Kisah tentang cinta yang terjebak dalam tubuh yang berbeda setiap malam
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rendy Purnama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4: Nina dan Rahasia yang Tersembunyi
Pagi ini terasa berbeda, mungkin karena semalam aku tak bisa tidur nyenyak. Bayangan wajah Nina di foto yang kutemukan di meja Arya masih melekat dalam ingatanku, seolah-olah ada sesuatu tentang dirinya yang penting. Aku ingin tahu lebih banyak tentang gadis ini dan hubungannya dengan Arya. Apakah mereka hanya teman? Kekasih? Atau mungkin seseorang yang punya peran penting dalam hidup Arya?
Setelah bersiap, aku berangkat ke kantor dengan tujuan yang lebih jelas hari ini. Aku harus mencari informasi lebih lanjut tentang Nina, terutama jika dia memang dekat dengan Arya. Mungkin, dengan mengenal sosok Nina, aku bisa lebih memahami kehidupan yang kini sedang kujalani. Selain itu, ada rasa ingin tahu yang kuat dalam diriku. Entah kenapa, nama Nina seperti menjadi petunjuk untuk memahami teka-teki yang sedang kuhadapi.
Sesampainya di kantor, aku berusaha menjalani rutinitas Arya seperti biasa, tetap waspada agar tidak terlihat aneh di depan rekan-rekan kerjanya. Saat jam makan siang tiba, aku melihat Fira—rekan kerja yang kemarin menyodorkan kopi—sedang duduk sendirian di kantin. Ini mungkin kesempatan yang baik untuk mencari tahu lebih lanjut tentang Nina.
Aku mengambil napas dalam-dalam sebelum mendekatinya. “Boleh gabung?” tanyaku sambil tersenyum.
Fira mengangguk dengan senang hati. "Tentu, duduk saja, Arya."
Aku duduk di hadapannya, mencoba mencari cara untuk mengarahkan pembicaraan ke arah Nina tanpa terlihat mencurigakan. Setelah beberapa basa-basi, aku akhirnya memberanikan diri untuk bertanya.
“Eh, Fira, kamu tahu nggak tentang… Nina?” tanyaku perlahan, berharap pertanyaanku terdengar wajar.
Fira menatapku dengan sedikit heran, namun segera tersenyum. "Oh, Nina. Kalian kan dekat, Arya. Memangnya kenapa?"
Aku mencoba tersenyum sambil menahan perasaan gugup. “Cuma penasaran aja. Kayaknya aku akhir-akhir ini… agak lupa beberapa hal.”
Fira mengangkat alis, seakan terkejut. "Kamu dan Nina sudah lama kenal. Dia itu salah satu orang yang paling dekat sama kamu di luar kantor. Kalian sering ketemu dan jalan bareng. Bahkan, katanya kalian sempat ada hubungan lebih dari sekadar teman."
Aku terdiam sejenak. Jadi, Nina bukan sekadar teman bagi Arya. Ada sesuatu yang lebih dalam di antara mereka. Hubungan yang mungkin penuh kenangan dan cerita yang tidak kuketahui. Semakin aku tahu tentang Nina, semakin aku merasa terikat dengan rasa ingin tahu yang aneh. Apakah gadis ini pernah menjadi bagian penting dari hidup Arya, dan jika iya, mengapa mereka tak lagi bersama?
“Jadi… kami memang pernah dekat, ya?” tanyaku, mencoba merangkai informasi yang kudapat.
Fira mengangguk, tampak ragu sejenak. “Ya, tapi aku tidak tahu apa yang terjadi di antara kalian. Yang pasti, Nina adalah sosok yang berharga buat kamu, Arya. Bahkan, banyak dari kami di kantor ini yang bisa melihat bagaimana kamu begitu peduli sama dia.”
Perkataannya membuatku merenung. Jika memang Nina adalah seseorang yang sangat berarti bagi Arya, mungkin dia juga bisa menjadi kunci untuk memecahkan misteri ini. Setelah makan siang selesai, aku memutuskan untuk mencari tahu lebih lanjut. Mungkin ada cara lain untuk memahami apa yang pernah terjadi di antara Arya dan Nina.
---
Malam harinya, sepulang dari kantor, aku memutuskan untuk membuka ponsel Arya. Di dalamnya, ada berbagai kontak dan pesan-pesan yang menunjukkan betapa luas lingkup sosial Arya. Setelah beberapa saat mencari, akhirnya aku menemukan nama "Nina" di daftar kontak. Aku sempat ragu untuk menghubunginya, tapi rasa penasaran lebih besar dari keraguanku.
Aku mengirim pesan singkat, “Hai, Nina. Apa kabar? Aku merasa ingin ngobrol denganmu.”
Jantungku berdetak kencang saat menunggu balasan darinya. Beberapa menit berlalu, dan akhirnya pesan balasan dari Nina muncul di layar.
“Hai, Arya! Kabar baik. Aku juga kangen ngobrol sama kamu. Sudah lama ya kita nggak ketemu?”
Melihat balasan itu, aku merasa lega sekaligus cemas. Aku tahu bahwa percakapan ini bisa berisiko, tapi ini adalah satu-satunya cara untuk mengetahui lebih banyak tentang sosok Nina. Kami akhirnya mengatur untuk bertemu di sebuah kafe esok harinya. Rasa gugup dan penasaran bercampur menjadi satu dalam pikiranku. Aku akan bertemu dengan seseorang yang penting dalam hidup Arya, tetapi bagiku, dia adalah sosok yang sama sekali asing.
---
Keesokan harinya, aku tiba lebih awal di kafe yang kami sepakati. Sambil menunggu, aku tak bisa berhenti membayangkan bagaimana pertemuan ini akan berlangsung. Bagaimana jika Nina menyadari bahwa ada sesuatu yang berbeda? Bagaimana jika dia melihat bahwa aku bukan Arya yang sebenarnya?
Tak lama kemudian, Nina datang. Penampilannya sesuai dengan bayangan yang kulihat di foto—seorang gadis cantik dengan senyuman hangat yang tulus. Saat dia mendekat, ada getaran aneh dalam hatiku, seolah-olah aku bisa merasakan kehangatan dan kelembutan yang pernah Arya rasakan.
“Hai, Arya,” sapanya dengan senyum lembut. “Senang akhirnya bisa ketemu lagi.”
Aku tersenyum dan mencoba bersikap senatural mungkin. “Iya, sudah lama ya. Terima kasih sudah mau bertemu.”
Kami berbicara tentang banyak hal—pekerjaan, kehidupan sehari-hari, hingga kenangan-kenangan mereka yang terdengar akrab tapi asing bagiku. Aku mencoba merespons sebaik mungkin, mengikuti alur cerita yang dia ceritakan. Dari percakapan itu, aku mulai memahami bahwa Nina adalah sosok yang begitu perhatian dan penuh kasih. Dia selalu memperhatikan hal-hal kecil, tertawa lepas, dan memiliki sikap yang menyenangkan.
Saat percakapan berlangsung, aku merasa semakin tenggelam dalam cerita Nina. Aku bisa merasakan betapa dekatnya hubungan mereka dulu, meskipun kini sepertinya ada jarak di antara mereka. Nina tampak berhati-hati dalam membahas masa lalu mereka, seolah-olah ada sesuatu yang dia simpan rapat-rapat.
Ketika aku merasa cukup nyaman, aku memberanikan diri untuk bertanya lebih jauh. “Nina, kalau boleh tahu… kenapa kita nggak sering ketemu lagi?”
Wajah Nina berubah sedikit muram mendengar pertanyaanku. Ada kesedihan yang terpancar di matanya, seolah-olah kenangan lama yang menyakitkan kembali muncul.
“Kamu sendiri yang memutuskan untuk menjauh, Arya. Katamu, kamu butuh waktu untuk dirimu sendiri. Aku… aku menghormati keputusan itu, meskipun sulit,” jawabnya dengan suara lembut yang penuh kejujuran.
Perkataannya membuatku merasa semakin bingung. Arya memutuskan untuk menjauh dari Nina? Tapi mengapa? Apa yang membuatnya membuat keputusan itu?
“Aku tahu kamu punya alasan sendiri, Arya. Meskipun berat, aku mencoba menghargai pilihanmu. Aku hanya berharap bahwa suatu hari kamu akan menemukan apa yang kamu cari,” lanjutnya sambil menatapku dengan tatapan lembut.
Aku terdiam, tak tahu harus berkata apa. Kata-kata Nina membawa beban yang begitu berat, seolah-olah ada perasaan yang belum terselesaikan di antara mereka. Apakah Arya merasa ada yang kurang dalam hidupnya? Ataukah dia merasa perlu menjauh untuk menemukan jati dirinya?
Saat malam semakin larut, kami mengakhiri pertemuan itu dengan salam perpisahan yang singkat namun penuh makna. Aku pulang dengan pikiran yang berkecamuk, mencoba memahami hubungan rumit antara Arya dan Nina. Semakin aku tahu tentang Arya, semakin aku merasa terjebak dalam kisah hidupnya yang penuh misteri dan konflik batin.
Sesampainya di rumah, aku duduk di depan cermin, menatap bayangan Arya yang semakin terlihat akrab meskipun tetap asing. Dalam cermin itu, aku melihat lebih dari sekadar sosok fisik. Aku melihat seorang pria yang berusaha mencari makna dalam hidupnya, yang mungkin merasa kesepian dan bingung. Apakah aku mulai memahami Arya? Ataukah aku hanya terseret lebih dalam ke dalam kehidupannya?
Malam itu, aku menyadari bahwa untuk benar-benar menjalani kehidupan Arya, aku harus menghadapi rahasia dan konflik yang pernah dia alami. Aku harus mencari tahu apa yang menyebabkan dia menjauh dari Nina dan mengapa dia merasa perlu menemukan dirinya sendiri. Tanpa jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini, aku tidak akan bisa memahami alasan aku terjebak di dunia yang salah ini.
Dengan tekad baru, aku bersumpah untuk menggali lebih dalam lagi. Aku akan mencari jawaban, tidak hanya untuk memahami Arya, tetapi juga untuk memahami diriku sendiri dalam perjalanan ini.