Asyifa rela jadi adik madu dari Naura, wanita cantik yang bersosialita tinggi demi pendidikan yang layak untuk kedua adiknya. Hanya saja, Adrian menolak ide gila dari Naura. Jangankan menyentuh Asyifa, Adrian malah tidak mau menemui Asyifa selama enam bulan setelah menikahinya secara siri menjadi istri kedua. Lantas, mampukah Asyifa menyadarkan Adrian bahwa keduanya adalah korban dari perjanjian egois Naura, sang istri pertama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hany Honey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tiga Puluh - Hargai Keputusanku!
Naura mengusap air matanya. Kakinya masih lemas, tidak bisa ia gerakkan untuk berjalan setelah menyaksikan adegan mesra dan panas Adrian dengan Asyifa di dalam mobil. Tak disangka ada seseorang yang dari tadi memerhatikan Naura menangis, dan tahu apa sebab Naura menangis. Seseorang itu menghampiri Naura yang masih terduduk lemas di bawah pilar besar, di area parkir mall.
“Nyonya?”
“Ah Yoga, ka—kamu di sini?” tanya Naura gugup.
“Iya, tadi baru menemui anak dan mantan istri saya,” jawab Yoga. ”Nyonya kenapa? Apa Nyonya sakit?” tanya Yoga.
Orang itu adalah Yoga. Saat keluar dari mall, ia melihat Adrian dan Asyifa bergandengan mesra, di ikuti dengan Naura yang mengikuti mereka dengan langkah cepat. Yoga sebetulnya ingin mencegah Naura, karena dia takut Naura akan mengikuti Adrian dan Asyifa. Bisa bahaya kalau Naura sampai tahu di mana Adrian menyembunyikan Asyifa selama ini. Namun, tidak disangka oleh Yoga, Naura malah sembunyi karena melihat adegan panas Asyifa dan Adrian. Bukannya melabrak mereka, akan tetapi Naura sembunyi dan menangis menyaksikan semua itu.
“Iya, tiba-tiba perut saya sakit, Ga. Mungkin karena mau datang bulan jadi sakit seperti ini. Saya mau pulang, mau ke arah mobil malah begini, sakit tidak tahan sekali, jadi terpaksa berjongkok dulu di sini,” jawab Naura berbohong.
Bukannya ia menginterogasi Yoga soal Asyifa dan Adrian, dan tanya di mana Adrian menyembunyikan Asyifa, tapi Naura memilih berbohong dengan Yoga, mengatakan hal seperti itu pada Yoga. Yoga merasa ada yang aneh dengan sikap istri bosnya itu. Biasanya Naura sangat ketus, dan selalu tanya soal Asyifa dan Adrian. Selalu tanya di mana Adrian menyembunyikan Asyifa, kali ini Naura malah memberi alasan pada Yoga, padahal Yoga tahu sendiri Naura baru saja menyaksikan apa yang dilakukan Adrian dan Asyifa.
“Nyonya sama Tuan? Atau sama teman-teman Nyonya?” tanya Yoga.
“Sama teman-teman. Mereka masih di dalam, masih nonton film. Saya merasa tidak enak perutnya, jadi pulang lebih dulu,” jawabnya dengan tenang.
“Apa perlu saya antar? Atau saya telepon Tuan, biar menjemput Nyonya?”
“Tidak usah, saya bawa mobil sendiri kok, Ga. Du—dulan ya, San?” pamit Naura gugup.
Tidak terpikirkan oleh Naura untuk menanyakan soal Asyifa dan Adrian pada Yoga, karena ia masih merasakan sakit tak berdarah di hatinya. Naura masuk ke dalam mobilnya, ia meraung, menangis tak tertahankan. Dadanya sesak, ingin ia marah kepada Adrian dan Asyifa, tapi ia sadar semua ini ia yang mulai. Adrian juga sudah mengatakan jangan pernah menyesal melakukan semua ini, ternyata benar, Adrian berpaling dari hatinya.
“Iya, aku yang salah. Tapi, aku tidak bisa membiarkan semua ini terjadi. Mas Adrian hanya milikku! Milik Naura seutuhnya, akan aku buat Mas Adrian kembali lagi padaku, dengan cara apa pun!” batin Mart meradang.
Yoga masih melihat mobil Naura yang belum ada pergerakan apa pun. Masih tetap pada tempatnya. Baru kali ini Yoga melihat Naura sekacau tadi, namun tidak bisa bertindak apa-apa. Hanya diam di tempat, menangis tanpa bersuara, sampai wajahnya pucat pasi. Yoga tahu apa yang Naura rasakan sekarang, apalagi melihat suaminya bersama madunya bermesraan di tempat umum, dan adegan panasnya jelas terlihat sekali, hingga mobil Adrian bergerak sangat cepat.
“Apa aku harus bilang dengan Tuan Adrian? Tapi, nanti dikira ikut campur dengan urusannya?” batin Yoga.
**
Adrian sampai di rumah Asyifa, ia langsung membersihkan diri, karena mereka habis melakukan kedua kalinya di dalam mobil, namun berbeda tempat. Tadi sebelum turun dari mobilnya, ia lanjutkan kegiatan panasnya lagi bersama Asyifa.
Selesai mandi Adrian langsung merebahkan tubuhnya ke tempat tidur, dan bersiap untuk pertempuran selanjutnya. Ia ingin puas-puasin dulu bersama Asyifa sebelum nanti menginap di rumah Naura, karena malam ini masih jatah di rumah Naura.
“Sini, Sayang,” pinta Adrian.
“Mau apa lagi, Mas? Aku belum pakai baju,” ucap Asyifa.
“Aku mau lagi, aku mau puasin dulu sebelum nanti ke rumah Naura,” ucap Adrian.
“Sisakan tenaga Mas untuk Mbak Naura, coba bicara baik-baik, Mas tidak boleh egois seperti itu. Aku sama mas itu waktunya terbatas, mas sama Mbak Naura akan selamanya, Mas,” ucap Asyifa.
“Tidak, tidak bisa begitu, Fa! Aku sudah menentukan pilihan untuk bersama kamu, aku memilihmu, dan akan menceraikan Naura!”
“Mas, stop bicara begitu.”
“Kenapa, Fa? Aku sudah membicarakan semua ini dengan Naura. Pengacaraku akan mengurus semuanya nanti,” ucap Adrian.
Asyifa hanya diam, tidak mau berdebat lagi dengan suaminya. Entah harus senang atau tidak suaminya memilih dirinya yang statusnya hanya istri kontrak saja dibandingkan istri pertamanya.
“Aku mencintaimu, Asyifa,” ucap Adrian.
“Mas, kita baru bersama hanya beberapa bulan, sedangkan Mas dengan Mbak Naura sudah puluhan tahun, apa secepat itu Mas berpaling hati dari Mbak Naura? Mas jangan salah ambil keputusan, tanyakan pada hatimu, aku yakin Mas masih sangat mencintai Mbak Naura, Mas begini karena Mas kecewa dengan sikap Mbak Naura, apa Mas gak mau mencoba untuk membuat Mbak Naura berubah pikiran? Atau menyadarkan Mbak Naura yang seperti itu?” ucap Asyifa.
“Aku sudah lelah memberi nasihat dia, aku sudah sabar menunggu dia mau hamil, tapi dia egois, Fa! Dia tetap memilih mencarikan istri baru untukku supaya aku punya keturunan. Sekarang, aku terima kamu karena mau dia, tapi aku mencintaimu bukan karena sikap Naura yang seperti itu. Aku mencintaimu tulus, Asyifa. Aku tidak bohong, kamu bukan untuk pelampiasanku saja, tapi aku benar-benar mencintaimu.”
“Lebih baik Mas ke rumah Mbak Naura bicara baik-baik lagi, sebelum semuanya terlambat. Aku tidak bisa, jika harus merusak mahligai rumah tangga Mas dan Mbak Naura. Aku melakukan ini karena aku membutuhkan uang, aku melakukan semua ini karena Mbak Naura yang meminta. Pulanglah ke rumah Mbak Naura, apalagi dia sudah mau hamil.”
“Itu semua akal-akalan dia, Fa supaya aku tidak menceraikannya!”
“Bukan seperti itu, lebih tepatnya dia sangat mencintaimu, Mas.”
“Apa sedikit pun tidak ada rasa di hatimu untukku, Fa? Padahal kamu menikmati setiap momen saat bersamaku?”
“Itu semua aku lakukan, karena aku istrimu, apa pun yang Mas mau, aku berusaha memberikan yang terbaik,” jawab Asyifa. “Pulanglah ke rumah Mbak Naura, aku tahu diri aku ini siapa, Mas. Meskipun kamu setiap hari mengatakan cinta padaku, aku akan tetap pada pendirianku untuk menaati perjanjian itu, sampai perjanjian selesai!”
“Jangan membohongi perasaanmu, Asyifa! Aku tahu kamu bohong!”
“Mas, tolong hargai apa pun keputusanku!”
Asyifa bergegas mengambil pakaiannya, ia ganti pakaiannya di kamar mandi. Tidak terasa dadanya sesak sekali, ia menangis menumpahkan kebimbangan hatinya. Ia mencintai Adrian, akan tetapi dia sadar diri, adanya dia di sini karena Naura yang inginkan, Naura yang memintanya untuk menjadi madunya, lantaran Naura tidak mau hamil, sedangkan suaminya ingin sekali memiliki anak.
“Aku harus bagaimana? Ayah, Ibu, apa aku salah mencintai Mas Adrian? Maafkan Asyifa yang sudah masuk dalam keadaan seperti ini. Asyifa terpaksa melakukan ini untuk Rafka dan Rifka, Yah, Bu,” ucap Asyifa dengan terisak.
Ingin sekali Asyifa menemui Naura secara diam-diam. Ia ingin bicara dengan Naura, tapi ia takut kalau pertemuannya malah akan menambah masalah baru dalam hidupnya.
dr ibu pertma anaknya 4 perempuan smua
dr ibu kedua anaknya 2 laki2 smua.
SMP skrang smua anak2 sudah berkeluarga dan mereka tampak akuuur bgt.. sering liburan bareng.
salut si sma yg bisa kaya bgtu,
jdi laki ko serakah ga ada tuh perempuan yg bnr" ikhlas d madu toh rasa nya kaya racun pergi ja lh Asyifa dari pada makin sakit mana ga berdarah itu lebih berbahaya