Kehidupan Alexa dibuat berubah sejak kedatangan lelaki yang berhasil membuat setetes air matanya jatuh dipertemuan pertama mereka. Dalam kekosongan hidupnya, Alexa menemukan Elio lelaki yang mengubah segalanya. Bersama Elio, ia merasakan kebebasan dan kenyamanan yang tak pernah ia miliki sebelumnya. Meskipun banyak yang memperingatkannya tentang sisi gelap Elio, hatinya menolak untuk percaya. Namun, ketika sebuah peristiwa mengguncang dunia mereka, keraguan mulai merayap masuk, memaksa Alexa untuk mempertanyakan pilihannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dhea Annisa Putri Sofiyan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rivalry
Langit-langit tinggi dari gedung olahraga menjulang di atas lapangan basket yang berkilau terang di bawah lampu-lampu besar yang menggantung, memantulkan cahaya di lantai yang mengkilap. Garis-garis putih di lapangan terlihat tajam dan terawat, membagi setiap zona dengan presisi.
Di atas lapangan, papan skor digital di sudut ruangan berpendar merah, menampilkan angka yang menunjukkan jika kelas 12B1 berhasil memangkan pertandingan melawan 12A1. Suhu di dalam ruangan cukup hangat, dengan sedikit kelembapan yang mengendap di udara akibat dari keringat para pemain. Pendingin udara berusaha menjaga agar atmosfer tetap nyaman, meskipun ketegangan pertandingan membuat suasana terasa membara.
Di bagian pinggir lapangan, bangku cadangan tim penuh dengan pemain siswa dari kelas 12A1 dan 12A2. Di antara jejeran bangku, botol-botol air berserakan, dan handuk-handuk basah yang tergeletak, bekas dari pemain yang kini tengah mengistirahatkan tubuh dideretan bangku.
Axel masih terbawa suasana dirinya merasa terbakar api amarah, Elio seolah berhasil merendahkan harga dirinya mencubit egonya sebagai seorang lelaki. Raut amarah tercetak jelas diwajah Axel rahangnya mengeras, terlihat urat lehernya yang menonjol, mengambil botol air minum menandaskannya hingga tersisa separuh, Ia menuangkan sisa air diatas kepalanya. Aksi Axel tersebut berhasil memantik teriakan riuh dari murid perempuan yang terpesona akan ketampanannya itu.
Siswi perempuan kembali bersorak heboh tapi kali ini bukan karena Axel, melainkan aksi Elio yang mengusap keringat diwajahnya menggunakan baju membuat tubuh bagian atasnya terekpos memperlihatkan otot tubuhnya yang menonjol dibalik jersey yang Ia kenakan, yap benar roti sobek lah alasan utamanya.
Berbeda dengan reaksi siswi lainnya, Alexa hanya mengerutkan kening mengangkat sebelah alisnya bingung dengan para siswi yang berteriak heboh hanya karena alasan tersebut.
Cahaya putih dari lampu yang terang menyelimuti ruang ganti. Deretan loker metalik berdiri sejajar, memantulkan kilauan samar, menciptakan suasana modern yang rapi. Di hadapan setiap loker, terdapat bangku dari kayu yang dipoles halus. Lantai yang dilapisi ubin abu-abu bertekstur kasar.
Cermin besar membentang di salah satu dinding, memantulkan bayangan ruangan yang luas. Di beberapa sudut, terlihat kait-kait logam sederhana tergantung, tempat menyimpan jaket atau pakaian untuk sementara. Terdengar dengung samar dari pendingin ruangan yang menggantung di sudut ruangan.
Diruang ganti tersebut para siswa kelas 12A1 dan kelas 12B2 tengah mengganti baju olahraga menjadi seragam putih abu. Banyak dari siswa yang sudah selesai berganti baju, kini hanya tersisa beberapa siswa yang ada diruangan, termasuk Axel dan Elio yang masih berada disana.
"Gue mau ngomong sama Lo" ujar Axel pada Elio .
Loker mereka yang berhadapan terpisah kursi kayu panjang ditengah ruangan membuat jarak pemisah diantara keduanya.
"Gue ada perlu sama Elio bisa kalian keluar?" ujar Axel.
Ucapan Axel yang lebih terasa seperti perintah dibandingkan pernyataan, membuat beberapa orang yang tersisa keluar meninggalkan ruangan, kini hanya ada keduanya didalam ruang ganti, posisi keduanya saling membelakangi.
"Kenapa?..ada yang penting?" tanya Elio sembari mengenakan kemeja seragamnya.
"Jauhin Alexa.." ujar Axel berhasil menghentikan pergerakan Elio yang tengah mengancingkan kemejanya.
"Gue gaakan ikutin perkataan Lo kecuali Alexa duluan yang ngejauh dari Gue"
"Itu perintah bukan permintaan" tegas Axel.
Berbalik menghadap Elio, Axel menutup keras pintu loker milik Elio, membuat suara bantingan pintu menggema didalam ruang ganti. Elio menoleh kearah Axel, keduanya bertatapan sama tajamnya.
"Thunder Track, malam ini jam delapan" ucap Axel setelahnya meninggalkan ruangan.
Menyisakan Elio yang masih berada diruang ganti dengan beragam pikiran berkecamuk dikepalanya.
Malam itu, sirkuit balap dikelilingi gemerlap lampu neon yang memantulkan cahaya di atas aspal hitam. Bau bensin dan karet terbakar terasa menyengat di udara. Penonton berdiri di tribun dengan penuh antusias, sebagian besar mengenakan jaket tebal untuk melawan angin malam yang dingin. Suara mesin yang menderu dari kejauhan terdengar.
Di sekeliling lintasan, bendera-bendera tim berkibar, memberikan sentuhan warna-warni di tengah atmosfer yang gelap penuh ketegangan.
Jalanan sirkuit itu sendiri penuh dengan tantangan. Tikungan-tikungan tajam berkelok seperti ular, dengan permukaan aspal yang licin akibat hujan ringan sebelumnya. Cahaya lampu sorot besar di sudut-sudut lintasan menciptakan bayangan panjang di belakang setiap mobil yang melintas.
Di garis start, mobil-mobil berbaris, mesin mereka menggeram seakan tak sabar untuk meledak. Udara terasa tegang. Elio duduk di dalam mobilnya, tangan kaku di atas setir, matanya fokus menatap lurus ke depan. Dari balik helm, dia bisa mendengar detak jantungnya sendiri, selaras dengan raungan mesinnya. Di sebelahnya, Axel terlihat tenang, tapi Elio tahu di balik wajah dingin itu, Axel pasti merasakan ketegangan sama seperti yang Ia rasakan.
Cahaya lampu start berubah dari merah ke kuning, dan dalam sekejap, hijau menyala. Ban-ban berdecit kencang saat mobil-mobil meluncur liar ke depan. Jalanan basah membuat kontrol lebih sulit, tapi Elio menancap gas tanpa ragu. Aspal di bawah ban bergetar, memberikan sensasi liar seolah-olah dia sedang terbang di atas permukaan jalan.
Mereka memasuki tikungan pertama. Di sana, pepohonan tinggi berjajar di tepi lintasan, seolah menjadi penonton diam yang mengawasi setiap lintasan. Sinar bulan samar-samar menyelinap di antara daun-daun, menciptakan cahaya perak, debu tipis yang terangkat oleh ban-ban mobil semakin mempertebal suasana disekitar.
Ketika Elio mendekati tikungan berikutnya, dia dapat merasakan getaran halus di setirnya, tanda bahwa jalur di depan tidak rata. Ini adalah salah satu bagian paling sulit di lintasan, di mana hanya pembalap dengan teknik tinggi yang bisa bertahan tanpa kehilangan kontrol. Di sisi kiri, ada dinding beton yang kasar, siap menghancurkan siapa pun yang terlalu berani mengambil risiko.
Axel sudah mendekati Elio dengan kecepatan gila. Mobil putihnya terlihat seperti bayangan yang menghantui, lampu depannya menyilaukan saat mereka menembus kegelapan. Elio tahu bahwa balapan ini bukan hanya soal kecepatan, tapi juga ketenangan dan ketepatan. Setiap detik, setiap keputusan, bisa menentukan segalanya. Saat tikungan terakhir muncul, sirkuit itu memantulkan suara-suara sorak-sorai dari penonton yang semakin tak sabar melihat hasil akhirnya.
Asap tipis masih tersisa di udara, sementara Elio memacu mobilnya menuju garis finish. Stadion kecil yang mengelilingi sirkuit tiba-tiba meledak dengan sorak-sorai saat dia berhasil menyalip Axel di detik-detik terakhir. Lampu sorot terang menyilaukan mata, sementara tribun bergetar oleh riuhnya sorakan penonton.
Elio akhirnya melewati garis finish, sementara suara klakson dan peluit kemenangan menggema. Di belakangnya, Axel mengerem mendadak, kalah dengan selisih detik tipis. Dari dalam mobil, Elio menarik napas dalam-dalam, merasa lega. Malam yang dingin itu, sirkuit berubah menjadi panggung kejayaan bagi Elio, sementara angin malam menghapus jejak kemenangannya di aspal basah.
Elio keluar dari dalam mobil melepas helm lalu membawa langkahnya kearah teman-temannya berada. Meskipun masih tidak menyangka dengan hasil balapan malam ini, Axel tetap harus menerima kekalahannya. Axel keluar dari mobil membawa helm disisi tangannya kakinya menuntun jalan menuju Elio dan teman-temannya yang tengah asik mengobrol.
"Sesuai kesepakatan Gue ga akan ngelarang Lo ngedekatin Alexa, tapi dengan satu syarat jangan sakitin Dia, kalau sampai itu terjadi, detik itu juga Lo bakal habis ditangan Gue" ucap Axel setelah mengatakan semuanya Ia berlalu pergi.