Silva, Marco dan Alex menjalin persahabatan sejak kelas 10. Namun, saat Silva dan Marco jadian, semuanya berubah. Termasuk Alex yang berubah dan selalu berusaha merusak hubungan keduanya.
Seiring berjalannya waktu, Alex perlahan melupakan sejenak perasaan yang tidak terbalaskan pada Silva dan fokus untuk kuliah, lalu meniti karir, sampai nanti dia sukses dan berharap Silva akan jatuh ke pelukannya.
Akankah Silva tetap bersama Marco kelak? Atau justru akan berpaling pada Alex? Simak selengkapnya disini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pendekar Cahaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 2 (Marco Dan Silva Jadian)
Alex dan Marco saling pandang saat Silva bertanya seperti itu. Marco dan juga Alex menarik kesimpulan kalau inilah gak penting yang ingin dibicarakan oleh sahabat cantiknya itu.
"Apa ini, hal penting yang kamu maksud, Sil?" Tanya Marco memastikan. Silva menganggukkan kepala sebagai jawaban.
"Alasannya kamu bertanya seperti itu apa?" Marco kembali bertanya. Alex sedari tadi hanya menyimak obrolan keduanya saja. Karena memang, Silva lebih dekat dan akrab dengan Marco ketimbang dirinya.
"Jadi, gini..." Silva memperbaiki posisi duduknya.
"Beberapa minggu yang lalu, Hilda, teman sebangku aku, bilang sama aku kalau kalian itu selalu melihatku dengan tatapan yang beda, kayak menyimpan perasaan yang lain. Selain itu, aku juga bisa merasakan kalau akhir-akhir ini perhatian yang kalian berikan itu seolah-olah, kalian punya perasaan yang lebih dari sekedar sahabat" terang Silva sambil memandangi Marco dan Alex bergantian.
"Jadi, sekarang kalian jujur sama aku, jangan ada yang ditutup-tutupi" lanjut Silva sambil menatap kedua pria dihadapannya.
"Jujur, Sil, apa yang kamu katakan itu sepenuhnya benar, aku memang suka sama kamu, aku cinta sama kamu" Marco mengakuinya.
"Terus, kamu, Lex, gimana?" Kini tatapan Silva beralih pada Alex.
"Iya, Sil, aku juga suka sama kamu" jawab Alex dengan jujur.
Silva terdiam sejenak. Tidak menyangka kalau kedua pria yang dia anggap sahabat itu, justru menyimpan perasaan yang lebih dari sahabat. Namun, Silva senang karena keduanya mau berkata jujur tentang perasaan mereka.
"Co, Lex, aku ucapkan terima kasih, karena kalian sudah mau jujur sama aku tentang perasaan kalian" Silva tersenyum lembut.
"Tapi, bukan hanya kalian yang punya perasaan seperti itu, akupun juga punya perasaan yang sama, aku suka dan cinta sama salah satu diantara kalian berdua" Silva pun berkata jujur pada kedua pria dihadapannya itu. Tidak bisa dipungkiri kalau perasaan itu akan muncul, seiring dengan kedekatan dirinya dengan Marco serta Alex, banyak menghabiskan waktu bersama.
"Siapa yang kamu sukai dan cintai itu, Sil? Aku atau Alex?" Tanya Marco penasaran.
"Iya, Sil, tolong kasi tahu kita" pinta Alex. Marco mengangguk dan menginginkan Silva untuk mengatakannya. Silva menghela nafas panjang sebelum dia menjawabnya.
"Dia adalah....." Perkataan Silva terpotong saat handphonenya tiba-tiba berdering.
"Eh, bentar ada telpon" Silva membuka tasnya dan meraih handphone miliknya, lalu menjawab panggilan yang ternyata dari Hilda, sahabatnya.
"Halo, Da, kenapa?" Tanya Silva saat menjawab panggilan dari sahabatnya itu.
"Kamu dimana, Sil? Aku cariin disekolah, kamunya malah gak ada, kamu udah balik yah?" Hilda berbalik bertanya.
"Iya, sorry, Da, aku pergi gak bilang-bilang, aku lagi di cafe sama Marco dan Alex" jawab Silva.
"Oh... Gitu, ke cafe gak ajak-ajak, oke, Sil, udah cukup tahu kok" Hilda pura-pura merajuk, sambil menahan tawanya yang tidak terlihat oleh Silva diseberang sana.
"Aku minta maaf, Da, aku gak bermaksud gitu, beneran deh" Silva panik saat mendengar jawaban Hilda. Hilda masih berusaha menahan tawanya, karena berhasil menjahili sahabatnya itu.
"Atau kalau kamu mau, kamu bisa nyusul aku kesini, aku sharelock deh lokasinya, yang penting kamu jangan ngambek dong" Silva berusaha membujuk sahabatnya itu.
"Hahaha.... Aku cuma bercanda kali, Sil, masa iya aku marah sih, gak lah" Hilda tertawa lepas setelah berhasil mengerjai Silva. Silva menghela nafas sambil tersenyum dan menggelengkan kepalanya karena ulah jahil teman sebangkunya itu.
"Udah.... Udah, ini kamu telpon aku ada apa?" Silva kembali bertanya tujuan Hilda menghubunginya.
".......". Silva terdiam, menyimak apa yang dikatakan oleh Hilda.
".......".
"Beneran kamu, Da? Kamu gak lagi bercanda kan? Jangan-jangan kamu mau ngerjain aku aja lagi, kayak tadi" tanya Silva yang seolah tidak percaya dengan perkataan sahabatnya yang sering jahil itu.
"Kalau yang ini aku beneran, Sil, gak bercanda, gak mungkin lah aku bercanda untuk hal seperti ini" Hilda meyakinkan Silva.
"Ya udah, cuma itu aja yang mau aku sampaikan, jangan lupa untuk persiapkan dirimu untuk malam nanti" Hilda mengingatkan.
"Oke, makasih sebelumnya, Da, sampai jumpa nanti malam yah, bye" Silva pun mengakhiri panggilannya. Raut wajah Silva terlihat berseri-seri dan senyuman di wajah Silva tidak pudar sedikitpun. Alex dan Marco penasaran, hal apa yang barusan dia bicarakan ditelpon sampai membuat Silva begitu bahagia.
"Sil, kamu kenapa? Terus yang tadi nelpon itu siapa?" Tanya Marco yang tampak penasaran.
"Oh.... Itu, tadi Hilda yang telpon aku" Jawa Silva singkat, lalu menyantap es krim pesanannya.
"Terus apa yang Hilda sampaikan sama kamu, sampai kamu senyum-senyum seperti itu? Pasti ada hal baik yang Hilda bilang ke kamu" Alex menebak.
"Jadi, nanti malam ada pementasan gitu di gedung kesenian dan aku terpilih sebagai pemeran utama wanita, jelas aja aku senang banget, karena saingannya untuk jadi pemeran utama itu berat, karena secara kualitas aktingnya bagus semua" Silva bercerita dengan semangatnya.
"Wah... Hebat kamu, Sil, bangga aku sama kamu" kata Marco seraya mengacak rambut Silva. Dalam hatinya, Alex merasa cemburu karena Marco bisa sedekat itu dengan wanita idamannya.
"Akan aku pastikan Silva berpaling darimu, Marco, lihat saja nanti" batin Alex yang hatinya dipenuhi rasa cemburu yang begitu besar.
"Malam nanti kalian berdua harus datang dan nonton aku, jangan sampai gak datang loh" kata Silva menatap Marco dan Alex bergantian.
"Pasti dong, Sil, kita pasti datang, ya kan, Lex?" Jawab Marco, lalu melirik kearah Alex. Alex hanya menganggukkan kepalanya. Silva tersenyum mendengarnya. Dia senang kedua sahabatnya itu bersedia hadir di acara pementasan itu, sesuai dengan permintaannya.
"Eh, Sil!" Marco seperti teringat akan sesuatu.
"Apa apa, Co?" Tanya Silva dengan raut wajah serius.
"Kamu belum ngasi tahu, siapa yang kamu sukai diantara kita berdua" kata Marco.
"Aduh.... Marco pake ingat soal yang tadi lagi, aku sengaja mengalihkan pembicaraan supaya mereka lupa, tapi, Marco malah ingat" runtuk Silva dalam hati.
"Jujur saja, aku malu untuk mengakuinya, tapi, karena terus didesak, aku bakal kasi tahu siapa yang aku sukai" kata Silva.
"Dia adalah Marco, dialah yang aku sukai" Silva mengakuinya dan jujur dari dalam hatinya. Tentu saja Marco sangat bahagia mendengar jawaban Silva. Dapat dia lihat dari sorot matanya, apa yang diucapkan oleh Silva itu benar adanya.
"Apa itu artinya mulai hari ini kita resmi jadian?" Marco bertanya pada Silva. Silva memberi jawaban dengan anggukan kepala.
"Selamat yah untuk kalian berdua" Alex memberi ucapan pada Marco dan Silva yang sudah resmi berpacaran. Padahal sebenarnya dalam hatinya, Alex tidak suka kalau Silva jadian dengan Marco.
"Harusnya aku yang jadi pacarmu, Sil, kenapa kamu malah memilih Marco" batin Alex.
"Makasih, Lex" jawab Marco dan Silva bersamaan.
"Oh iya, Sil, Co, aku balik duluan yah" Alex hendak pamit pada kedua sahabatnya. Dia tidak sanggup kalau harus melihat kemesraan Marco dan Silva di depan matanya.
"Loh... Kok pulang sih, Lex?" Tanya Marco keheranan.
"Iya, Lex, nanti aja lah, emang kamu mau kemana sih? Baru juga jam segini" Silva mencoba menahan Alex agar tinggal lebih lama lagi.
"Aku mau nyari informasi ke beberapa kampus, karena aku rencananya mau kuliah" jawab Alex seadanya, yang sebenarnya hanya mencari alasan untuk segera pergi dari tempat tersebut. Alex bangkit dari duduknya dan beranjak keluar dari cafe tersebut.