Kirana Putri, seorang gadis cantik dan baik hati, tanpa disadari jatuh cinta pada seorang pria misterius bernama Dirga Praditama. Namun, Kirana tidak tahu bahwa Dirga sebenarnya menyimpan dendam mendalam terhadap masa lalu keluarga Kirana yang telah merenggut kebahagiaan keluarganya. Dalam perjalanan kisah cinta mereka, Kirana dan Dirga dihadapkan pada berbagai rintangan dan konflik hingga pada suatu hari Kirana pergi meninggalkan Dirga tanpa jejak.
Akankah cinta mereka mampu menyatukan keduanya, ataukah mereka harus rela berpisah demi kebahagiaan masing-masing? Hanya waktu yang akan menjawabnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meindah88, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.4
Tak terasa satu minggu berlalu begitu cepat.
Hari ini Dirga berangkat ke Jakarta sendirian, hal itu membuat ibunya sedih karena ditinggal oleh putranya.
" Sayang, putra kita ke Jakarta demi menjalani amanah dari kakeknya, jangan sesedih ini !
Abiyan masih berusaha membujuk istrinya agar tidak bersedih.
" Bagaimana aku tidak sedih, mas?" Putraku tidak pernah berpisah denganku sebelumnya, tiba-tiba dia pergi meninggalkan aku di sini. " Ujarnya sambil menangis.
" Bukan hanya kamu sayang, aku juga sebagai ayahnya dan Adiba sebagai adiknya, kami semua ditinggalkan olehnya.
" Tapi putra kita bukan ke mana-mana sayang, dia ke rumah ayah dan itu amanah.
" Jangan membuat putra kita menjadi kita manja seperti anak gadismu sayang! " Ujar Abiyan.
Adiba yang sedang duduk di dekat orang tuanya melirik ayahnya, sedangkan Abiyan sendiri sengaja menggoda putrinya.
" Mas, " Auliyah tidak bisa menahan tangis dalam dekap suaminya.
" Sabar sayang, sekali-kali kita ke Jakarta mengunjungi putra kita.
" Tapi mas, bagaimana kalau Dirga tidak menjaga kesehatan di sana ?
" Tidak ada yang memperhatikannya, Dirga jauh dari orang tua.
" Bagaimana kalau Dirga melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama ? Aku takut mas.
" Masya Allah sayang, mas salut denganmu.
" Insya Allah Dirga akan selalu berada dalam lindungan Allah atas doa-doa mu.
Adiba yang duduk di samping ayahnya cemberut dengan ucapannya tadi.
"Ternyata pandangan ayah selama ini, dirinya anaka manja." Gumannya.
" Bibir tu dijaga, jangan monyong kayak gitu !
" goda Abiyan.
Adiba makin kesal melihat ayahnya dan Abiyan makin terkekeh melihat tingkah kekanakan putrinya.
" Jangan menggoda putrimu kita, mas !
" Kalau dia nangis gimana ?
Auliyah ikut menggoda putrinya, kini hatinya mulai membaik setelah meluapkan semua keluhannya pada suami.
" Ibu, ayah, kenapa kalian tidak berhenti menggodaku ?" kesal Adiba.
" Maaf,maaf sayang. " Ujar Abiyan, kemudian membawa putrinya dalam pelukannya dengan penuh sayang.
* * *
Setelah menempuh beberapa jam berjalan, pesawat yang ditumpangi oleh pemuda tampan itu, kini tiba di Bandara Soekarno Hatta.
Angin segar yang bertiup lembut seolah menyambut kehadirannya sejak lama.
Baru saja ingin menelpon seseorang untuk menjemputnya, tapi sang kakek lebih dulu datang menjemput cucunya.
" Cucu Kakek," sambut Mahendra dengan sumringan.
" Apa kabar kakek ? " Balas Dirga tak kalah senangnya.
" Seperti yang kamu lihat hari ini, kakek sehat.
" Alhamdulillah kakek, Dirga senang mendengarnya.
Tak lama kemudian Ahmed dan Bu Sari datang mendekati keduanya.
" Kakek," pekik Dirga.
" Ya ampun, kalian semua datang menjemputku," ucapnya sangat senang.
Dirga memeluk Ahmed dan Bu Sari lalu menciumi seluruh wajah sang nenek.
Ahmed dan Mahendra yang melihat kekonyolan cucunya hanya tersenyum kecil.
Setelah itu, Mahendara mengajar mereka
ke mobil. Tidak baik rasanya menjadi pusat perhatian oleh orang-orang karena hal kecil.
Ahmed memperhatikan wajah tampan cucunya yang tengah duduk di sampingnya, rasa bangga menyelimuti relung hati melihat sang cucu kini tumbuh semakin dewasa.
" Kamu sudah dewasa nak. Kakek berharap, cucuku tumbuh menjadi orang yang bijaksana.
" Jangan memanfaatkan kelemahan orang.
Dan yang terpenting adalah jauhi sikap dendam, hal itu tidak baik. " Ujarnya memberi wejangan pada cucunya.
Ahmed tidak ingin cucunya menyimpan dendam atas masa lalunya bersama sang ibu.
Mengingat fakta bahwa Dirga sudah besar di waktu itu, dia sudah memahami keadaan dan Bima terlibat dalam kisah orang tuanya di masa lalu.
" Kamu sudah bisa membedakan mana yang baik, mana yang buruk nak. Kamu bukan anak kecil lagi, kamu anak yang cerdas seperti ayahmu, tapi kakek tidak ingin Kam terjebak oleh dendammu sendiri.
Dirga seketika menoleh pada Ahmed, nasehat sang kakek seolah menusuk jantungnya.
" Apakah kakek mengetahui rencana ku ?
Tapi, bagaimana bisa ? Aku tidak memberitahukan pada siapapun. " Gumannya dalam hati.
Dirga masih berpikir atas ucapan kakek Ahmed barusan.
" Jangan menghiraukannya ucapam kakekmu nak! Dia hanya mengingatkan diri mu agar tidak salah jalan. " Ujar Bu Sari, karena cucunya terlihat tegang setelah mendengar ucapan suaminya.
Dirga cuma tersenyum tipis menanggapi ucapan Bu Sari.
" Kamu harus tanamkan dalam hati yang dikatakan kakek Ahmed nak, " ujar Mahendra menambahkan.
Tidak berselang lama kemudian, mobil mereka sampai di depan rumah megah Mahendra.
Kini Dirga sudah memantapkan hati dan menyiapkan segala hal untuk tinggal di rumah megah itu.
" Nak Dirga, dipanggil oleh tuan turun ke bawah untuk makan bersama.
"Terima kasih bi, katakan kalau Dirga ingin mandi sebentar. " Ucapnya, kemudian menutup pintu.
Dengan terburu-buru Dirga mengambil handuk di kamar tersebut, kemudian masuk ke kamar mandi.
" Ahhh.. segarnya, Dirga menikmati air bathtub dengan tubuh lelahnya.
Drrrrt...Drrrrt
Ponsel Dirga berbunyi tapi tak ada orang yang angkat, sementara Dirga masih asyik dalam kamar mandi.
Seorang gadis cantik di seberang sana menatap ponselnya, menunggu seseorang untuk menelepon tapi tidak ada, dengan terpaksa gadis itu menelpon duluan.
Bianca sangat kesal lalu melempar ponselnya ke asal tempat.
Sejak tadi ia menelpon tapi belum diangkat-angkat oleh sang empunya.
" Ke mana sih kamu, Dir ? Kamu sesibuk apa di sana ? "Ujarnya kesal.
"Ceklik."
Dirga keluar dari kamar mandi, wajah tampannya nampak segar setelah selesai mandi.
" Drrrrt."
" Siapa lagi sih menelpon ? " Ujarnya kesal.
Dirga menghela napas melihat siapa yang menelepon.
" Ganggu aja, orang pengen istirahat," gumannya.
" Ya, hallo Bianca, ada apa ?
" Kamu dari mana aja ? " Kesal Bianca tanpa menjawab pertanyaan sahabatnya.
" Kamu sengaja tidak memberiku kabar, " tuduhnya lagi.
" Aku baru saja selesai mandi Bianca, aku tidak sempat menelepon mu.
" Bohong !" Bilang saja kalau kamu malas bicara denganku, " rajuk Bianca.
Dirga memegang kening yang terasa pusing,
Bianca selalu saja merajuk tak jelas.
"Aku capek Bianca, aku mau istirahat. " Ujar Dirga dan menutup telepon sepihak.
" Dirga, " teriaknya.
Bianca melempar ponselnya hingga kacanya retas namun dia tidak peduli dengan itu, dirinya hanya memikirkan Dirga.
Bianca takut jika Dirga jatuh pada wanita lain selain dirinya.
Bianca menginginkan Durga bukan hanya sebagai seorang sahabat, tetapi sepasang kekasih.
" Aku harus memberikan perhatian lebih pada Dirga, agar tidak melupakan diriku.
" Bagaimana jika ada perempuan yang berusaha mendekati Dirga, sementara aku jauh darinya ?
" Ini tidak boleh terjadi, aku harus ke Jakarta menyusulnya. Besok aku menelpon ayah agar aku bisa bekerja di perusahaan paman secepatnya, " monolognya seorang diri.
"Tok tok tok."
" Dirga, " panggil Mahendra di balik pintu.
" Ya, sebentar kek, " ujarnya cepat kemudian memakai baju.
" Ceklik."
"Kenapa lama sekali ? " Nanti kamu sakit jika lambat makan.
" Maaf, " ujarnya dan menyusul kakek ke lantai bawah.
Dirga menyantap makanan di depannya dengan lahap, Ahmed yang melihat menegur cucunya.
" Makan yang pelan-pelan nak, jangan terburu-buru !"
Ahmed tidak sungkan menegur cucunya, hal sekecil apapun demi kebaikannya.
" Kami pulang ya, jaga cucu kita Dirga. Aku percaya padamu. Jangan sungkan tegur Dirga jika bersalah.
Ucap Ahmed pada Mahendra lalu bergegas pulang bersama istrinya.
" Tentu dan aku yakin Dirg anak yang cerdas dan mudah dibimbing ketika dibanding teman- teman seusia nya.