Di Bawah Umur Harap Minggir!
*****
Salahkah bila seorang istri memiliki gairah? Salahkah seorang istri berharap dipuaskan oleh suaminya?
Mengapa lelaki begitu egois tidak pernah memikirkan bahwa wanita juga butuh kepuasan batin?
Lina memiliki suami yang royal, puluhan juta selalu masuk ke rekening setiap bulan. Hadiah mewah dan mahal kerap didapatkan. Namun, kepuasan batin tidak pernah Lina dapatkan dari Rudi selama pernikahan.
Suaminya hanya memikirkan pekerjaan sampai membuat istrinya kesepian. Tidak pernah suaminya tahu jika istrinya terpaksa menggunakan alat mainan demi mencapai kepuasan.
Lambat laun kecurigaan muncul, Lina penasaran kenapa suaminya jarang mau berhubungan suami istri. Ditambah lagi dengan misteri pembalut yang cepat habis. Ia pernah menemukan pembalutnya ada di dalam tas Rudi.
Sebenarnya, untuk apa Rudi membawa pembalut di dalam tasnya? Apa yang salah dengan suaminya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Momoy Dandelion, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32: Mengungsi
"Trian, lepas! Aku mau naik taksi ke tempat adikku." Lina mencoba melepas genggaman tangan Trian.
"Jangan berdebat sekarang. Kamu harus menenangkan diri dulu. Nanti aku yang akan mengantarmu ke tempat Rama."
Trian tak mendengarkan permintaan Lina. Ia tetap menggandeng tangan wanita itu dan mengajaknya masuk ke dalam rumah.
"Astaga! Lina kenapa!"
Dara melompat turun dari sofa saat melihat kedatangan Lina. Ia sangat terkejut melihat kondisi tetangganya yang sangat berantakan dan mengalami lebam. Trian juga tampak ikut terluka.
"Duduk dulu, biar aku ambilkan obat!"
Trian mendudukkan Lina di sofa. Ia meninggalkannya ke dalam mengambil obat. Dara yang penasaran duduk di samping Lina sambil memperhatikan wajahnya.
"Kamu kenapa? Siapa yang sudah memukulimu? Apa mungkin suamimu?" tanya Dara penasaran.
Lina terdiam. Ia tak berminat menjawab pertanyaan itu. Jika ia menjawabnya, pasti akan ada pertanyaan lanjutan. Ia tak ingin membuka permasalahan yang sudah terjadi. Menurutnya, hal itu sangat memalukan untuk diceritakan.
"Lina, ayo bicara ...." Dara mengguncangkan lengan tetangganya saking penasaran. Ia ingin mendengar cerita dari Dara.
"Dara, jangan ganggu Lina dulu. Dia pasti masih syok," tegur Trian. Ia kembali membawa segelas minuman dan kotak obat.
"Minum dulu." Ia menyodorkan teh hangat kepada Lina.
"Terima kasih." Lina menerima teh tersebut dan langsung meminumnya.
Trian duduk di sebelah Lina. Ia membuka kota obat yang dibawanya. Pertama-tama, ia mengambil selembar kertas dan cairan pembersih luka. Perlahan ia usapkan ke beberapa bagian wajah Lina yang terluka.
"Ah!" sesekali Lina mengeluh merasakan perih ketika lukanya disentuh.
Dara duduk tenang memperhatikan apa yang Trian lakukan. Padahal ia masih penasaran tapi dilarang bertanya.
Trian mengoleskan obat dan menempelkan plester agar lukanya tertutup. Ia lakukan secara hati-hati agar tidak menyakitkan.
"Sudah selesai," ucap Trian.
"Wajahmu juga lebam-lebam. Mau aku bantu obati?" sahut Dara.
"Tidak usah, aku bisa menanganinya sendiri. Kamu mana bisa melakukannya," ledek Trian.
Dara memanyunkan bibirnya.
"Terima kasih, ya. Aku rasa sekarang saatnya aku pergi," pamit Lina.
"Eh, kamu mau kemana? Kondisimu kan tidak baik-baik saja," cegah Dara.
"Tidak apa-apa, ini haya luka kecil. Aku tidak enak merepotkan kalian."
"Benar kata Dara. Kamu di sini dulu saja, besok baru kamu bisa pergi ke tempat adikmu. Ini sudah malam, adikmu akan khawatir," bujuk Trian.
"Kalau mau ganti baju, masih ada bajumu di kamar Trian!" celetuk Dara.
Trian langsung melotot kepada Dara. Lina ikut menatap ke arah Dara. Lina jadi kembali teringat kejadian waktu itu yang sudah ia lupakan.
"Kalian kenapa menatapku seperti itu? Memang ada baju Lina, kan, bukannya katanya kamu pernah menumpang mandi di sini?" tanya Dara heran.
"Ah, iya. Waktu itu kran air di rumah macet. Aku menumpang di sini," ucap Lina. Sepertinya Trian juga merahasiakannya Dari Dara.
"Lina ... Keluar kamu! Pulang!"
"Lina ... Selesaikan masalah kita di rumah!"
"Lina ...."
"Trian ... Jangan sembunyikan Lina! Jangan ikut campur kamu!"
Samar-samar terdengar suara Rudi dari arah halaman depan.
"Jadi benar suamimu yang main tangan? Memangnya kalian ada masalah apa?" telisik Dara. Ia sangat penasaran apalagi di luar Rudi sampai teriak-teriak. Namun, Lina tetap diam.
"Lina ... Keluar kamu!"
"Sudah, Dara. Lina tidak mau bicara jadi jangan dipaksa," tegur Trian.
Dara menyandarkan punggungnya di sofa. Ia kecewa Lina tidak mau bicara apa-apa padanya.
"Itu di luar orang teriak-teriak berisik banget. Apa kita panggilkan satpam saja supaya diusir?" tanya Dara.
"Sudah, biarkan saja!" pinta Trian.
Mereka terus mendengarkan suara teriakan Rudi yang memanggil-manggil Lina.
"Benar apa yang aku bilang, lebih baik kamu sembunyi di sini. Kalau kamu keluar, orang gila itu pasti akan menyerang," ujar Dara.
"Biar aku saja yang ke depan menemuinya!"
"Jangan!" cegah Trian. Ia memegangi tangan Dara saat wanita itu hendak pergi keluar.
"Tenang saja, aku bisa mengatasinya!"
Dara menyingkirkan tangan Trian darinya. Ia membuka pintu depan dan menemui Rudi yang masih berdiri di depan.
"Dimana Lina?" tanya Rudi.
"Kenapa mencari Lina di sini? Berisik banget! Tidak ada Lina di sini!" jawab Dara dengan nada kesal.
"Bohong! Lina pasti di dalam. Tadi Trian yang membawanya keluar!"
"Ya, tapi Lina sudah pergi naik taksi! Mungkin dia mau ke kantor polisi melaporkanmu!" Dara berkacak pinggang melawan lelaki di hadapannya.
"Cepat suruh Lina meluar! Aku tahu dia di dalam!"
"Eh ... Ngeyel jadi orang, ya! Sudah dibilang Lina tidak ada masih saja ngeyel!"
"Kalau kamu tidak mau pergi dari sini, aku benar-benar akan melapor ke sekuriti supaya kamu dibawa ke kantor polisi! Kelakuanmu mengganggu ketentraman kami, tahu!"
Ucapan Dara lebih ngotot dari Rudi. Menyadari sulit untuk menghadapi Dara, Rudi akhirnya mengalah. Ia akhirnya kembali ke rumahnya.
Dara tersenyum lebar setelah berhasil mengusir Rudi. Ia kembali masuk ke dalam rumah menemui Trian dan Lina.
"Apa aku bilang? Aku berhasil mengatasinya," ucap Dara dengan bangganya.
Trian geleng-geleng kepala dengan kelakuan istrinya.
"Terima kasih ya, Dara," ucap Lina.
Sementara ia merasa aman. Namun, lain waktu ia tidak tahu bagaimana. Sepertinya Rudi akan terus mengejarnya dan meminta dia agar kembali ke rumah.
"Sudahlah, menginap saja di sini. Kamu bisa tidur bersamaku di lantai atas. Kalau keluar nanti kamu dikejar suamimu yang gila itu," ujar Dara.
"Naik, sana! Ikut istirahat di kamar Dara," pinta Trian.