Aisha berjalan perlahan mendekati suaminya yang terlihat sedang menelepon di balkon, pakaian syar'i yang sehari-hari menjadi penutup tubuhnya telah dia lepaskan, kini hanya dengan memakai baju tidur yang tipis menerawang Aisha memberanikan diri terus berjalan mendekati sang suami yang kini sudah ada di depannya.
"Aku tidak akan menyentuhnya, tidak akan pernah karena aku hanya mencintaimu.."
Aisha langsung menghentikan langkahnya.
Dia lalu mundur perlahan dengan air mata yang berderai di pipinya, hingga ia kembali masuk ke dalam kamar mandi, Alvin tidak tahu jika Aisha mendengar percakapan antara dirinya dengan seseorang di ujung telepon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Almaira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tak disentuh.
Alvian merenung di balkon, sibuk dengan pikirannya, berkali-kali membasuh wajahnya dengan kasar.
"Ibu tahu apa yang kamu pikirkan." Alvian dibuat kaget dengan kedatangan ibunya yang tak disadarinya, saking sibuk dengan pikirannya yang kalut.
"Kamu akan menikah besok, bukan dengan wanita pilihanmu sendiri tapi pilihan orang tuamu." Ibu berdiri di samping Alvian, putra satu-satunya.
Alvian tak menjawab dia hanya kembali menatap kosong pemandangan langit malam yang terang karena rembulan.
Ibu melirik Alvian di sampingnya.
"Yakinlah jika pilihan kami pasti yang terbaik untukmu."
Alvian tak segera menjawab, dia hanya menarik napas dalam lalu membuangnya kasar.
"Semoga saja demikian," jawabnya kemudian dengan datar.
***
"Calon suamimu adalah seorang dokter, setelah menikah kamu akan ikut dengannya ke kota, kamu akan tinggal di lingkungan baru dengan suasana baru yang pastinya sangat berbeda dengan disini, Ummi hanya berharap kamu bisa tetap istiqamah dengan apa yang sudah Abah dan Ummi ajarkan padamu, dan terutama jadilah istri yang shalihah." Ummi memegang tangan putrinya.
Aisha menatap wajah sang ibu.
"Aisha akan mengingat semua nasihat Ummi dan Abah."
Ummi mengangguk sambil tersenyum lalu kemudian memeluk putrinya.
"Satu persatu anak Ummi pergi ikut suaminya, sebagai seorang ibu tentu saja Ummi sangat bersedih harus berpisah dengan kalian." Ummi mencoba menahan tangisnya.
Aisha mengeratkan pelukannya.
"Aisha akan sering mengunjungi Ummi nanti."
Ummi melepaskan pelukannya.
"Tidak nak. Suamimu seorang dokter, dia pasti sangat sibuk dengan pekerjaannya, jangan memintanya untuk sering-sering datang kesini, jangan merepotkannya. Datanglah jika dia yang mengajaknya."
Aisha terdiam.
"Setelah menikah, prioritas utama seorang wanita adalah suami dan keluarganya, bukan lagi orang tuanya dan ingat Istri yang shalihah yaitu yang taat pada suaminya, ingat itu baik-baik nak, Ummi sudah seringkali mengajarkan itu pada semua putri Ummi."
Aisha mengangguk.
Ummi tersenyum kemudian mengelus kepala Aisha.
"Besok hari pernikahanmu. Ummi yakin jika kamu sudah siap."
***
Aisha digandeng oleh sang ibu mertua menuju ke sebuah kamar.
"Ini kamar suamimu," ucap ibu dengan sumringah.
Aisha melihat pintu di depannya.
Ibu lalu membuka pintu kamar dan mempersilahkan Aisha untuk masuk.
"Masuklah, kamar mandinya ada di sebelah sana. Gantilah baju dan istirahatlah."
Aisha melihat sekeliling kamar.
"Dengar, jangan sungkan, ini rumahmu sekarang." Ibu berjalan mendekati Aisha.
"Kamu juga putriku sekarang, anggap ibu seperti ibumu sendiri." Ibu memegang tangan Aisha, senantiasa disertai dengan senyumannya yang hangat.
"Iya bu..Terima kasih."
"Baiklah ibu tinggal dulu, mandilah dan istirahat, oh iya Alvian mungkin masih mengobrol dibawah karena banyak saudara-saudaranya yang datang," ucap ibu sembari berjalan meninggalkan kamar.
Aisha mengangguk.
Sepeninggal ibu mertuanya, Aisha kembali melihat sekeliling, mengamati seisi kamar yang terlihat sangat rapi dan bersih. Matanya kemudian terhenti pada sebuah foto yang terletak di atas nakas di samping tempat tidur, Aisha berjalan mendekatinya.
Aisha mengambil bingkai foto itu, dia mengamati sosok orang di dalam foto yang tak lain adalah Alvin, pria atau lebih tepatnya orang asing baginya tapi kini berstatus sebagai suaminya.
Aisha terus mengamati wajah di foto itu dengan seksama, karena baru kali ini dia bisa melihat wajah suaminya dengan jelas, hingga dia tahu jika benar apa yang dikatakan oleh teman-teman santrinya jika suaminya mempunyai wajah yang tampan.
Selama acara pernikahan tadi siang, Aisha sama sekali tidak berani menatap atau bahkan melihat wajah suaminya, walaupun mereka disandingkan di atas pelaminan dan saling berdekatan, namun tentu saja rasa canggung teramat sangat Aisha rasakan, hingga untuk mencuri pandang saja dia tidak berani melakukannya.
Setelah acara yang diselenggarakan secara sederhana itu selesai, Aisha langsung diboyong keluarga suaminya untuk langsung ikut ke rumah mereka, tentu saja dengan diiringi isak tangis terutama Maryam yang terlihat sangat bersedih, Aisha pergi meninggalkan rumah tempat dia dibesarkan.
Mengingat itu rasa sedih kembali dirasakannya, namun segera dia mencoba menguasai perasaannya, dia tidak ingin terlihat sedih apalagi di hadapan suaminya nanti.
Mengingat suami, Aisha teringat akan sesuatu, dia lalu melirik beberapa koper miliknya yang rupanya sedari tadi sudah ada di dalam kamar itu.
Aisha mendekati koper itu, lalu mendorongnya menuju ke dalam kamar mandi.
***
Aisha berjalan keluar dari kamar mandi dengan perlahan, walaupun dengan sedikit ragu-ragu disertai perasaan yang bercampur aduk, dia terus memberanikan diri berjalan mendekati sesosok pria yang tak lain adalah suaminya tengah sibuk menelepon di balkon kamar mereka.
Sebelum semakin dekat, Aisha menghentikan langkahnya, dia kemudian melihat dirinya pada pantulan kaca yang berada tak jauh dari sana.
Aisha bergidik sendiri melihat tubuhnya kini hanya berbalut baju tidur yang tipis nan menerawang, yang seumur hidupnya baru kali ini dia mengenakannya, tidak seperti biasanya yang selalu berbalut baju syar'i lengkap dengan niqabnya, malam ini dia membiarkan tubuhnya terekspos sempurna.
Sudah pasti karena ini malam pertama pernikahan baginya dan sang suami, dia yang sudah dibekali cukup ilmu agama tahu jika kini saatnya dia harus melayani sang suami, siap tidak siap, mau tidak mau dia harus melakukannya karena itu adalah kewajibannya sebagai seorang istri.
Aisha kembali melangkahkan kakinya mendekati pintu menuju balkon yang sedikit terbuka, walaupun sudah semakin dekat, suaminya tetap tak menyadari kehadirannya karena masih sibuk dengan teleponnya.
"Aku tidak akan menyentuhnya, aku tidak mungkin menyentuhnya karena aku hanya mencintaimu."
Seketika Aisha menghentikan langkahnya, dia tertegun sejenak ketika tak sengaja mendengar percakapan suaminya dengan seseorang di ujung telepon.
"Aku tidak akan menyentuhnya walaupun dia istriku sekarang. Aku janji."
Sekali lagi Aisha mendengarnya dengan jelas, membuat hatinya begitu hancur, berkeping-keping.
Sontak Aisha berjalan mundur dengan perlahan, dia tidak ingin Alvian tahu jika dirinya tak sengaja mendengar percakapannya Aisha terus mundur sambil menahan isak tangisnya, menahannya sekuat mungkin agar Alvian tidak menyadari kehadirannya, dia tak ingin suaminya itu melihat dirinya dengan baju yang dikenakannya, karena itu akan sangat membuatnya malu.
Malu karena dirinya terlalu percaya diri jika suaminya menginginkannya malam ini.
Akhirnya Aisha sampai di dalam kamar mandi tanpa diketahui oleh Alvian yang masih sibuk dengan teleponnya.
Aisha menangis tersedu, dia mencurahkan kesedihannya mengetahui jika suaminya ternyata mencintai wanita lain.
"Ummi...," ucap Aisha pelan di sela-sela tangisnya.