kita memang tak tau siapa yang tuhan takdir kan untuk kita,namun kita bisa melabuhkan hati kita pada siapa. namun bagaimana jadinya jika ternyata hati dan takdir tak sejalan. Begitulah yang di rasakan oleh Aidan Arsyad Rafardhan,dia mencintai seorang wanita dan berniat akan melamar nya,namun bagaimana jadinya malah dia menikah dengan adik dari sang pujaan hati?
"menikahi orang yang di cintai memang impian,tapi mencintai orang yang di nikahi adalah kewajiban."
Aidan Arsyad Rafardhan
yukkk simak cerita lengkapnya di sini 👇
tinggalkan like,komen dan follow setelah membaca yah ☺️😆
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon h.alwiah putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 22. godaan Aidan
"Kenapa mukanya merah?"tanya Aidan, Maureen pun langsung memalingkan mukanya.
"Panas."sanggah Maureen.
Aidan pun langsung menambah suhu AC mobil itu. "Masih panas?"tanya Aidan karena masih melihat wajah Maureen memerah.
"Enggak udah kok."
"Kamu belum jawab pertanyaan saya tadi."
"Hah pertanyaan yang mana?"tanya Maureen.
Aidan pun menghela nafasnya."itu kamu keberatan saya panggil kamu dek?"Aidan mengulang pertanyaan nya lagi.
"O-ouh enggak kok."jawab Maureen.
"Ouh ya udah,kamu juga harus ganti panggilan kamu ke saya."
"Emang maunya di panggil apa?"tanya Maureen.
"Apa aja,terserah kamu."
"Ihhh jangan terserah pak,kayak cewek aja saya jadi bingung mau panggil apa."kesal Maureen.
"Kalau bapak panggil saya dek,saya panggil Abang aja atau kaka."
"Enggak saya gak mau,saya bukan Abang tukang bakso,saya juga bukan Kaka kamu."tolak Aidan.
"Terus maunya di panggil apa bapak,tadi terserah saya."gerutu Maureen.
"Ya,jangan dua itu dong. Mungkin kamu bisa panggil saya Abi,ayah,my husband,suamiku,papi."
"Ihhhh udah kayak punya anak aja panggil kayak gitu,gak sekalian sugar Daddy."
"Boleh juga tuh."
"Enggak engga,gak mau gue."tolak Maureen.
Tampak Maureen berpikir sejenak. "Gimana kalau mas aja?"tanya Maureen meminta persetujuan dari Aidan.
"Heem boleh."
"Tapi gimana nanti di kampus,masa saya panggil bapak pake sebutan mas. Nanti orang orang bakal curiga dong."
"Ya kalau di kampus panggil seperti biasa aja,tapi kalau mau panggil mas juga gak papa. Biar sekalian kita fublish hubungan kita."ujar Aidan.
"Enggak ah,gue belum siap fublish."
"Ya udah terserah kamu aja,tapi boleh dong panggil saya pake sebutan mas tadi. Itung itung percobaan dulu."pinta Aidan.
"Mas.."panggil Maureen.
"Dalem sayang."
Blush
Seketika wajah Maureen yang tadinya warna merah sudah mereda kini, kembali merah lagi. Maureen merasa seperti ada kupu kupu di dalam perutnya,ingin tersenyum namun malu dan gengsi.
"Ehhh kenapa tuh mukanya merah lagi."goda Aidan,kini dia peka jika saat ini Maureen tengah salting.
Maureen pun segera memalingkan mukanya, melihat Maureen bulshing Aidan merasa bahagia lalu terkekeh.
"Sini dong hadapannya sayang,mas pengen lihat muka merah kamu."goda Aidan sembari mencolek pipi Maureen.
"Ihhh diemmm."kesal Maureen lalu menutup wajahnya dengan tangan.
Melihat Maureen salting membuat Aidan tertawa senang, sepertinya dia mempunyai hobi baru. Yaitu menggoda istrinya.
"Hahahaha ya Alloh sayang kamu lucu banget."
"Ihhhh masss malu."Maureen memukul mukul dada bidang Aidan untuk melampiaskan kekesalannya.
Karena sedang berkendara Aidan pun menepikan mobilnya,takut jika tindakan keduanya bisa mengakibatkan kecelakaan.
"Iya iya sayang maafin mas yah."Aidan menggenggam tangan Maureen yang sedari tadi memukul dadanya.
Maureen pun menghentikan kegiatan lalu menyembunyikan wajah yang memerahnya di pelukan Aidan.
Aidan pun semakin tertawa melihat tingkah Maureen yang menggemaskan.
"Hahaha ya Alloh udah ah mas cape ketawa terus."
Lah siapa juga kan yang nyuruh Aidan ketawa orang Aidan sendiri kok yang tertawa. Lebih tepatnya menertawakan sang istri.
"Gak mau di lepas nih pelukannya. Nanti lagi aja yah sayang kalau udah sampai rumah kita pelukan lagi sampai kamu puas."goda Aidan.
Maureen pun tersadar lalu segera melepaskan pelukannya. Setelah itu sedikit merapihkan penampilan nya.
"Cepet jalan lagi."kini nada bicara Maureen lebih ketus, mungkin untuk menutupi rasa malunya.
"Iya iya sayang gak sabar banget pengen ceoet sampai rumah."
"Ihhh apaan sih."
"Hahaha iya iya,ini juga mau jalan kok."Aidan pun menjalankan mobilnya,namun ada yang aneh karena Aidan menjalankan mobil itu bukan ke arah rumah nya.
"Kok jalan ini? Ini bukan jalan kita pulang."ucap Maureen.
"Kita ke rumah ayah Latif dulu, mungkin kamu kangen sama mereka kan."jawab Aidan.
"Enggak,gak gue gak mau puter balik kita langsung pulang aja."ucap Maureen cepat.
"Lah kok gitu,kamu gak kangen sama keluarga kamu?"tanya Aidan.
"Buat apa gue kangen ke rumah yang bagaikan neraka,gue gak mau kesana. Terserah kalau mas mau kesana,turunin gue disini gue bakal pulang sendiri."lanjut Maureen.
"Heem ya udah kita langsung pulang aja."putus Aidan.
Tak ingin memperpanjang masalah, akhirnya Aidan putar balik.
"Apa segabaik itu hubungan kamu sama keluarga kamu?"tanya Aidan.
Maureen melirik ke arah Aidan. "Bukan gue yang gak baik sama mereka,tapi dari awal mereka lah yang memperlakukan gue dengan buruk. Lalu untuk apa gue bersikap baik pada mereka sedangkan mereka saja menganggap gue seolah budak mereka."
"Sudahlah gue gak mau bahas tentang mereka lagi,bagi gue mereka itu iblis yang punya wujud manusia."
"Hust bicara apa kamu Maureen,jangan begitu mau bagaimanapun sikap mereka sama kamu tapi mereka tetap keluarga kamu. Jangan terus terusan merenggangkan sebuah hubungan, apalagi dengan orang tua kandung. Ayo sedikit demi sedikit ubah sikap kamu,lebih pererat lagi hubungan keluarga kalian. Gak baik terus terusan berada di lingkaran seperti ini,kalian juga gak akan tenang. Ubah yah,saya yakin kalau kamu mengubah sikap kamu dan kamu lebih baik lagi mereka juga akan lebih baik lagi sama kamu."nasihat Aidan.
Namun Maureen menangkap ucapan Aidan itu seolah Aidan membela tindakan keluarga nya,dan tak berpihak pada dirinya.
"Lo gak tau apa apa,Lo gak tau gimana sikap mereka sama gue. Jadi lo diem aja."kini nada bicara Maureen berubah kembali menjadi ketus dan dingin.
Perkataan Maureen seolah mempertegas jika tak mau ada siapapun yang mengusik serta ikut campur tentang hubungan dia dengan keluarganya.
Seketika wajah Maureen langsung berubah, menjadi dingin dan datar kembali.
Hah, padahal baru saja hubungan antara Aidan dan Maureen membaik. Maureen mau lebih terbuka pada nya eh sekarang malah kembali lagi seperti awal.
Seperti nya memang pembahasan tentang keluarga sensitif sekali dengan Maureen. Namun Aidan pun tak bisa terus membiarkan hal ini tetap terjadi.
Sepanjang jalan hanya di isi oleh keheningan,tak ada lagi obrolan yang menghiasi mobil seperti saat berangkat tadi.
Setibanya di halaman rumah, Maureen langsung membuka pintu mobil dan keluar dari mobil Aidan.
Namun ternyata di depan rumah itu ada tiga orang yang dua orang nya menurut Maureen asing, karena baru pertama kali melihat. Ada dua laki laki dan satu perempuan.
Salah satu laki laki itu adalah Gibran,teman kak Shafa dan mungkin juga teman Aidan. Entahlah dua orang lagi Maureen tak tau.
"Ehh ada kak Gibran,mau ketemu mas Aidan yah?"tanya Maureen menghampiri ketiga orang itu.
"Iya,mana suami kamu?"tanya Gibran.
"Tuh ada di mobil,kenapa malah duduk di luar kak kenapa gak masuk aja ayo. Ada bibi kan."ajak Maureen.
"Gak papa Maureen,gak enak aja kalau nyelonong masuk ke rumah orang. Bibi ada kok,lagian kita juga belum lama."
"Ya udah ayo kak masuk."
Ketiga orang itupun masuk ke dalam rumah.
"Bi ambilin minum yah sama beberapa cemilan,di lemari juga kayaknya masih ada kue yang kemarin aku bikin."titah Maureen pada art di rumahnya.
Sedangkan ketiga orang itu sudah duduk di ruang tengah.
"Dah lama kalian?"tanya Aidan.
"Gak baru sepuluh menit yang lalu kok."
"Wih bro gimana kabarnya,udah lama gak ketemu. Gimana udah selesai urusan nya?"tanya Aidan pada laki laki di samping Gibran.
"Alhamdulillah baik,yang pasti kalau gue pulang kesini urusan gue udah selesai. Dan sekarang gue bisa kerja seperti semula lagi jadi asisten yang mulia raja ndoro bapak Aidan Arsyad Rafardhan."jawab laki laki itu.
"Bagus deh kalau gitu,gue jadi gak harus handle banyak kerjaan lagi. Dan Tania juga jadi gak harus setiap hari lembur,kasian juga tuh matanya udah kayak panda karena pekerjaan Lo di handle semua sama dia."tunjuk Aidan pada seorang wanita yang datang bersama Gibran itu.
"Ouhhh nama dia Tania,pantes aja mukanya judes banget mana dari tadi liatin gue Mulu gemes banget gue pengen nyolok tuh mata."batin Maureen.
Memang sedari tadi wanita yang menggunakan dress sebatas lutut berwarna merah dengan rambut yang di gerai serta makeup yang menurut Maureen seperti badut Ancol itu,selalu saja menatap ke arah Maureen.
Apalagi tatapan nya itu loh seperti tatapan permusuhan,itu memang mukanya yang setelan pabriknya gitu apa emang dia gak suka sama Maureen.
"Lo kok nikah gak undang undang gue sih,ya minimal ngasih tau gue kali kalau nikah. Gue malah baru tau tadi dari Gibran."ucao laki laki yang bernama Samuel itu.
"Jangankan kamu Samuel yang gak ada disini,aku aja gak di undang sama pak Aidan. Bahkan aku juga kaget saat tau pak Aidan udah nikah, padahal pas akad nikah tuh subuh nya aku sama pak Aidan masih ketemu loh. Parah banget kan bos kita itu."timpal wanita yang bernama Tania itu.
Entah kenapa Maureen mendengar suara wanita itu merasa geli, Maureen merasa suara wanita itu terlalu mendayu dayu hingga terdengar seperti manja.
ada ruang,