NovelToon NovelToon
Merebut Kembali Bahagiaku

Merebut Kembali Bahagiaku

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Cerai / Pelakor / Kebangkitan pecundang / Dendam Kesumat / KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga)
Popularitas:173.8k
Nilai: 4.9
Nama Author: Seraphine E

Hidup Dina hancur ketika suaminya, Ronny, berselingkuh dengan sahabatnya, Tari. Setelah dipaksa bercerai, ia kehilangan hak asuh bayinya yang baru lahir dan diusir dari rumah. Patah hati, Dina mencoba mengakhiri hidupnya, namun diselamatkan oleh Rita, seorang wanita baik hati yang merawatnya dan memberi harapan baru.

Dina bertekad merebut kembali anaknya, meski harus menghadapi Ronny yang licik dan ambisius, serta Tari yang terus merendahkannya. Dengan dukungan Rita, Ferdi dan orang - orang baik disekitarnya, Dina membangun kembali hidupnya, berjuang melawan kebohongan dan manipulasi mereka.

"Merebut kembali bahagiaku" adalah kisah tentang pengkhianatan, keberanian, dan perjuangan seorang ibu yang tak kenal menyerah demi kebenaran dan keadilan. Akankah Dina berhasil merebut kembali anaknya? Temukan jawabannya dalam novel penuh emosi dan inspirasi ini.

Mohon dukungannya juga untuk author, dengan like, subs, vote, rate novel ini.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seraphine E, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 8

Pagi itu, Dina duduk dengan canggung di meja makan besar yang dipenuhi hidangan lezat. Bau roti panggang yang baru saja matang dan kopi hangat memenuhi udara, namun tak sepenuhnya mengurangi kegelisahan di hatinya. Rita tersenyum lembut padanya, seperti seorang ibu yang hangat, sementara di sisi lain, Ferdi duduk dengan ekspresi datar, menatap Dina penuh dengan rasa penasaran.

“Ferdi, perkenalkan dirimu pada Dina,” ujar Rita, mencoba mencairkan suasana. Namun, nada permintaan itu lebih terasa seperti perintah lembut. Ferdi menghela napas panjang, jelas menunjukkan rasa enggan.

Dengan singkat, tanpa basa-basi, Ferdi akhirnya berkata, “Ferdi.” ucapnya singkat, sebelum kembali menatap piring di depannya. Kalimat itu dingin, formal, seperti memperkenalkan diri kepada seseorang di acara resmi, bukan kepada seorang tamu yang ibunya coba tolong.

Dina bisa merasakan hawa dingin di antara mereka. Dia menunduk, merasa tak nyaman. “Senang bertemu dengan Anda, Ferdi. Namaku Dina” jawab Dina dengan suara pelan, mencoba menjaga sopan santunnya.

Rita menatap keduanya sejenak, lalu tersenyum pada Dina, mencoba memberikan dorongan tanpa kata. “Dina, kau sudah mulai terlihat lebih baik. Sarapan pagi ini akan memberikan energi yang kau butuhkan untuk pulih lebih cepat.” Kata-kata Rita terdengar penuh perhatian, seperti seorang ibu yang mencoba menenangkan hati anaknya.

Rita menatap Ferdi sejenak, memahami betul kenapa putranya bersikap dingin. Dia tahu Ferdi adalah sosok yang berhati baik, hanya saja kali ini, keadaannya berbeda. "Ferdi sebenarnya orang yang baik," kata Rita lembut, sambil tersenyum tipis kepada Dina. "Dia hanya sedikit waspada, terutama terhadap orang baru."

Dina mengangguk pelan, berusaha memaklumi sikap Ferdi. Dia sadar, kehadirannya yang tiba-tiba di rumah ini pasti menimbulkan banyak pertanyaan. Dia merasa berhutang budi pada kebaikan Rita yang memberinya tempat berlindung, meskipun belum bisa melakukan apa-apa sebagai balasannya

Rita melanjutkan, "Jadi, Dina, apa rencanamu sekarang? Bagaimana kau akan mendapatkan kembali Gio?"

Pertanyaan itu membuat hati Dina bergetar, "Saya harus mencari pekerjaan terlebih dahulu," jawab Dina, suaranya bergetar namun pasti. "Saya butuh uang untuk membiayai hidupku dan juga untuk menggugat Ronny. Saya akan melawan dia, tak peduli berapa lama atau sulitnya, saya harus mengambil kembali Gio. Saya dulu berkuliah di jurusan manajemen bisnis, saya yakin itu dapat membantuku mencari pekerjaan" jawab Dina penuh dengan tekad.

Rita mengangguk mendengarkan dengan seksama. "Tapi apakah kau sudah memikirkan di mana kau akan bekerja?" tanya Rita lagi.

Dina menghela napas. "Saya belum tahu, Nyonya. Tapi saya akan mulai dari hal kecil. Saya siap melakukan pekerjaan apa saja yang bisa saya lakukan. Yang penting saya bisa mengumpulkan cukup uang untuk memulai semuanya."

Rita menatap Dina, lalu sebuah pemikiran muncul di benaknya. Dia menepuk tangannya dengan girang, matanya langsung melirik ke arah Ferdi yang tengah makan dengan tenang, tak menyadari apa yang akan terjadi. "Kalau begitu, Dina, bagaimana kalau kau bekerja di perusahaan keluarga kami? Aku yakin kau bisa belajar banyak di sana, sekaligus membangun dirimu kembali."

Ferdi, yang mendengar pernyataan ibunya, langsung terbatuk kecil dan hampir tersedak makanannya. Matanya melebar, menatap ibunya dengan ekspresi tak percaya. "Mi... apa? Bekerja di perusahaan kita? Dia?" tanya Ferdi, suaranya mengandung nada protes yang tidak bisa ditahan.

Matanya membulat, seakan tak percaya dengan apa yang baru saja diucapkan Rita. "Mi... kau tidak bisa begitu saja menawarkan pekerjaan di perusahaan kita pada orang yang baru saja kau temui di jalan," katanya dengan nada keberatan yang jelas. “Kita bahkan tidak tahu apa-apa tentang Dina.”

Rita menoleh ke arah Ferdi dengan tenang, "Ya, kenapa tidak? Dina kan bilang kalau dia berkuliah di jurusan manajemen bisnis, dan dia ingin mendapatkan kembali anaknya. Mami yakin bekerja di tempat yang tepat akan memberinya kesempatan untuk mempersiapkan diri. Lagipula, kau bisa mengetes kemampuannya dulu, kan?"

Ferdi menurunkan sendoknya dengan perlahan, tatapannya beralih dari ibunya ke Dina, yang tampak kebingungan dan sedikit terkejut dengan arah pembicaraan. Wajah Ferdi tegang, jelas dia tidak menyukai gagasan ini. "Kita tidak tahu apa pun tentang dia, Mi. Bagaimana kalau dia tidak kompeten? Ini bukan hal yang bisa kita lakukan begitu saja tanpa pertimbangan."

Rita, dengan senyum menenangkan, kembali menatap Ferdi. "Itu sebabnya, kau bisa mengetes dia dulu, Ferdi. Jika kau merasa kemampuannya tidak cukup, kita bisa mempertimbangkannya lagi. Tapi berilah dia kesempatan." Nada suaranya lembut tapi terdengar menuntut.

Dina, yang sedari tadi terdiam, merasa terjepit dalam percakapan diantara ibu dan anak ini. Dia tak pernah menyangka akan ditawarkan pekerjaan, apalagi di perusahaan sebesar milik keluarga Ferdi. Namun, melihat bahwa ini mungkin satu-satunya kesempatan baginya untuk bangkit, Dina memberanikan diri untuk berkata, "Saya siap untuk dites. Saya akan melakukan yang terbaik."

Ferdi menghela napas panjang, masih berusaha mencerna permintaan ibunya yang tiba-tiba. "Baiklah, kalau begitu," katanya akhirnya, menyerah pada keteguhan ibunya. "Kita bisa mulai dengan tugas kecil. Tapi jangan harap aku akan memperlakukanmu istimewa hanya karena Mami membawamu ke sini."

Rita tersenyum lebar. "Bagus! Aku yakin ini akan menjadi langkah awal yang baik untukmu, Dina." Suara lembutnya mengandung harapan besar, sementara Dina hanya bisa mengangguk, meskipun hatinya campur aduk. Di satu sisi, ini adalah kesempatan besar untuk membangun kembali hidupnya dan mungkin bisa membantunya mendapatkan Gio. Di sisi lain, dia tahu bahwa Ferdi masih sangat waspada dan skeptis terhadap dirinya. Namun, tekad Dina sudah bulat. Demi Gio, dia akan membuktikan bahwa dirinya layak untuk kesempatan ini.

Setelah sarapan usai, Rita tersenyum lembut pada Dina sebelum beranjak menuju taman rumahnya. Di sana, dia akan menikmati waktu untuk merawat tanaman kesayangannya—ritual pagi yang selalu memberinya ketenangan. Sementara itu, Ferdi bersiap meninggalkan meja makan, mengambil jasnya yang tersampir di sandaran kursi. Tatapannya singkat namun tegas, mengarah pada Dina.

“Kau harus bersiap-siap. Pastikan penampilanmu rapi saat ke kantor,” ucapnya, sedikit datar. "Perusahaan keluarga kami bukan tempat sembarangan. Kami menjalankan bisnis dengan standar tinggi. Aku tidak mau ada kesan buruk dari orang-orang di sana."

Dina mengangguk patuh,"Aku akan pastikan semuanya siap," jawab Dina, suaranya pelan tapi mantap. Meskipun hatinya sedikit gugup. Ferdi memandang Dina sejenak, seolah menimbang kata-katanya. Lalu dia mengangguk kecil sebelum berbalik menuju pintu. "Kita lihat bagaimana kau bekerja nanti," ucapnya, dengan nada penuh tantangan. Dina hanya bisa menghela napas setelah Ferdi pergi, Kebingungan memenuhi pikirannya. Permintaan Ferdi untuk berpenampilan sebaik mungkin di kantor membuatnya pusing. Dia memandangi pakaian sederhana yang dikenakannya, dan sadar bahwa pakaian ini jauh dari standar penampilan profesional di perusahaan besar.

Pikiran Dina berlarian, mengingat segepok uang yang dilemparkan Ronny padanya saat dia diusir. Uang itu masih tersimpan utuh, namun Dina sudah bersumpah tidak akan pernah menyentuh uang tersebut, uang yang seolah menegaskan penghinaan dari suaminya.

Sambil menatap piring kosong di depannya, Dina menarik napas panjang. Haruskah dia mencari pekerjaan lain terlebih dahulu? Bagaimana jika dia tidak memenuhi standar yang diinginkan Ferdi, hanya karena pakaian? Pikirannya berkelana penuh rasa tidak percaya diri.

Tak lama kemudian, Rita kembali dari taman, membawa setangkai bunga segar yang dia petik. Melihat Dina masih duduk di meja makan dengan ekspresi resah, Rita mendekat dan meletakkan bunga di vas di depan Dina. "Ada apa, Dina? Kau tampak cemas," tanya Rita dengan lembut.

Dina mencoba tersenyum, tapi kesulitannya jelas terlihat. "Pak Ferdi bilang saya harus bersiap ke kantor dan berpenampilan sebaik mungkin," katanya pelan. "Tapi... saya tidak punya pakaian kerja yang layak."

Rita tersenyum lembut, tampak mengerti kekhawatiran Dina. "Itu bukan masalah besar, sayang. Kita bisa mengurusnya," katanya sambil mengusap punggung Dina dengan penuh keibuan. "Kau tidak perlu memikirkan itu terlalu dalam. Aku bisa membantumu mendapatkan pakaian yang sesuai."

Dina tertegun sejenak. "Tapi... saya tidak bisa menerima bantuan sebanyak ini. Saya sudah terlalu banyak menerima bantuan nyonya" katanya dengan rasa sungkan.

Rita tertawa kecil. "Oh, Dina, jangan terlalu keras pada dirimu sendiri. Aku senang bisa membantumu. Lagipula, apa gunanya punya banyak hal kalau tidak bisa digunakan untuk membantu orang lain yang membutuhkan?" katanya dengan bijak. "Ayo, kita pergi belanja pakaian bersama. Aku butuh teman untuk itu."

Dina terharu mendengar kebaikan hati Rita. Meski masih merasa sedikit sungkan, dia akhirnya mengangguk. Mungkin ini adalah langkah pertama untuk memperbaiki hidupnya, dan Rita dengan murah hati membantunya mengambil langkah tersebut.

“Kita akan pergi sekarang?” tanya Dina, suaranya masih ragu-ragu.

Rita mengangguk dengan semangat. "Tentu saja. Lebih cepat lebih baik, bukan?" jawabnya ceria.

Dina tersenyum samar, merasa sedikit lebih lega. Dia tak tahu bagaimana nasibnya di kantor nanti, terutama dengan sikap Ferdi yang masih dingin, tapi untuk sekarang dia akan melakukan apapun yang bisa dia lakukan.

1
Lee Mba Young
kasian bayi nya, semoga gk berhasil atau keguguran saja. tari ngambil bayi itu gk ikhlas bayi itu cm buat senjata untuk di manfaat kan. sdng nenek si bayi butuh uang mkne tega seperti itu.
aku kl masalh bayi di adopsi hnya untuk kepentingan sungguh gk tega. aku gk setuju kl yg bgini. tari bukan tulus ma si bayi tp modus. dah di kasih penyakit ma karma bkn insyaf mlh makin menjadi.
Lee Mba Young
semoga bayi nya gk selamat, niat saja dah jelek ambil bayi itu untuk harta. tp pelakor apa sih yg di mau kl bkn harta. semoga gk berhasil deh.
Soraya
bu Ratna teriak teriak akhirnya tetangganya pada tau klo siti hamil
Soraya
Tari takut dipatuk ayam kakinya
Konny Rianty
jodoh kan dina sm ferdy thorrr...😊😊
murni l.toruan
Tari nungguin karma nih ya Thour
Sunaryati
Semoga Ronny cepat hancur, dari dalam ada Tari, Tedi, Mita dan dari Luar dari Dina
Soraya
Tari kok tau klo papa nya dah sadar dri koma
Soraya
Mami Rita Thebes,
Lee Mba Young
o tari ternyata ingin gunakan bayi untuk dpt harta Rony kurasa. ternyata masih picik pikirannya kn pling gk harta Rony hak dr anak kandungnya. kupikir dah insaf ternyata di balik ia menyerahkan bayi Rony pd ibunya ia punya rencana ambil bayi lain buat dpt in harta rony ya. ya bgitulah pelakor apa sih yg di ingin kan paling cm ngincer harta kan. kl bkn Rony orang kaya gk mungkin juga dia mau jd selingkuhan.
Sunaryati
Semoga impian Bu Tita kamu kabulkan Dina atas izin dan restu Author. Aku benar-benar salut atas cerita yg benar- benar hidup serasa nonton drama , Author memang the best
murni l.toruan
Rony punya malu nggak?
Soraya
ada yah orang tua kayak gitu
Soraya
dimana mana anak yg masih dibawah umur apa lagi masih bayi dh pasti ibunya yang lebih berhak mengurus anak nya
Soraya
klo hak asuh dimenangkan sama Ronny q stop baca, walaupun ini cuma cerita halu ya harus ada logika nya juga lah
Soraya
karma mu mulai berjalan Tari
Soraya
aneh orang kaya kok kulkasnya kosong ga ada isinya
Sunaryati
Ealah ingin hidup enak kok cuma dengan memanfaatkan anak gadisnya yang belum tentu masih perawan, ndak usah susah- susah cari menantu kaya jadi istri kedua, jual saja Cintya, Bu Marta jadi mucikarinya, dapat untung juga/Facepalm//Facepalm/
murni l.toruan
Mirisnya hidup Gio, ada bundanya tapi tdk bisa merasakan pelukan hangat yang tulus
murni l.toruan
Rony punya hati nurani ngak ya, tega banget misahi anak dengan ibu kandung yang memiliki ikatan batin. Semoga Rony secepatnya dapat karma
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!