nama Reza tertera di layar, membuat Riska gugup. Aldo melihatnya sekilas, lalu tanpa izin, meraih ponsel itu dan menjawab panggilan tersebut.
“Reza? Oh, aku tak menyangka kau akan menelepon istriku di jam kerja,” ujar Aldo dengan nada mengejek.
Di seberang telepon, Reza terdiam. Namun, ia segera merespons dengan tegas. “Aldo, apa pun yang kau lakukan, berhentilah mengontrol hidup Riska. Dia berhak menentukan jalannya sendiri.”
Aldo tertawa kecil, lalu mengakhiri panggilan tanpa memberi Reza kesempatan berbicara lebih jauh. Ia mengembalikan ponsel itu ke Riska, tetapi tatapan matanya seolah menyiratkan ancaman yang semakin nyata.
“Lihat, bahkan teman kecilmu itu tak bisa melindungimu,” ucapnya dingin.
Riska menatapnya dengan marah. “Kau pikir aku takut? Kau hanya pria egois yang takut kehilangan kontrol.”
---
Setelah insiden itu, Riska merasakan ketegangan yang semakin mencekik di sekitarnya. Di malam harinya, saat semua orang di rumah tertidur, Riska diam-diam keluar untuk menemui Reza. Mereka bertemu di sebuah taman sepi, tempat di mana mereka bisa berbicara tanpa pengawasan.
“Kita tidak bisa terus seperti ini, Riska,” kata Reza cemas. “Aldo semakin berbahaya. Dia bisa melakukan apa saja untuk memastikan kau tetap di sisinya.”
Riska mengangguk, matanya menatap tajam. “Aku tahu, Reza. Tapi aku tidak akan mundur. Aku sudah terlanjur berjanji pada diriku sendiri untuk membebaskan diri dari pria itu.”
Mereka berdua berdiskusi panjang tentang langkah selanjutnya, hingga suara langkah kaki yang mencurigakan terdengar dari arah belakang mereka. Mereka segera bersembunyi, menahan napas. Tetapi suara itu semakin mendekat, menandakan bahwa seseorang telah mengikuti mereka.
“Apa mungkin ini anak buah Aldo?” bisik Reza dengan wajah penuh kecemasan.
Riska menggenggam tangan Reza erat-erat. “Jika dia tahu aku di sini, ini bisa menjadi akhir bagi kita, Reza.”
Saat langkah kaki itu semakin mendekat, mereka berdua merasakan ketakutan yang memuncak. Siapa yang mengikuti mereka? Apa Aldo telah mengetahui rencana mereka?
Di taman yang gelap, Riska dan Reza semakin mendekap dalam bayang ketakutan, menunggu langkah kaki yang terus mendekat. Suara derap itu terdengar semakin jelas, lalu... berhenti tepat di belakang mereka.
“Reza, kita harus pergi dari sini sekarang,” bisik Riska dengan suara bergetar. Ia tahu risiko yang mereka hadapi, namun tekadnya untuk lepas dari cengkeraman Aldo menguatkan dirinya.
Namun, ketika mereka hendak bergerak, sebuah suara berat terdengar di belakang mereka.
“Pergi ke mana? Sudah terlalu larut untuk berjalan-jalan, bukan?”
Riska menoleh perlahan. Sosok pria bertubuh besar, tampak seperti salah satu anak buah Aldo, berdiri dengan tatapan tajam mengunci mereka. Wajahnya datar namun penuh ancaman. Mereka tertangkap.
---
“Riska, kau tahu perintah Tuan Aldo, bukan?” pria itu berkata dengan suara yang begitu dingin. “Dia ingin kau kembali sekarang.”
Riska merasakan ketakutan menguasai dirinya, namun di dalam hatinya ia tahu harus melawan. “Aku bukan milik Aldo. Aku punya hak atas hidupku sendiri,” jawabnya tegas, meski suaranya sedikit bergetar.
Pria itu tertawa kecil, menatap Reza dengan tatapan mengejek. “Kau pikir kau bisa lolos? Tuan Aldo sudah merencanakan ini semua. Tak peduli di mana kau berada, dia selalu tahu.”
Reza maju selangkah, melindungi Riska di belakangnya. “Jika Aldo memang pria sejati, dia harusnya datang sendiri, bukan mengirim pengecut seperti kalian!”
Pria itu tersenyum dingin. “Beraninya kau bicara begitu. Tapi, baiklah, aku akan memberitahukan langsung pada Tuan Aldo bahwa kalian tidak mudah diatur.”
Pria itu lalu pergi, meninggalkan ancaman tak terucapkan yang bergema dalam keheningan malam. Riska dan Reza hanya bisa menatap punggungnya dengan perasaan bercampur takut dan tekad.
---
Setelah pria itu pergi, Reza memegang bahu Riska dengan tatapan serius. “Ini semakin berbahaya, Riska. Aldo tidak hanya mengawasi kita, dia bahkan memiliki kendali atas setiap langkahmu.”
Riska mengangguk pelan. “Aku tahu, Reza. Tapi aku tidak akan menyerah begitu saja. Jika ini yang harus kuhadapi untuk mendapatkan kebebasanku, maka aku akan melawan.”
Malam itu, mereka berdua menyusun rencana untuk melarikan diri dari kota, berharap bisa lepas dari pengawasan Aldo. Namun di dalam hati, Riska sadar bahwa melepaskan diri dari bayang-bayang Aldo tidak akan semudah itu. Ia harus siap menghadapi risiko yang lebih besar.
---
Keesokan harinya, Aldo kembali menemui Riska di kantornya. Wajahnya tampak lebih tegas dari biasanya, dengan tatapan yang menyiratkan ketidakpuasan.
“Kemarin malam kau ke mana, Riska?” Aldo bertanya dengan nada yang terdengar ramah, tetapi jelas menyembunyikan ancaman di baliknya.
Riska berusaha menjaga wajahnya tetap tenang. “Aku hanya keluar untuk menenangkan diri. Tidak ada yang perlu kau khawatirkan.”
Aldo tertawa sinis. “Benarkah? Karena menurut laporan yang kuterima, kau bertemu dengan seseorang. Teman lama yang tampaknya sangat ingin melindungimu.”
Riska merasakan jantungnya berdegup kencang. Namun, ia tetap tidak menunjukkan rasa takutnya. “Aku bebas bertemu siapa saja, Aldo. Kau tidak memiliki hak untuk mengontrol setiap gerakanku.”
Wajah Aldo berubah dingin. Ia mendekat, menatap tajam ke dalam mata Riska. “Kau lupa siapa aku, Riska? Aku yang menolongmu saat kau tidak punya apa-apa. Aku yang memberimu tempat di hidup ini, dan sekarang kau malah mencoba mengkhianatiku?”
Riska menggigit bibir, mencoba mengendalikan emosi yang bergolak dalam dirinya. “Aldo, hubungan kita tidak seperti yang kau pikirkan. Aku berterima kasih atas semua bantuanmu, tetapi itu tidak berarti kau bisa memperlakukan aku seperti milikmu.”
Aldo tertawa kecil, lalu berbisik di telinganya, “Ingat, Riska, sekali kau masuk ke dalam hidupku, kau tidak bisa keluar begitu saja.”
---
Riska merasa semakin terjebak. Ia menyadari bahwa Aldo tidak akan berhenti sampai dia mendapatkan apa yang dia inginkan: kendali penuh atas dirinya. Tekanan psikologis ini membuatnya merasa lelah, tetapi di saat yang sama juga memacunya untuk terus berjuang.
Di tengah malam, Riska menerima sebuah pesan di ponselnya. Pesan itu dari Reza, yang mengabarkan bahwa ia telah menemukan jalan keluar dari situasi ini. Mereka harus bertemu di tempat rahasia untuk membahas langkah berikutnya.
Namun, saat Riska baru saja tiba di tempat yang dijanjikan, ia mendengar suara langkah kaki lain. Dari bayangan, muncul sosok Aldo yang menatapnya dengan senyum penuh kemenangan.
“Kau pikir aku tidak akan tahu, Riska?” Aldo berkata dengan nada mengejek. “Kau benar-benar meremehkanku.”
Riska terdiam, tubuhnya kaku. Hatinya berteriak untuk melawan, tetapi saat ini ia tahu bahwa setiap langkah yang ia ambil semakin membawanya ke dalam perangkap Aldo yang semakin rapat.
Bab ini berakhir dengan cliffhanger yang kuat, menyisakan pertanyaan besar tentang apa yang akan dilakukan Aldo selanjutnya dan apakah Riska bisa membebaskan dirinya dari jebakan yang semakin sulit untuk dihindari.