Virginia menjual keperawanan yang berharga pada Vincent demi menyelamatkan nyawa adiknya yang saat ini sedang koma. Namun, Vincent yang sedang mengalami prahara dalam hubungannya dengan sang mantan istri, menggunakan Virginia untuk membalas dendam pada sang mantan istri.
Vincent dengan licik terus menambah hutang Virginia padanya sehingga anak itu patuh padanya. Namun Vincent punya alasan lain kenapa dia tetap mengungkung Virginia dalam pelukannya. Kehidupan keras Virginia dan rasa iba Vincent membuatnya melakukan itu.
Bahkan tanpa Vincent sadari, dia begitu terobsesi dengan Virginia padahal dia bertekat akan melepaskan Virginia begitu kehidupan Virgi membaik.
Melihat bagaimana Vincent bersikap begitu baik pada Virgi, Lana si mantan istri meradang, membuatnya melakukan apa saja agar keduanya berpisah. Vincent hanya milik Lana seorang. Dia bahkan rela melakukan apa saja demi Vincent.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon misshel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Itu Bukan Dosa
"Hah!"
Egi sedikit kaget melihat Dokter Vincent mencabut begitu saja benda yang belum lama dipaksakan masuk ke bagian kewanitaannya. Perlahan ia kembali ke dunia nyata usai sejenak memikirkan kembali apa yang membuatnya jatuh diatas ranjang dokter ini. Matanya basah memang, antara menahan sakit fisik dan nyeri di hati.
"Maaf!" Egi merasa tidak enak hati. "Saya akan melakukannya dengan baik nanti."
"Kalau kau tidak rela, sebaiknya berhenti saja ... aku nggak pernah maksa kalau kau lupa!" Vincent kesal. Ia tak suka air mata. Tidak suka drama cengeng yang meratapi selaput dara yang terkoyak. Baginya, janda beranak lima atau perawan itu sama saja. Kenapa sibuk sekali menangisi kegadisan seakan itu bisa dibanggakan kemana-mana atau bisa mengenyangkan perut yang lapar hanya dengan memandangnya!
"Sa-sakit Dokter!"
"Aku udah berusaha selembut mungkin! Dan tekstur barang pria semuanya begitu! Memang kamu ngarep yang nusuk kamu yang lembek kaya ubur-ubur?" bentak Vincent.
"Saya akan melakukannya lebih baik lagi, Dok ... maaf kalau saya nggak bisa nahan sakit!" Egi menggigit bibir dan mengusap lengannya yang merinding. Newbie tetap saja keki, harusnya lebih mengerti sebagai pria yang lebih dewasa. Tapi kenapa ya kelihatannya Vincent tidak menyukai sesuatu yang murni? Dia menerima kehormatan membuka kakinya pertama kali, la kok malah marah begini?
Justru pria itu makin misuh-misuh. "Ingat ya, kau yang menawarkan. Dan aku nggak bisa ngasih uang cuma-cuma!"
Vincent merangkak kembali ke atas tubuh Egi lalu perlahan merebah, berusaha kembali mengatur suasana hatinya yang sempat berantakan. Sana sini penuh tanda merah dan keadaan gadis kecil berusia 20 tahun itu kacau balau.
"Do-Dokter? Boleh aku memelukmu? A-aku takut ...."
Vincent menarik sudut bibirnya saat membiarkan Egi memeluknya. Sekali lagi mencumbu gadis ini lalu dengan upaya yang benar-benar luar biasa, Vincent berhasil menembus keperawanan Egi.
Gadis muda itu sampai lemas dan tidak punya tenaga untuk menangis. Vincent tidak peduli gadis ini berdarah dua atau seribu kali. Ia hanya ingin bayaran sepadan dengan uang senilai 500 juta.
Sepanjang malam, entah berapa kali dia melakukannya. Dengan keadaan sadar dan pikiran tanpa beban.
***
"Minum ini!" Vincent sudah selesai membersihkan diri. Ia melemparkan sebotol air dan pil ke arah Egi yang bergerak perlahan.
Egi sungguh seperti habis berkelahi dengan sepuluh ekor beruang sekaligus. Ia kelelahan. Sungguh.
"Uangnya sudah aku transfer, kamu bisa bayar biaya operasi adikmu besok!" Vincent meraih ponsel.
Apa Egi perlu bersujud sekarang? Tentu tidak.
"Tolong bersikaplah biasa saja! Kau tahu hubungan kita tidak istimewa meski aku suka pada tubuhmu! Jadi jangan terlalu baper! Kau tidak berarti apa-apa, sama seperti yang lain!" Vincent segera berlalu meninggalkan Egi yang masih kaget mendengar ucapan Vincent.
Ia tak mengerti kenapa Vincent berkata begitu. Dan apa yang harus dibaperi? Egi sudah tahu kalau dia hanya seorang penjaja semata. Dan Vincent adalah kliennya.
Tidak apa-apa, asal Elvano bisa pulih seperti sedia kala.
...
Vincent memutar ponsel di tangannya setelah melakukan operasi pada Elvano 2 jam yang lalu. Pikirannya melayang entah kemana. Ia jelas lelah, tapi dia merasa energinya masih full.
Pintu ruangan Vincent terbuka. Suara Jefri langsung menggema.
"Serius lo biayain penuh anak itu?" Jefri langsung duduk di kursi seberang Vincent dan meletakkan siku di atas meja. Dia barusan mendengar gosip bahwa anak SMP itu dioperasi dan dirawat sepenuhnya disini setelah uang jaminan di bayar seperlimanya secara tunai. Ia tahu anak itu dibawah asuhan Vincent, jadi dia agak hafal tabiatnya. "Serius udah move on dari Lana?"
Kening Vincent mengernyit saat menatap Jefri. "Apa hubungannya sama Lana?"
Lana adalah istri Vincent. Ya, istri ... terdengar aneh ketika move on dari wanita yang berstatus istri. Hubungan mereka sekusut benang, tarik ulur seperti tarik tambang, dan sekompleks kampung padat penduduk masalahnya.
"Lo simpati sama cewek itu, kan?" Jefri meralat. "Atau lo make a deal sama anak itu? Misal dia jadi baby lo?"
Seperti yang sudah-sudah, Jefri akan menghakiminya sekeras itu. Vincent bukan pria baik—jelas, hanya pekerjaannya memang di ranah yang membuatnya terlihat seperti malaikat, tapi di kalangannya, dia hanya pria penyuka organ wanita yang satu itu. Dia butuh itu, dan Lana enggan memberi. Tapi untuk Baby, Vincent tidak pernah mau, walau banyak yang mau. Uang bukan soal, tapi dia malas akan tuntutan. Jadi dia lebih suka sesekali melakukan dengan wanita, sisanya dia urus sendiri meski mood-nya terkadang malah hancur lebur.
Jefri tahu Vincent luar dalam, jadi jangan heran kalau dia tahu riwayat hidup Vincent. "Cari Baby yang masih bersih, lo harus jaga diri lo. Penyakit sekarang mengerikan Bro!"
"Virgin?"
"Exactly!"
Vincent tersenyum miring. "Gue bakal jadi perusak, predator kalau gitu."
"What's wrong? Dunia ini banyak cewek yang butuh uang buat lifestyle-nya, pendidikannya, dan kadang hanya untuk pelampiasan semata!" Tangan Jefri terbuka untuk menunjukkan betapa tak salahnya apa yang dia sarankan. "Lo datang sebagai malaikat penolong, yang one day dia akan jadi bucin ke elo!"
"Gue nggak mau! Gue hanya mau senang-senang tanpa rasa posesif gila dari wanita! Cukup gue ke Lana yang gila sampai level menjijikkan."
"Lepasin Lana, dan jalani hidup seperti yang lo mau, Vin ... kalian udah mantan! Lo aja yang anggap dia kembali demi cinta kalian berdua, padahal Lana hanya cari perlindungan dari orang-orang yang telah dirugikan olehnya!" Jefri iba. Vincent menampung mantan istrinya yang katanya kena kekerasan dari kekasihnya saat ini. Vincent saja yang terus membohongi diri kalau Lana kembali karena cinta mereka. Keadaan sebenarnya, dia tahu kalau hal itu bulsit semata.
Vincent menarik tubuhnya berdiri dan melepas kemeja abu muda bergaris hitam itu. Tampak oleh temannya bekas cakaran tipis di punggung Vincent.
"Lo nggak jahat-jahat amat kok, Vin ... itu hanya sebuah selaput. Dan ada nyawa yang selamat karena lo!" Jefri berdiri dan menepuk pundak sahabatnya. Dia tahu, dan ini akan jadi rahasia mereka. Lagipula, Jefri yakin ... Vincent bukan orang yang mudah terjebak romansa hanya karena cinta satu malam seperti ini. Mereka hanya menjual dan membeli, tak ada yang dilanggar, tak ada yang dirugikan.
Vincent menarik napas dalam, saat ingat ada bekas cakaran Egi di punggungnya. Bahkan ada gigitan gadis yang kelihatan lembut itu di dekat tulang selangkanya. Bibir Vincent tanpa sadar tersenyum. Egi berani menggigitnya, dan itu lucu sekali.
Benar-benar seperti digigit oleh kucing kecil yang begitu imut.
"Serius, Bro! Lu kagak dosa kok, gue yakin, anak itu pasti sangat berarti untuk Kakaknya."
Vincent sontak menoleh ke arah Jefri yang terkekeh saat mengendik ke arah bekas cakaran di punggungnya.
"Vincent?!"
Lana masuk begitu saja bahkan Vincent belum sempat menyembunyikan bekas cakaran Egi. Pria itu dengan cepat menyambar bajunya dan memakainya lagi.
Lana bisa melihatnya dengan jelas. Ada rasa tak rela, tetapi ia menutupinya dengan baik. Senyum lembut wanita itu terukir. Namun dalam hati ia bersumpah akan mencari tahu siapa wanita yang tidur dengan prianya.
"Aku segera pulang, hanya ada sekali visit di ruang operasi." Vincent mengancingkan baju serampangan.
"Aku tunggu disini, boleh kan?" Ia melirik Jefri. Berdua saja pasti mereka berbagi rahasia. Lana curiga.
Jefri menghela napas saat melirik sinis Lana. "Nempel terus kek benalu!" gumamnya sangat lirih.
"Ah, tapi aku lupa bawa ponsel, boleh pinjam ponsel mu?!" Ia mengambil ponsel Vincent begitu saja, lalu tidak menunggu basa basi, dibukanya daftar kontak Vincent.
Nama-nama mencurigakan ia kirim ke ponselnya, namun Vincent diam saja. Ia tahu pria itu bukan pria yang sembrono. Bertahun-tahun ia menikah dengan Vincent, sampai membuatnya hafal betul karakter Vincent.
Sebuah nomor baru terlihat menghubungi, membuat Lana menyerahkan ponsel ke Vincent lagi.
"Ada telepon!"
Vincent tersenyum saat menjawab panggilan itu. Namun Lana bisa melihat ada perubahan di wajah Vincent.
"Ya, sama-sama! Tunggu saja sampai dia sadar, baru ucapkan terimakasih."
Lana tersenyum. Pasti itu orangnya.