Aleena Salmaira Prasetyo adalah anak sulung dari keluarga Prasetyo. Dia harus selalu mengalah pada adiknya yang bernama Diana Alaika Prasetyo. Semua yang dimiliki Aleena harus dia relakan untuk sang adik, bahkan kekasih yang hendak menikah dengannya pun harus dia relakan untuk sang adik. "Aleena, bukankah kamu menyayangi Mama? Jika memang kamu sayang pada Mama dan adikmu, maka biarkan Diana menikah dengan Angga". "Biarkan saja mereka menikah. Sebagai gantinya, aku akan menikahimu"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kunjungan Diana
Dev, Aleen dan Ray bergegas pergi ke kantor setelah sarapan. Ray mengendarai mobil sambil memberitahukan jadwal kerja Dev.
"Hari ini anda ada rapat dengan perusahaan lain pada pukul 10 pagi. Setelah itu ada konfrensi video yang harus anda hadiri juga"
"Konfrensi video dengan siapa?"
Dev meminta penjelasan pada Ray
"Dengan dewan perwakilan daerah tua. Ini mengenai pengembangan kota tua yang pernah anda rencanakan"
"Pengembangan kota tua?"
Aleen menatap heran pada Ray mendengar ucapannya.
"Iya. Salah satu alasan pak Dev kembali kemari adalah untuk mengembangkan salah satu kota yang tertinggal. Pak Dev berencana menjadikan kota itu sebagai lokasi wisata, tanpa harus mengubah tatanan kota sepenuhnya"
Ray kembali menjelaskan maksud ucapannya.
"Benarkah itu Dev? "
Aleen meminta kepastian dari Dev.
"Benar. Dulu aku pernah datang kesana. Kotanya sangat bagus, hanya saja sumber ekonomi disana terbatas jadi kupikir dengan menjadikannya lokasi wisata maka itu akan membantu ekonomi disana. Akhir pekan nanti akan kubawa kamu kesana",ujar Dev menjelaskan.
"Lalu investor yang anda minta sudah mulai dengan pekerjaannya. Kemarin Bastian Prasetyo mencari informasi tentang investor yang kita siapkan"
Ray memperhatikan ekspresi Aleen dari kaca spion mobil saat dia bicara.
"Apa yang kamu rencanakan?"
Aleen menatap Dev penasaran.
"Aku ingin menghilangkan kesombongan mereka. Selama ini mereka sudah membuatmu menderita, jadi aku ingin melakukan hal yang sama pada mereka. Membuat mereka menderita. Mereka sangat haus akan kekuasaan, kurasa jika kehilangan semua harta mereka... Itu seperti masuk ke sebuah neraka bagi mereka"
Dev menjelaskan pada Aleen dengan sorot mata yang tajam dan seringai dibibirnya.
"Kenapa ekspresimu begitu? Kamu masih memiliki rasa sayang untuk mereka?", sambung Dev yang bertanya dengan lembut.
"Aku tidak tahu apakah aku sayang pada mereka atau tidak. Selama ini aku tumbuh tanpa menerima kasih sayang yang tulus dari mereka. Aku selalu berusaha keras untuk mendapatkan itu, namun tidak pernah ada hasilnya. Kurasa bukan kasih sayang yang aku inginkan, melainkan sebuah pengakuan saja"
Aleen tersenyum ketir saat mengutarakan perasaannya pada Dev.
"Sekarang kamu tidak perlu lagi berusaha terlalu keras untuk mereka. Kamu bisa jadi dirimu sendiri"
Dev bicara sambil memegang lembut tangan Aleen.
"Terima kasih Dev"
Dev menganggukkan kepala perlahan disertai senyum yang manis.
Tak berselang lama, mereka pun tiba dikantor. Aleen dan Dev tidak menyembunyikan kedatangan mereka yang datang bersamaan. Mereka tampak biasa saja namun tidak menunjukkan kemesraan.
"Apa hari ini pekerjaanmu banyak?"
Dev bertanyan pada Aleen sambil berjalan memasuki gedung kantor.
"Tidak terlalu banyak. Ada apa?"
Aleen menaggapi dengan sikap yang tenang.
"Kita makan siang bersama nanti"
Aleen tersenyum kemudian menganggukkan kepala.
Semua orang menatap Aleen dan Dev yang datang bersama dan terlihat mesra.
"Lihat itu, Bu Aleen pandai juga mendekati direktur baru kita"
"Benar, padahal baru beberapa hari, tapi mereka terlihat sangat akrab"
"Mungkin mereka saling mengenal satu sama lain sejak lama?"
"Tidak mungkin. Pak Dev itu kan dari luar negri, sedangkan bu Aleen hanya lulusan universitas dalam negri, bagaimana mereka bisa saling mengenal satu sama lain?"
"Hanya ada satu kemungkinan saja. Bu Aleen sengaja mendekati pak Dev, apalagi bu Aleen sangat cantik"
"Bukannya bu Aleen sudah punya pacar? Pria yang selalu menjemputnya itu"
"Pria itu sudah lama tidak terlihat kan, jadi bu Aleen pasti sudah mencampakannya demi pak Dev"
"Ya, mungkin saja"
Para karyawan membicarakan kedatangan Aleen dan Dev yang datang bersamaan. Mereka mulai berspekulasi masing-masing.
Baru saja Aleen tiba diruangannya dan menyiapkan pekerjaannya, sebuah pesan masuk ke ponselnya
Tring
Aleen melihat pesan itu dikirim oleh Diana.
"Kak, apa kita bisa bertemu? Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan denganmu", tulis Diana dalam pesan singkatnya.
Aleen mengabaikan pesan singkat daei Diana dan tidak membalas pesannya.
"Kak, apa sekarang kamu sudah tidak ingin bertemu denganku lagi? Bukankah kamu sayang padaku?"
Aleen kembali membaca pesannya namun dia mengabaikannya lagi.
Tok tok tok
"Masuk!"
Aleen mengizinkan masuk tanpa bertanya ataupun mengalihkan pandangannya ke arah pintu.
"Maaf, Bu. Ada tamu yang mencari Ibu", ujar sekretaris Aleen dengan sikap yang sopan.
"Siapa?"
Aleen bertanya sambil menatap sang sekretaris.
"Aku, Kak"
Seketika Aleen terdiam melihat Diana berdiri dihadapannya.
"Kamu boleh pergi"
"Baik"
Sekretaris Aleen langsung berbalik dan pergi meninggalkan ruangan Aleen
"Ada perlu apa kamu kemari?", tanya Aleen dengan sikap dingin dan acuh tak acuh.
"Kenapa Kakak bersikap seperti itu padaku? Kita ini kan saudara".
Diana bicara dengan sikap yang manja dan lembut.
"Diana, apa kamu tidak lelah terus berakting? Lagipula disini tidak ada siapapun selain kita berdua, kenapa kamu masih terus berpura-pura?"
Mendengar ucapan Aleen membuat Diana tersenyum.
"Kakak benar. Aku lelah harus bersikap baik pada anak haram seperti Kakak"
Diana akhirnya menunjukkan sikap sinis dan sombong pada Aleen.
"Langsung saja pada intinya, ada keperluan apa kamu sampai datang jauh-jauh kemari?", tanya Aleen dengan sikap sinis.
"Aku sengaja datang kemari untuk memberikan undangan pertunanganku dengan kak Angga"
Aleen langsung mengepalkan tangannya mendengar ucapan Diana. Ada rasa kecewa dan sakit hati yang dia rasakan.
"Aku harap Kakak tetap datang kesana meskipun Kakak akan merasa sakit hati karena yang bertunangan dengan kak Angga adalah aku, bukan Kakak".
Diana bicara dengan nada mencibir dan seringai dibibirnya.
"Pada awalnya aku memang merasa kecewa akan hal itu, tapi sekarang aku bersyukur karena tidak jadi bertunangan dengan Angga. Jika saja aku tetap bertunangan dan menikah dengannya, maka aku tidak akan tahu kebenaran mengenai kalian. Aku pasti akan terus menerima semua perlakuan kalian yang menjadikanku seperti boneka yang kalian kendalikan"
Aleen bicara dengan sikap acuh tak acuh pada Diana, ada sedikit senyum yang dia tunjukkan dibibirnya.
"Kak, harusnya kamu berterima kasih pada kami. Berkat kami kamu bisa jadi seperti sekarang ini"
"O ya? Ucapan terima kasih seperti apa yang kamu maksud? Terima kasih karena telah memberikan banyak luka ditubuhku? Terima kasih karena menjadikanku anak yang penurut? Atau terima kasih karena menggantikanku bertunangan dengan Angga? Diana, aku tidak berhutang budi apapun pada kalian. Jadi aku tidak harus merasa bersalah karena sudah meninggalkan keluargamu itu. Aku hanya berhutang budi pada mendiang kakek dan nenek yang memberikan kasih sayang mereka hanya untukku. Bukankah begitu?"
Aleen langsung berdiri dan memotong ucapan Diana. Dia berjalan dengan percaya diri dan mendekati Diana dengan sikap yang mengintimidasi.
"Dasar anak haram tidak tahu terima kasih. Kakak harus ingat kalau kakak itu hanya anak pungut yang kakek bawa pulang dan dijadikan bagian dari keluarga kami. Jika papa dan mama tidak merawat kakak setelah kepergian kakek, maka kakak tidak bisa tumbuh dengan baik"
Diana yang merasa terpojok akhirnya berkata kasar pada Aleen.
"Sudah ku bilang padamu kalau aku hanya berterima kasih pada kakek, tapi tidak padamu dan orang tuamu. Aku tidak peduli lagi dengan kalian bertiga. Sejak aku meninggalkan rumah waktu itu, aku tidak ada hubungan lagi dengan kalian! Tidak ada lagi alasan bagi kalian untuk terus memperalatku!"
Aleen bicara dengan sikap yang tegas.
"Apa kakak yakin? Bagaimana kalau aku bilang masih ada peninggalan dari orang tua Kakak yang kakek simpan dirumah kami? Apa Kakak sama sekali tidak penasaran dengan orang tua kandungmu?"
Aleen langsung memandang Diana dengan sorot mata yang tajam.
Diana tersenyum licik saat dia bicara.
"Apa yang kalian inginkan?", tanya Aleen dengan sorot mata yang dingin.
"Minta maaf pada Fandy Handoko. Dan dekati dia. Aku harap kali ini Kakak tidak membuat kami kecewa lagi"
Diana bicara sambil berlalu pergi meninggalkan Aleen
"Apa mereka gila? Sampai saat ini pun mereka masih ingin memanfaatkanku!", gumam Aleen melihat Diana pergi. Diapun langsung menghubungi Dev
Drrt drrt drrt
"Ada apa", tanya Dev begitu telepon tersambung.
"Dev, aku ingin kamu menghancurkan keluarga Prasetyo secepatnya. Aku tidak peduli dengan apapun yang kamu lakukan"
"Baiklah. Aku akan lakukan apapun untukmu"