Adelia Adena, seorang gadis SMA yang ekstrover, ceria dan mudah bergaul dengan siapa saja, tiap harinya selalu di isi dengan keceriaan dan kebahagiaan.
Hingga suatu hari hidupnya berubah, ketika sang Ayah (Arsen Adetya) mengatakan bahwa mereka akan pindah di perkampungan dan akan tinggal disana setelah semua uang-nya habis karena melunasi semua utang sang adik (Diana).
Ayahnya (Arsen Aditya) memberitahukan bahwa sepupunya yang bernama Liliana akan tinggal bersama mereka setelah sang Ibu (Diana) melarikan diri.
Adelia ingin menolak, tapi tak bisa melakukan apa-apa. Karena sang Ayah sudah memutuskan.
Ingin tahu kelanjutannya, simak terus disini, yah! 🖐️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khairunnisa Nur Sulfani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lilian Pergi Bersama Erick
Malam berlalu dengan sangat cepatnya, dan tidak terasa kini waktu berubah menjadi pagi yang di nantikan oleh semua orang, aku bergegas bangun dengan sangat malasnya karena semalaman kurasa aku kurang tidur, aku sibuk menerka arti dari video yang aku temukan itu. Benarkah itu seseorang yang menerobos masuk secara paksa?
"Mungkin aku harus memastikannya sendiri."
"Itu berarti aku harus ke rumah itu lagi." ujarku malas, ini rasanya merepotkan sekali. Bagaimana tidak, aku harus pergi ke rumah yang menakutkan itu lagi, sendirian. Aku buru-buru menyelesaikan aktifitas ku dikamar mandi dan bergegas keluar.
Aku ingat, jika hari ini adalah hari dimana papa meminta kami pergi bersama Erick. Karena berhubung aku menolak, itu artinya hari ini Lilian akan pergi hanya dengan Erick seorang saja. Sedikit membuatku tidak nyaman, karena Lilian pernah berjanji akan menyelesaikan ini semua secara bersama. Apa artinya ia melanggar janji nya sendiri?
Huft, aku menghembuskan nafasku kesal, semua tidak berjalan sesuai rencana, layaknya hidupku yang tiba-tiba berubah. Aku bergegas menemui mereka dilantai bawah. Terlihat Lilian menatapku tetapi aku mengabaikannya, mungkin ia hendak mengatakan sesuatu tapi aku lebih dulu mengalihkan perhatianku ke arah lain. Sesekali aku memang harus membuatnya mengerti jika di abaikan itu menyebalkan!
"Hari ini Lilian akan pergi, kamu masih akan tetap menolaknya?." tanya papa.
"Ya, aku tahu. Biarkan Lilian pergi." sahutku sekenanya.
"Keras kepala sekali," ujar papa.
"Papa dua kali lebih keras kepalanya." sahutku lagi menatap papa.
"Astaga, baiklah. Aku tidak tahu jika putriku sudah pandai berdebat sekarang."
"Ya, aku harus belajar melakukannya. Agar seseorang bisa menghargai ucapannya sendiri." kali ini melirik ke arah Lilian yang mungkin mengerti arah pembicaraan kami memilih tertunduk seperti biasanya. Saat diruangan ini kami hanya berdua saja, Lilian mencoba mendekatiku.
"kak Adelia, maaf." ucapnya lagi tapi aku memilih mengabaikannya begitu saja. Tapi tak berhenti di situ saja, Lilian menahan kepergianku dengan menahan pergelangan tanganku.
"Maaf."
"Kenapa kamu minta maaf?." tanyaku setengah membentak. karena ini menyebalkan, dimataku ia tampak bodoh, setidaknya ia bisa saja mengucapkan satu atau dua kata yang lain. Saat ia hendak mengatakan sesuatu, Erick menghampiri kami, memandangku sekilas kemudian beralih menatap Lilian dan mengajaknya pergi lebih dulu, dan liliana menurut dan pergi dari hadapanku.
"Adelia, kamu benar tidak ingin ikut?." tanya Erick lagi.
"Tidak," sahutku cuek.
"Baiklah, jika berubah pikiran kamu bisa menghubungiku maupun Lilian, aku akan menunggumu di suatu tempat."
"Itu tidak akan terjadi," sahutku dan bergegas pergi tanpa menunggunya mengatakan apa-apa lagi. Bergegas naik ke lantai atas dan menuju ke kamarku.
"Astaga, kasar sekali." sahut seseorang begitu setibanya aku dikamar.
Degh, aku benar-benar merasa takut sekaligus merinding sekarang. Jantungku berdetak dengan sangat cepatnya. Bagaimana bisa ada suara seseorang, sedang aku, aku hanya sendirian sekarang? Berbalik badan untuk mencari keberadaan seseorang itu, tapi nihil, aku tidak melihat siapapun.
Bergegas menyibak tiraiku untuk melihat rumah di depan saja. Lagi, tak ada apapun disana, selain hanya rumah kosong yang semakin lama entah mengapa semakin terlihat menakutkan. Hingga aku melihat Mobil yang membawa Lilian_Erick keluar dari pekarangan rumah ini dan terlihat semakin menjauh.
Aku memutuskan untuk keluar dari kamar dan duduk diluar saja. Mengapa sekarang semua tempat jadi semakin menakutkan? Ah, sial. Semua ini karena perempuan yang bernama Angela itu.
"Ah, sial," umpatku menendang meja karena aku kesal sekali.
"Wah, ternyata tidak hanya kata-katamu saja yang kasar, ternyata sikapmu juga." lagi, seseorang yang entah siapa itu kembali bersuara, yang membuatku semakin merasa takut dan menatap ke setiap sudut kamarku, namun tak ada siapapun disini selain aku.
"Kamu mencariku?." ujar seseorang yang kini sudah ada di hadapanku. Tunggu, itu bukan seseorang karena aku tidak tahu dia manusia apa bukan?
"Bagaimana menurutmu, apa aku terlihat seperti manusia sekarang?." tanyanya, yang berhasil membuatku menahan nafas karena aku merasa akan mati sekarang. Bagaimana tidak, kamu sendirian dikamar dan dihadapanmu telah berdiri seseorang yang kamu sendiri tidak tahu harus menyebutnya apa, manusia atau bukan.
"Hei, ayolah, mengapa kau begitu terkejut." ujarnya lagi. Benar, yang berdiri dihadapanku sekarang adalah perempuan yang bernama Angela itu. Perempuan yang aku lihat ketika pertama kali sampai di rumah ini. Perempuan yang juga berdiri di balkon kamarnya dan menatap ke arah sini dengan tatapan yang terkesan dingin yang kadang-kadang berubah menjadi sendu.
Perempuan yang aku bilang selalu mengenakan sebuah dress berwarna hitam cantik, dan memakai hiasan leher yang semakin membuatnya terlihat cantik. Satu-satunya hal yang membuatnya terlihat berbeda, adalah garis pada bagian bawah matanya yang terlihat kemerahan. Apakah ia manusia?
"Mengapa kau terkejut? Ini bukan kali pertama kau melihatku!. Ah, aku cantik? Tentu saja, itu karena aku adalah Noni Belanda." ujarnya seolah bangga dan setengah berbisik. Sedang aku, aku tidak berkata-kata. Otakku masih mencerna apa yang terjadi sekarang? Bagaimana ia bisa masuk ke sini?
Benar, Angela memiliki wajah yang cantik yang setelah aku lihat dari dekat, wajahnya memang terlihat seperti orang-orang Belanda kebanyakan. Itu juga menjawab pertanyaan ku, 'mengapa Angela mengenakan pakaian yang mirip pakaian yang sering kulihat di televisi?' Meski begitu, itu tak membuat aku bisa berkata-kata.
"Adelia," panggil Mama. Setelah melihat Mama, aku menjatuhkan diriku ke lantai begitu saja. Mama menghampiriku di kamar dan terkejut mendapati aku yang sedang terduduk dilantai menahan syok yang terjadi baru saja.
"Adelia, kenapa, Nak?." ujar Mama panik serta khawatir aku kenapa-kenapa. Aku ingin menceritakan semua yang aku lihat baru saja tapi suaraku entah mengapa seperti tertahan di tenggorokan dan tidak keluar. Sementara itu kudapati Angela sudah tidak ada. Semakin membuatku merasa merinding, kurasa Angela adalah hantu seperti kabar yang terdengar.
Karena mengetahui aku tidak menjawab pertanyaannya, sepertinya hal tersebut makin membuat mama panik dan segera memanggil papa agar segera ke kamar. Papa yang melihatku terdiam dan mematung pun ikut-ikutan panik dan mencoba membuatku kembali tersadar. Namun hal itu membuatku merasa pusing dan kepalaku berkunang-kunang, setelah itu aku tidak ingat apa-apa lagi.
____
Setelah bangun, hal pertama yang aku lihat pertama kali adalah mama yang ikutan tertidur di sampingku, rupanya aku dibaringkan di kamarku sendiri. Merasakan ada pergerakan disampingnya, membuat mama akhirnya ikut terbangun juga. Mama menarik nafasnya lega dan segera memberikan ciuman bertubi-tubi pada keningku.
"Kamu gapapa sayang?." tanya Mama. Aku hanya mengangguk mengiyakan pertanyaan mama.
"Tadi Adelia kenapa, Nak?." tanya Mama kali ini. Sementara aku, aku bingung, apakah aku perlu menceritakan semua yang aku lihat dan aku alami tadi, bahwa Adelia baru saja berbicara dengan hantu Angela. Apakah mama akan percaya? Kurasa tidak, karena itu terdengar konyol dan mengada-ada sekali.
Sebelum menjawab pertanyaan itu, Papa menghampiri kami di kamar dan menanyakan keadaanku.
"Kamu gapapa sayang?." tanya papa kemudian menyentuh keningku memastikan bahwa aku benar baik-baik saja.
"Gapapa, Pa. Tadi itu Adelia habis liat laba-laba yang besar banget, trus Adelia tadi liat matanya. Makanya aku kaget banget." ujarku mencoba meyakinkan keduanya. Sementara mama dan papa hanya berpandangan.
"Baiklah kalau begitu." ujarnya, kemudian berlalu dari kamarku dan membiarkan aku beristirahat. Sementara aku, saat sudah sendirian dikamar setelah mama dan papa keluar dari sini, aku merasa was-was, aku khawatir hantu Angela masih berada disini dan melihatku.
Tunggu, aku jadi ingat jika Lilian pernah bilang bahwa ada seseorang dikamarnya, seseorang yang menyahutinya ketika ia sedang berbicara sendirian. Apakah itu adalah Angela?
"Ya, itu aku. Hecim," ujarnya tiba-tiba. Kemudian menutup mulutnya khas orang yang bersin. Sedang aku, aku merasa bingung dan takut, apakah hantu memang bisa bersin?
"Tentu saja bisa." ujarnya lagi seolah bisa membaca pikiranku.
"Sejak aku kesini, aku belum pernah mendengarmu berbicara, apakah kamu bisu?." tanyanya memperhatikan aku dari dekat.
"Ten,. Tentu saja aku bisa." jawabku gugup. Kini Angela tersenyum, memperlihatkan senyuman manisnya. Jika ia adalah manusia, maka ia akan terlihat sangat cantik sekali. Sayangnya yang berdiri dihadapanku sekarang adalah seorang hantu.
"Oh, ya, aku mengembalikan ini." ucapnya meletakkan sebuah alat perekam yang aku letakkan kemarin di rumahnya. Angela menjelaskan jika aku tidak boleh melakukan hal yang berbahaya lagi.
"Tapi kenapa ini bisa ada padamu?." tanyaku, kini Angela terkekeh, sedang aku masih menatapnya dengan penuh kebingungan.
"Tentu saja, itu adalah rumahku. Ibu nanti bisa marah." ujarnya kini berubah sendu dengan nada yang sepelan mungkin.
"Ibu?." tanyaku memastikan. Apakah yang ia maksud adalah ibu tirinya seperti yang ceritakan oleh papa, yang beredar di Desa Hutan Kabut.
"Ya, ibu. Dia ibu tiriku." Angela menjelaskan, jika ia menampakkan diri pertama kali dihadapanku adalah karena ia mengucapkan perkenalan, ia bilang ia ingin berteman denganku.
"Kenapa? Kenapa kau ingin berteman denganku?."
"Tentu saja karena aku tidak punya teman." ungkapnya. Angela bilang selama ini ia tidak dibiarkan bermain jauh-jauh dari rumah. Ibunya selalu mengawasinya 24 jam.
"Mengapa ibumu tidak mengijinkan mu bermain jauh dengan teman?."
"Karena Ayah akan sangat marah."
"Lalu dimana Ayahmu sekarang? Apakah ia sama sepertimu?." tanyaku. Tampak Angela terdiam dengan pandangan mata kosong.
"Tidak." jelasnya kemudian.
"lalu bagaimana dengan ibumu, dimana dia sekarang?." tanyaku penasaran.
"Apakah ia juga hantu sepertimu?." tanyaku lagi.
"Tidak. Aku tidak tahu." jawabnya menunduk.
"Mengapa kau dan Lilian suka sekali menunduk." Angela bertanya mengapa aku tidak pergi seperti Lilian. Aku menjelaskan jika aku tidak ingin pergi dan membiarkan papa dalam berbahaya, aku pun memutuskan untuk menceritakan semuanya pada Angela tentang rencana papa yang tidak sengaja aku ketahui.
"Apa yang kalian takutkan? Mengapa?." tanya Angela kemudian beralih menatapku. Sungguh bertatapan langsung dengan hantu sedekat ini membuatku cukup merasa takut, meski hanya sedikit.
"Seharusnya aku yang bertanya, apa yang terjadi padamu dan ibumu? Mengapa orang bilang, kalian menghilang secara tiba-tiba?." tanyaku pada akhirnya. Walau masih merasa takut, tapi aku setidaknya merasa beruntung karena bisa menanyakannya langsung pada Angela. Bukankah semua ketakutan ini berawal dari mereka?