Bintang panggung dan penulis misterius bertemu dalam pertemuan tak terduga.
Rory Ace Jordan, penyanyi terkenal sekaligus sosok Leader dalam sebuah grup musik, terpikat pada pesona Nayrela Louise, penulis berbakat yang identitasnya tersembunyi. Namun, cinta mereka yang tumbuh subur terancam ketika kebenaran tentang Nayrela terungkap.
Ikuti kisah mereka....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FT.Zira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25. KCTT 25.
"Maaf,"
"Maafkan aku,"
Pria itu berkata sembari berlutut di depan wanita yang kini duduk di kursi panjang dengan satu tangan berada di tangannya. Kulit putih dari wanita itu kini memiliki bekas kemerahan akibat ulahnya.
"Tanpa sadar aku menyakitimu,"
Dia berkata lagi, menunduk dalam-dalam dengan penyesalan menyelimuti hatinya.
'Apa yang sudah aku lakukan? Kenapa aku harus marah hanya karena pria itu ingin membayar buku yang Naya ambil? Dari mana datangnya rasa kesal ini? Aku bahkan sampai menyakitinya,' rutuk Rory dalam hati.
"Roy,,,"
Nayla memanggil dengan suara lembut, tanpa adanya sebuah amarah dalam suaranya. Membuat Rory mengangkat wajah perlahan hingga pandangan keduanya bertemu.
"Duduklah di sini," ucap Nayla menepuk tempat kosong di sampingnya.
"Tidakkah kamu lelah terus berlutut seperti itu?" imbuhnya.
Rory terpaku ditempatnya dengan pandangan terkunci pada wanita di hadapanya
'Bagaimana bisa kamu tetap bersikap lembut seperti ini setelah apa yang aku lakukan padamu? Kamu bahkan tidak marah sedikitpun padaku?' keluh Rory dalam hati.
"Kumohon,,," ucap Nayla lagi.
Rory menundukkan kepalanya kembali, mengeleng pelan tanpa melepaskan tangan Nayla dari genggamannya.
"Katakan padaku apa yang membuatmu gelisah hingga memicu emosimu?" tanya Nayla.
Rory mengangkat wajah dengan gerakan cepat, tidak pernah menduga atas pertanyaan yang Nayla ajukan.
"Aku,,, Tidak,,,, Aku bukan,,, Hanya,,,,"
'Aku tidak mungkin mengatakan alasan sebenarnya, bagaimana jika dia menjauh dariku setelah aku mengatakan alasannya? Aku bersikap tidak masuk akal hanya karena pria asing itu ingin membayar buku? Memalukan!' batin Rory.
"Apakah komentar orang-orang yang berpapasan dengan kita saat menuju stand buku ada hubungannya dengan ini?" tanya Nayla lagi.
"A-Apa?"
Rory melebarkan kedua matanya, menyadari Nayla telah salah paham atas sikap yang ia tunjukan, namun menjadi jalan keluar baginya untuk mengelak dari alasan sebenarnya.
"Kamu,,, Kamu,,, Mendengarnya?" tanya Rory memasang ekspresi terkejut.
"Jadi, itu berhubungan?" sambut Nayla diakhiri hembusan napas panjang
"Maafkan aku, andai aku menyadari lebih cepat, aku tidak akan membiarkannya. Kupikir kamu tidak memikirkan pendapat orang lain yang berbicara tentang apa yang kamu kenakan, tapi sangat wajar jika kamu tidak nyaman dengan perkataan orang lain yang kamu dengar." ucap Nayla seraya menarik Rory agar duduk di sampingnya.
"Duduklah, apa kamu tidak lelah terus berlutut seperti itu? Kamu bahkan berhasil menarik perhatian orang dengan cara sederhana ini," ucap Nayla tersenyum.
"Tidak,,, Bukan itu, hal itu tidak menggangguku sama sekali. Tetapi, aku tidak akan mengelak jika karena kamu bersamaku, kamu mendapatkan penilaian buruk dari mereka, dan aku tidak bisa menerima hal itu," sambut Rory
"Kenapa kamu menghawatirkanku?" tanya Nayla tergelak singkat.
"Aku bahkan tidak pernah memikirkannya sama sekali. Aku melakukan apa yang ingin aku lakukan tanpa harus peduli orang berkata apa," ucap Nayla.
"Kamu tidak malu?" tanya Rory menatap lekat kedua mata Nayla.
"Tentang kamu yang menutupi wajahmu?" sambut Nayla memastikan.
Rory mengangguk sebagai jawaban.
"Tidak!" Nayla menggeleng.
"Sedikitpun?" tanya Rory lagi.
"Sama sekali!" tegas Nayla.
"Jika kamu tidak nyaman karena aku menutupi wajahku saat bersamamu, aku tidak keberatan untuk membukanya," ucap Rory.
"Dan menempatkanmu pada rasa tidak nyamanmu? Konyol!" sahut Nayla kembali tergelak singkat.
"Dengar,,, aku memang belum mengenalmu secara menyeluruh. Tapi, sejauh yang aku tahu, kamu bukanlah orang yang masuk dalam kategori akan menyerang orang lain tanpa alasan yang jelas, dan itu sudah cukup bagiku,' ucap Nayla.
"Kamu tidak menganggapku aneh?" tanya Rory lagi.
"Tentu saja tidak." jawab Nayla menggelengkan kepalanya.
Rory menatap lekat wanita yang berada di depannya, merasakan untuk pertama kali sebuah ketulusan meski wanita di depannya tidak mengetahui identitas aslinya. Membuat ia kembali menundukkan kepala.
Sementara Nayla mengedarkan pandangan, mencari sesuatu yang bisa ia gunakan untuk membuat perasaan pria di depannya menjadi lebih baik, hingga pandangannya terhenti pada stand permainan lempar bola basket.
"Ayo ikut!" ujar Nayla.
"Kemana?" sambut Rory mengangkat wajah.
"Ikut saja!"
"Ehh,,, Apa,,,, Tunggu,,,," kalimat Rory terpotong saat Nayla tiba-tiba menariknya berdiri dan berjalan cepat menuju stand permainan.
"Uji ketangkasanmu dan dapatkan hadiahnya!"
Seorang pria dari stand permainan lempar bola berseru untuk menarik perhatian semua orang, namun hanya segelintir yang melirik ke arahnya tanpa berniat untuk mendekat.
Penjaga stand itu tersenyum kala melihat satu pasangan berjalan mendekat, memberikan senyum terbaik yang dia miliki untuk menyambut pasangan itu.
"Silakan, Nona," sambutnya ketika Nayla berhenti di depannya.
"Bagaimana cara mainnya?" Nayla bertanya.
"Anda hanya perlu melemparkan bola ini ke dalam ring. Jika Anda bisa memasukan bola ke dalam ring dengan jarak yang kami tentukan, Anda bisa mendapatkan hadiahnya," dia menjelaskan.
"Hadiah yang Anda dapatkan tergantung dari banyaknya bola yang Anda masukkan. Namun, jika Anda bisa memasukan sepuluh bola tanpa satupun melesat, hadiah terbaik kami bisa Anda dapatkan,"
Penjaga stand itu menjelaskan sembari menunjukkan boneka besar yang bahkan lebih besar dari tubuh Nayla sendiri.
"Kalau begitu saya ingin mencobanya," sahut Nayla.
"Baik,"
Nayla meminta satu bola pada si penjaga stand, lalu berbalik menghadap Rory sembari mengangkat satu bola dengan satu tangan.
"Mau bertanding?" tantang Nayla.
"Bertanding?" ulang Rory dengan kening berkerut.
"Yap,,, Siapapun yang menang bisa meminta apapun kepada yang kalah, dan yang kalah tidak boleh menolak," ucap Nayla tanpa ragu.
"Kau yakin ingin bertaruh hal itu denganku?" tanya Rory.
"Sangat yakin! Dengan catatan, permintaan yang diminta masih dalam batas wajar," jawab Nayla.
"Bagaimana aturannya?" tanya Rory lagi.
"Sederhana." ucap Nayla sembari menurunkan bola di tangannya dan memegang dengan dua tangan.
"Masing-masing dari kita melempar sepuluh bola. Bola masuk terbanyak, dialah pemenangnya," ucap Nayla.
"Sepakat!" sambut Rory cepat.
Rory meminta pada si penjaga stand untuk menyiapkan dua puluh bola seperti yang diinginkan Nayla, lalu berdiri disisi keranjang berisi bola masing-masing.
Sebelum keduanya memulai untuk melempar, Rory mencondongkan tubuhnya, sedikit membungkuk untuk mendekatkan wajahnya pada Nayla.
"Kuharap kamu tidak menyesal bertaruh denganku, Nay," ucap Rory setengah berbisik.
"Kita akan melihatnya nanti," balas Nayla.
Mereka mulai melempar bola dimulai dari Nayla. Suara tawa renyah segera terdengar begitu permainan berakhir dan dimenangkan oleh Rory dimana Rory berhasil memasukan tujuh bola, sedangkan Nayla hanya lima bola. Hal yang cukup untuk membuat wanita itu memasang wajah cemberut.
"Cih,,," Nayla mencibir, namun disambut oleh suara tawa dari pria yang telah ia tantang.
"Aku menang Nay, kamu tidak akan melupakan apa yang kamu ucapkan bukan?" tanya Rory tersenyum senang di balik masker yang ia kenakan.
"Tentu saja aku tidak melupakannya," sahut Nayla.
"Jadi, apa yang kamu inginkan?"
"Hemmm,,,,"
Rory bergumam pelan sembari berpikir dengan pandangan terkunci pada wanita itu, menelisik sosok Nayla dari atas sampai bawah dan kembali tersenyum di balik maskernya.
"Aku akan menyimpannya untuk nanti," jawab Rory terkekeh.
"Isshh,,, Berhentilah mengambil kata-kata ku!" sungut Nayla.
Mereka saling pandang sejenak, lalu tertawa bersama.
Tanpa mereka berdua sadari, hubungan mereka menjadi lebih dekat dari sebelumnya meski waktu yang mereka gunkan untuk saling mengenal terbilang singkat.
Nayla yang sengaja membawa Rory untuk bermain meski wanita itu sendiri tidak bisa memainkannya dapat pria itu rasakan.
"Ingin mencoba satu putaran lagi?" tanya Rory.
"Tidak! Kamu sudah melihat bahwa aku payah bukan?" tolak Nayla.
"Akan ku tunjukkan cara melempar yang benar padamu," jawab Rory.
Rory kembali meminta sepulu bola, meminta Nayla untuk mengambi satu bola untuk dilempar, namun kali ini Rory membantu lebih dari yang diperlukan.
"Posisikan tanganmu disini_,,,,"
Rory memposisikan tangan Nayla pada bola, meletakkan telapak tangannya di atas punggung tangan Nayla hingga kedua tangan mereka saling bersentuhan.
"Ketika kamu mengangkat bolanya_,,,"
Rory melingkarkan tangannya dari belakang Nayla, membalik posisi bola hingga bola itu berada di atas kepala, mengikis jarak diantara keduanya.
"Dan,,,, lempar!"
Penjelasan Rory berakhir dengan tangan mereka berdua melempar bola bersama, dilanjutkan dengan melempar semua bola yang tersisa, hingga mereka berhasil melempar bola tanpa ada satupun yang melesat.
"Kita berhasil!" Nayla memekik girang.
Wanita itu berbalik, melihat anggukan ringan dari Rory.
"Tak ku sangka, kita bisa menjadi tim hebat," sahut Rory.
"Kalian berdua hebat sekali, silakan hadiahnya," ucap pria penjaga stand seraya menyerahkan boneka besar pada Rory.
"Terima kasih," ucap Rory.
Pria itu menerima boneka itu, mengamati sejenak, lalu menyodorkannya pada Nayla.
"Untukmu," ucap Rory.
"Untukku?" ulang Nayla menunjuk dirinya sendiri.
"Kamulah yang memenangkan permainannya, kenapa memberikan hadiahnya padaku?" imbuhnya bertanya.
"Alasan aku setuju untuk bermain dan memenangkan permainan ini karena aku ingin memberikan hadiahnya padamu," jawab Rory.
"Terima kasih," ucap Nayla menyambut boneka itu.
"Bukan berarti taruhan kita tidak berlaku," Rory berkata lagi.
"Kamu tetap kalah dan kamu harus mengabulkan satu permintaanku," imbuhnya.
"Aku tahu itu!" sungut Nayla.
"Kurasa lebih baik letakan saja ini dimobilku, aku ingin_,,," kalimat Rory terputus geraman perutnya terdengar keras seolah ingin melanjutkan ucapannya, memunculkan rona merah di wajah pria itu ketika melihat Nayla justru tertawa gelak.
"Baiklah,,, Kamu lapar, dan kita tahu kemana harus pergi," ucap Nayla kembali tertawa.
Rory menggosok tengkuknya dengan gerakan canggung, namun segera beralih pada boneka di tangan Nayla
"Tunggu di sini sebentar! Dan berikan ini padaku!" ucap Rory mengambil alih boneka dari tangan Nayla.
"Aku segera kembali," Rory berkata lagi sebelum berbalik dan berlari meninggalkan Nayla.
Nayla mengarahkan pandangannya mengikuti Rory berlari menuju area parkir, lalu menggelengkan kepala dengan senyum geli. Beberapa saat kemudian, Rory kembali setelah meletakkan boneka itu ke mobilnya.
"Ayo!" ajak Rory seraya mengulurkan tangan.
"Sekarang sudah lebih ramai dari sebelumnya, aku tidak ingin mengambil resiko kamu terpisah dariku," imbuhnya.
Nayla mengangguk, menyambut tangan Rory hingga keduanya melangkah bersama untuk menikmati festival.
"Apa yang ingin kamu makan?" tanya Rory ketika mereka berjalan menuju deretan tenda penjual makanan.
Aroma berbagai macam makanan menyeruak dihidung Nayla.Makanan dari berbagai negara asal mereka beserta beberapa bendera yang mereka pajang sebagai lambang negara mereka berasal.
"Semua terlihat enak, menurutmu apa yang harus kita coba lebih dulu?" Nayla balas bertanya sementara kedua matanya menelusuri tiap tenda yang menawarkan berbagai makanan.
"Jadi,,,, kamu ingin aku yang memilih?" tanya Rory.
"Apa kamu keberatan?" sambut Nayla.
"Tidak sama sekali!" jawab Rory.
"Kalau begitu, ayo kesana!"
Keduanya melangkah mendekat pada salah satu tenda, menunggu antrian yang ada hingga keduanya tidak menyadari ada dua pasang mata tengah mengawasi mereka dalam jarak beberapa meter
...%%%%%%%%%%%%...
. . . .
. . . . .
To be continued....