Anastasia, wanita berhijab itu tampak kacau, wajahnya pucat pasi, air mata tak henti mengalir membasahi wajah cantiknya.
Di sudut rumah sakit itu, Ana terduduk tak berdaya, masih lekat diingatannya ketika dokter memvonis salah satu buah hatinya dengan penyakit yang mematikan, tumor otak.
Nyawanya terancam, tindakan operasi pun tak lagi dapat di cegah, namun apa daya, tak sepeser pun uang ia genggam, membuat wanita itu bingung, tak tahu apa yang harus di lakukan.
Hingga akhirnya ia teringat akan sosok laki-laki yang telah dengan tega merenggut kesuciannya, menghancurkan masa depannya, dan sosok ayah dari kedua anak kembarnya.
"Ku rasa itu sudah lebih dari cukup untuk wanita rendahan seperti mu... ."
Laki-laki kejam itu melempar segepok uang ke atas ranjang dengan kasar, memperlakukannya layaknya seorang wanita bayaran yang gemar menjajakan tubuhnya.
Haruskah Anastasia meminta bantuan pada laki-laki yang telah menghancurkan kehidupannya?
IG : @reinata_ramadani
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reinata Ramadani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak Baik-baik Saja
°°°~Happy Reading~°°°
Terhitung sudah tiga hari Mallfin kini di rawat di rumah sakit. Esok hari setelah Ana berkonsultasi, Ana putuskan langsung membawa sang putra bertandang ke rumah sakit.
Meski biaya operasi belum juga terkumpul, Ana harus segera membawa sang putra untuk berobat, pusing itu semakin intens terjadi dan membuatnya sungguh tak tega. Ana tersiksa atas kesakitan yang dialami sang putra.
"Apa sudah tidak sakit. Mallfin baik-baik saja?"
Ana mengusap kepala sang putra dengan lembut. Melihat sang putra merasakan kesakitan, sungguh Ana di buat tak karuan. Hatinya bagai di sayat. Pedih tak terkira.
"Tidak apa myh. Mallfin, baik-baik saja."
Bahkan setelah merasakan kesakitan yang teramat, bocah laki-laki itu masih bisa tersenyum simpul. Membuat Ana semakin merasakan sakit. Meski di tengah kesakitan pun, putranya bahkan tak ingin membuatnya khawatir.
"Maurin, dimana dia myh?" tanya Mallfin peduli. Semenjak ia sakit, gadis kecil itu tak ada teman bermain. Mommy nya bahkan lebih sering mengurusnya di banding si manja Maurin.
"Dia sedang bermain di depan. Mallfin tidak usah khawatir, Maurin punya banyak teman disini."
Ya, meski manja, Maurin sangatlah ramah. Gadis kecil itu bahkan menyapa semua orang termasuk yang tidak dikenalnya. Dengan senyum manisnya, gadis kecil itu berhasil memikat orang-orang termasuk para perawat yang bertugas.
Bahaya memang, tapi Ana sudah mewanti-wanti. Tidak boleh menerima hadiah, dan tidak boleh pergi terlalu jauh. Gadis kecil itu sudah mengerti.
"Dia terlalu ceroboh," ungkapnya lalu menatap pada luar jendela kamar rawatnya. Meski Maurin selalu mengusiknya, tapi rasa bersalah itu jauh melampauinya.
Apa gadis kecil itu akan baik-baik saja di luaran sana, seorang sendiri tanpa sang mommy atau bahkan dirinya? Bahkan saat pertama kali tiba disini, gadis kecil itu hilang dan ditemukan oleh orang tidak dikenal.
"Pemandangan dari sini bagus kan sayang, apa Mallfin suka?" timpal Ana ikut menatap ke luar jendela. Ruang perawatan Mallfin berada di lantai 5, pemandangannya indah menampilkan taman juga gedung-gedung di sebrang sana.
Mallfin tidak menyahut, bocah laki-laki itu masih fokus menatap keluar jendela.
"Mallfin ingin jalan-jalan keluar? Sekalian kita cari Maurin?"
Bocah laki-laki itu masih tak menyahut, memaksa Ana untuk mengguncang tubuh kecil itu.
"Sayang... ."
Membuat Mallfin sontak menoleh, "ya, mommy?"
"Mallfin ingin jalan-jalan keluar? Sekalian kita cari Maurin? Maurin sudah terlalu lama bermain di luar."
"Mallfin mengantuk myh. Mallfin ingin tidur."
"Baiklah." Perempuan itu membenahi selimut sang putra dengan sayangnya.
"Sekarang Mallfin bisa tidur nyenyak."
"Oh iya, Mallfin nanti siang ingin makan apa? Biar mommy tanyakan pada dokter dulu apa boleh dimakan Mallfin nanti."
Mallfin membisu cukup lama. Wajahnya terlihat berpikir keras.
"Iya myh."
Membuat Ana sontak mengernyit.
Iya? Apa maksud sang putra hanya dengan jawaban "iya"?
Dalam kebingungan itu Ana sontak membeliak saat kemungkinan buruk itu tiba-tiba memenuhi isi kepalanya.
Apa jangan-jangan--
"Ya sudah, sekarang Mallfin tidur." Tangan yang gemetar itu menepuk lembut dada sang putra. Senyumnya kecut. Ana di landa gelisah.
Di kecupnya kening itu, "Apa Mallfin membenci mommy?" tanya Ana menatap dalam pada wajah sang putra. Ucapan selamat tidur yang biasa ia lantunkan, kini Ana tak lagi mengucapkannya. Perempuan itu ingin memastikan suatu hal.
"Iya myh,"
Mallfin lantas memejam.
Sedang Ana, perempuan itu langsung memalingkan muka. Dan seketika, isak itu luruh tak tertahankan.
Mallfin, putranya sedang tidak baik-baik saja. Penyakit itu bahkan kini mengambil pendengarnya. Mallfin tak lagi dapat mendengarkannya.
Apa yang harus hamba lakukan ya Allah?
Ana meremas ujung kerudungnya. Operasi itu harus segera dilakukan. Tapi, ia bahkan hanya memegang 10 juta hasil pemberian dari madam Roselina.
Isak lirih sesekali lolos dari mulutnya yang bergetar. Membuat Ana memutuskan untuk keluar ruangan, tak ingin sampai sang putra menyadari tangisannya.
🍁🍁🍁
Annyeong Chingu
Happy reading semua
Saranghaja 💕💕💕